Yang Berhak Menerima Zakat #6
Fi Sabilillah (Untuk di Jalan Allah)
Definisi
Secara bahasa, sabil bermakna jalan. Adapun sabilillah dikatakan oleh ibnul Atsir rahimahullah,
وسَبِيلُ اللَّهِ عامٌّ يقعُ عَلَى كُلِّ عَمل خالِصٍ سُلك بِهِ طَرِيقُ التقرُّب إِلَى اللَّهِ تَعَالَى بأداءِ الفَرَائض والنَّوافل وأنْواع التَّطوعُّات، وَإِذَا أُطْلق فَهُوَ فِي الغالِب واقعٌ عَلَى الجهَاد، حَتَّى صارَ لكَثْرة الاسْتِعْمال كَأَنَّهُ مقصورٌ عَلَيْهِ.
“Sabilillah bermakna umum, tertuju pada semua amalan yang murni bertujuan untuk ber-taqarrub kepada Allah Ta’ala, baik berupa ibadah-ibadah yang wajib, sunah, ataupun tathawwu’. Adapun jika pelafalannya dimutlakkan, maka seringnya sabilillah bermakna jihad (berperang). Saking seringnya penggunaan dengan makna tersebut, seakan sabilillah hanya memiliki satu makna, (yaitu jihad).” ([1])
Ada beberapa golongan yang dinyatakan termasuk kategori fi sabilillah. Sebagiannya merupakan kesepakatan ulama, dan sebagiannya lagi diperselisihkan oleh mereka. Berikut perinciannya:
- Orang yang berperang di jalan Allah (mujahid). Walaupun ia seorang yang kaya, menurut mayoritas ulama.([2])
- Keperluan perang. Keperluan perang yang dimaksud seperti persenjataan perang, kendaraan perang, bangunan-bangunan yang dibangun untuk kebutuhan berperang seperti benteng dan semisalnya. Hal ini dinyatakan oleh para ulama mazhab Syafi’i.([3])
- Para penuntut ilmu. Para ahli fikih sepakat akan bolehnya memberikan zakat kepada penuntut ilmu, dan hal ini dengan jelas dinyatakan oleh ulama-ulama mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali. Mayoritas mereka mengatakan bahwa keberkahan penuntut ilmu untuk menerima harta zakat disyaratkan dengan kondisi apabila ia disibukkan dengan menuntut ilmu, sehingga tidak memiliki keluangan waktu untuk mencari nafkah. ([4])
Apakah jamaah haji termasuk kategori fii sabilillah?
Pendapat pertama: Jamaah haji termasuk dalam fii sabilillah.
Ini adalah pendapat Ishaq dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Hal ini berdasarkan hadis Ummu Ma’qil, bahwa Rasulullah bersabda,
فَإِنَّ الْحَجَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Sesungguhnya haji adalah di jalan Allah (fi sabilillaah)…”([5])
Pendapat kedua: Jamaah haji bukan termasuk fii sabililllah.
Ini adalah pendapat mayoritas ulama, di antaranya adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Sufyan ats-Tsauri, Imam Syafi’i, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir.
Ini adalah pendapat yang kuat, hal ini disebabkan beberapa alasan, di antaranya:
- Karena fii sabilillah ketika dimutlakkan maka untuk jihad, dan semua lafal sabilillah yang ada di dalam Al-Qur’an ketika disebutkan, maka yang dimaksudkan adalah untuk jihad.
- Karena zakat hanya diberikan kepada orang yang membutuhkan, atau orang yang dibutuhkan oleh kaum muslimin.
Sedangkan jamaah haji, manfaat yang ia raih hanyalah untuk dirinya, tidak untuk semua kaum muslimin. Terlebih lagi, seorang yang fakir tidaklah perlu dibantu dengan harta zakat untuk berhaji, karena kewajiban haji itu sendiri telah gugur darinya karena ketidakmampuannya.([6])
- Adapun hadis yang di jadikan dalil oleh kelompok pertama, maka pada jalur periwayatannya terdapat seorang mudallis yang meriwayatkannya, yaitu Muhamad bin Ishaq, dan cacat ini melemahkan derajat hadis tersebut.([7])
Footnote:
___________
([1]) Lihat: An-Nihayah Fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar (2/338).
([2]) Lihat: Al-Mughni (6/481).
Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Ishaq, Abu Tsaur, Abu ‘Ubaid, dan Ibnul Mundzir, bahwa mujahid secara mutlak mendapatkan hak zakat, baik kaya maupun miskin.
Sedangkan menurut Abu Hanifah, mujahid hanya berhak terhadap harta zakat jika ia seorang miskin.
([3]) Lihat: Al-Majmu’ (6/213).
([4]) Lihat: Ad-Durr al-Mukhtar (2/340 dan 343), Al-Majmu’ (6/190), dan Kasysyaaf al-Qina’ (2/273).
([5]) HR. Abu Dawud No. 1989 dan dinyatakan sahih oleh al-Albani tanpa lafal di akhir hadis.