Hukum Zakat Uang Kertas
Pada zaman Rasulullah ﷺ belum terjadi akad jual beli menggunakan uang kertas, alat tukar menukar pada zaman itu adalah dinar dan dirham. Dinar dan dirham memiliki nilai intrinsik yang berharga. Walaupun keduanya bukan berbentuk mata uang namun zat keduanya bernilai sebagai logam mulia.
Pertama kali uang muncul adalah berbentuk logam, uang logam memiliki nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut).
Seiring berkembangnya transaksi perekonomian, maka tukar-menukar akan semakin intens dan berskala besar, sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Maka diciptakanlah uang kertas yang berfungsi untuk menjadi bukti kepemilikan emas dan perak sebagai alat perantara untuk melakukan transaksi dan sewaktu waktu logam tersebut dapat diambil.
Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat tidak lagi menggunakan emas dan perak sebagai jaminan dan hanya menggunakan uang kertas saja.
Sampai saat ini uang kertas menjadi alat transaksi tukar menukar yang sah dan diakui oleh dunia.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum zakat pada uang kertas dan logam:
Pendapat pertama: Uang kertas dan logam merupakan barang yang tidak terkena zakat kecuali jika disiapkan untuk berdagang.
Dari pendapat ini dapat dipahami bahwa jika seseorang memiliki uang kertas senilai satu juta rupiah ditukar dengan dua juta rupiah maka tidak dianggap sebagai riba baik ditukar ketika masih di majelis akad atau setelahnya. Hal ini sama seperti seorang yang menukar 1 baju dengan 2 baju boleh hukumnya meskipun tidak dilakukan secara tunai. Ini merupakan pendapat yang lemah.
Pendapat kedua: Terdapat kewajiban zakat pada setiap mata uang (uang kertas dan logam) yang dimiliki oleh seseorang atau didapat dari hasil usaha dan sebagainya.
Hal ini dikarenakan uang kertas dan logam sebanding dengan emas dan perak dalam kewajiban zakat, mengingat bahwa uang merupakan keumuman harta yang dimiliki manusia, uang juga digunakan sebagai modal dagang dan usaha. Selain itu uang merupakan sebagian besar harta yang disimpan oleh manusia. Seandainya saja tidak terdapat zakat pada uang kertas dan logam niscaya akan memudaratkan orang-orang fakir.
Pendapat ini berdasarkan firman Allah ﷻ:
﴿خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ﴾
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103)
Secara umum ayat di atas mewajibkan zakat pada harta, dan harta yang paling diakui dan dianggap sah pada zaman sekarang adalah uang kertas.
Begitu juga hadis Rasulullah ﷺ ketika mengutus Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu ke Yaman,
فأعْلِمْهُمْ أنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عليهم صَدَقَةً في أمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِن أغْنِيَائِهِمْ وتُرَدُّ علَى فُقَرَائِهِمْ.
“Maka beri tahu mereka bahwa Allah ﷻ mewajibkan bagi mereka sedekah dari harta-harta mereka, yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka lalu disalurkan ke orang-orang fakir dari mereka.”
Tarjih: Dari kedua pendapat di atas, yang kuat bagi kami adalah pendapat yang mengatakan adanya kewajiban zakat pada uang kertas dan logam berdasarkan dengan dalil-dalil yang disebutkan dan keselarasan pendapat ini dengan nilai-nilai syariah. ([1])
Nisab Zakat Uang Kertas
Para ulama zaman sekarang berbeda pendapat tentang penentuan nisab zakat uang kertas, karena kesamaan hukum antara uang kertas dengan emas dan perak.
Pada zaman Rasulullah ﷺ, nilai kedua logam ini hampir sama, yakni 200 dirham yang merupakan nisab untuk perak, sama nilainya dengan 20 dinar yang merupakan nisab emas. Akan tetapi, pada zaman sekarang selisih nilai antara nisab emas (85 gram) dan nisab perak (595 gram) sangatlah besar. Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang penentuan nisab zakat uang kertas, apakah mengikuti nisab emas ataukah mengikuti nisab perak? .
Ulama yang mengatakan bahwa nisabnya sama dengan nisab perak berhujah dengan dalil sebagai berikut :
- Nisab perak telah jelas dalilnya di dalam hadis, dari Abu Said al-Khudri rahimahullah bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
ليسَ فيما دونَ خمْسِ أواقٍ مِنَ الوَرِق صَدَقة
“Tidaklah ada zakat pada perak selama belum mencapai lima uqiyah.” ([2])
- Penetapan nisab seperti ini akan lebih bermanfaat untuk orang-orang fakir, karena sebagian besar kaum muslimin akan membayar zakat, dan inilah tujuan diwajibkannya zakat.
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata,
الزَّكَاةُ تَجِبُ فِيْهَا إِذَا بَلَغَتْ قِيْمَتُهَا أَدْنَى النِّصَابَيْنِ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ
“Zakat wajib apabila nilainya (uang kertas) telah mencapai nisab terendah dari emas atau perak”.([3])
Adapun yang mengatakan bahwa nisabnya sama dengan nisab emas berhujah dengan dalil sebagai berikut :
- Harga emas lebih stabil, tidak seperti harga perak.
Pada zaman Rasulullah ﷺ 20 dinar dapat digunakan untuk membeli 20 kambing dari Hijaz, begitu juga 200 dirham. Pada zaman sekarang dengan 20 dinar juga dapat digunakan untuk membeli 20 kambing atau kurang sedikit, akan tetapi dengan 200 dirham kita hanya dapat membeli satu atau 2 kambing.
- Nilai nisab emas yang tidak berselisih banyak dengan nilai nisab barang-barang lain yang wajib dizakati, seperti 5 unta, 40 kambing dan lain-lain.
- Di antara sifat yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ tentang orang yang menyalurkan zakat adalah sifat “kaya”, sebagaimana titah beliau kepada Muaz bin Jabal radhiallahu ‘anhu ketika diutus ke Yaman,
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Jika mereka telah menaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir.”([4])
Dari sini dapat dipahami bahwa zakat di ambil dari orang-orang kaya, sedangkan jika kita menggunakan nisab dirham yang apabila dirupiahkan sekitar 8-9 juta. Secara adat masyarakat saat ini orang yang memiliki uang sejumlah 8-9 juta belum bisa disebut sebagai orang kaya. Oleh karenanya penulis lebih condong kepada pendapat bahwasanya nisab zakat uang mengacu kepada nilai nisab zakat emas. Wallahu a’lam.
Footnote:
_____________
([1]) Lihat: Fiqh al-Muyassar (2/43).