Hukum Zakat Rikaz (Barang Temuan)
Definisi rikaz
Rikaz secara bahasa berasal dari bahasa arab (الرِّكَاز) yang memiliki arti (الْمَركُوز) yaitu sesuatu yang terpendam di bumi.([1])
Secara istilah rikaz adalah harta zaman jahiliah (sebelum Islam) yang terpendam.([2]) Seperti halnya seseorang mendapatkan harta terpendam yang memiliki tanda-tanda jahiliah, berupa simbol, tahun, atau yang lainnya. Namun, harta yang seperti ini sudah jarang ditemukan atau bahkan sudah tidak ditemukan lagi.
Rikaz tidak terbatas pada emas dan perak saja, namun seluruh harta berharga jahiliah yang ditemukan disebut dengan rikaz, baik itu berupa emas, perak, besi, permata, timah, dan lainnya. ([3])
Hukum rikaz
Para ulama sepakat bahwa rikaz wajib dikeluarkan darinya sebesar 20%, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ,
وَفِي الرِّكَازِ الخُمُسُ
“Dikeluarkan dari harta rikaz sebesar 20%.”([4])
Para ulama bersilang pendapat tentang dikeluarkannya 20% dari rikaz, apakah yang dikeluarkan itu zakat ataukah fai’([5])?
Pendapat yang benar bahwa harta yang dikeluarkan dari rikaz adalah fa’i bukan zakat. Hal ini karena pada rikaz tidak terdapat haul dan nisab, karenanya rikaz sedikit ataupun banyak wajib dikeluarkan darinya 20%, adapun zakat terdapat haul dan nisab. Selain itu juga, 20% merupakan ukuran yang sangat besar, sehingga tidak kita dapati besar zakat dengan ukuran sebesar itu, ukuran terbesar dari nilai zakat uang/emas/perak adalah sebesar 2,5% dan zakat tanaman 10% ([6])
Dari sini maka penerima harta yang dikeluarkan dari rikaz tidak terbatas pada orang-orang yang berhak memiliki zakat saja namun lebih umum untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Bagaimana jika seseorang mendapat barang temuan yang tidak memiliki tanda-tanda jahiliah?
Dalam hal ini ada dua kondisi:
- Jika barang tersebut diketahui pemiliknya (seperti terdapat nama pemiliknya pada barang tersebut), maka wajib bagi penemu untuk mengembalikannya pada pemiliknya, contoh dengan memberikan informasi tentang barang temuan tersebut di khalayak ramai.
- Jika barang tersebut tidak diketahui pemiliknya, maka barang tersebut dihukumi sebagai barang luqhatah, yaitu memberikan informasi tentang barang temuan tersebut di khalayak ramai selama setahun. Jika tidak ditemukan pemiliknya selama setahun, maka barang tersebut menjadi milik penemu.([7])
Footnote:
__________
([1]) Lihat: Al-Qamus al-Muhith, karya Al-Fairuz Abadi (1/512), Mukhtar as-Shihah, karya Zainuddin ar-Razi (hlm. 127) dan Lisanul ‘Arab, karya Ibnu Manzhur (5/355).
([2]) Lihat: Al-Mughni (3/48).
([3]) Pendapat jumhur Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan salah satu pendapat Syafi’iyah (qaul qadim). [Lihat: Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah (23/100)].
([4]) HR. Bukhari No. 6912 dan Muslim No. 1710.
([5]) Fai’ adalah apa saja yang diambil dari orang-orang kafir tanpa peperangan, seperti harta yang mereka tinggalkan karena takut terhadap kaum muslimin, jizyah, pajak, dan harta yang ditinggalkan oleh ahli dzimmah yang meninggal dan tidak mempunyai ahli waris. [Lihat: Al-Kafi (4/155).
([6]) Lihat: As-Salsabil Fi Syarh ad-Dalil (3/300) dan asy-Syarh al-Mumti’ (6/89).