Zakat Hewan Ternak
Jenis Hewan yang Wajib Dizakati
Para ulama sepakat bahwa zakat diwajibkan pada unta, sapi dan kambing.([1]) Adapun hewan yang diperselisihkan seperti kuda([2]).
Syarat Wajib Zakat Hewan Ternak
- Mencapai nisab.
- Melewati haul.
- Digembalakan
Hewan ternak (unta, sapi dan kambing) terbagi menjadi empat macam: ([3])
- Yaitu digembala di rerumputan mubah (terbuka/umum) sepanjang tahun, untuk dikembangbiakkan. Ini yang wajib dizakati.
- Diberi makan. Jika pemiliknya membeli atau mencarikan makanan sendiri, maka tidak wajib padanya zakat, sekalipun ia dikembangbiakkan.
- Seperti unta yang disewakan untuk mengangkut dan untuk tunggangan, atau sapi yang digunakan untuk membajak dan mengairi. Maka tidak ada zakat padanya menurut mayoritas ahli fikih, kecuali kalangan mazhab Maliki. ([4])
- Maka wajib dikeluarkan zakat perdagangannya, bisa jadi satu unta jika harganya mencapai nisab zakat perdagangan maka terkena kewajiban zakat, apa pun kondisinya.
Tabel Nisab Zakat Hewan
Tabel Nisab Zakat Unta: ([5])
Jumlah Unta | Ukuran Zakat yang Wajib Dikeluarkan | |
Dari | Sampai | |
1 | 4 | Tidak wajib zakat |
5
10 15 20 |
9
14 19 24 |
1 Kambing
2 Kambing 3 Kambing 4 Kambing |
25 | 35 | 1 Bintu Makhadh (unta betina yang sempurna 1 tahun dan masuk tahun kedua) |
36 | 45 | 1 Bintu Labun (unta betina yang sempurna 2 tahun dan masuk tahun ketiga) |
46 | 60 | 1 Hiqqah (unta betina yang sempurna 3 tahun dan masuk tahun keempat) |
61 | 75 | 1 Jadza’ah (unta betina yang sempurna 4 tahun dan masuk tahun kelima) |
76 | 90 | 2 Bintu Labun |
91 | 120 | 2 Hiqqah |
Ini adalah ketentuan zakat unta yang tertera dalam hadis Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ, sebagaimana ia merupakan ijmak para ulama. ([6])
Jika lebih dari 120, maka ada perselisihan di kalangan ulama:
Pertama: Pendapat jumhur (selain mazhab Hanafi, An-Nakha’i dan At-Tsauri) adalah sebagaimana dalam tabel berikut:
Jumlah Unta | Ukuran Zakat yang Wajib Dikeluarkan | |
Dari | Sampai | |
121
130 140 150 160 170 180 190 200 |
129
139 149 159 169 179 189 199 209 |
3 Bintu Labun
1 Hiqqah + 2 Bintu Labun 2 Hiqqah + 1 Bintu Labun 3 Hiqqah 4 Bintu Labun 3 Bintu Labun + 1 Hiqqah 2 Bintu Labun + 2 Hiqqah 3 Hiqqah + 1 Bintu Labun 4 Hiqqah + 5 Bintu Labun |
Setiap kurang dari 10 maka dimaafkan, jika mencapai 10 maka pindah ke Hiqqah atau Bintu Labun dengan dasar setiap 50 ekor = Hiqqah dan setiap 40 ekor = Bintu Labun. ([7])
Kedua: Pendapat mazhab Hanafi, setelah 120 dimulai hitungan baru lagi, setiap 5 ekor dan seterusnya = 1 Kambing ditambah 2 Hiqqah, jika tambahannya mencapai Bintu Makhadh atau Bintu Labun, maka itulah yang wajib dizakatkan, jika mencapai Hiqqah maka wajib dizakati dengannya juga. ([8])
Catatan: tabel di atas mencakup semua jenis unta, baik unta berpunuk dua atau berpunuk satu, unta Arab maupun bukan, selama masih disebut dengan unta.
Pertanyaan: Apa yang dilakukan jika wajib mengeluarkan zakat unta usia tertentu tetapi tidak punya unta tersebut?
Jawab: Ada dua keadaan: ([9])
- Unta yang ia punya adalah kurang dari umur yang wajib dizakatkan: ia menambahkan 2 Kambing atau uang seharga dua kambing.
- Unta yang ia punya adalah melebihi umur yang wajib dizakatkan: ia mengambil dari amil zakat (petugas penarik zakat) 2 Kambing atau uang seharga dua kambing.
Kecuali jika ia wajib mengeluarkan Bintu Makhadh (unta betina 1 tahun) tetapi tidak memilikinya, ia juga tidak punya Bintu Labun (unta betina 2 tahun), ia hanya punya Ibnu Labun (unta jantan 2 tahun), maka Ibnu Labun tersebut mencukupi untuk Bintu Makhadh yang menjadi kewajiban asalnya, tanpa menambah atau pun mengambil kembalian. Berdasarkan hadis Anas dan juga dalam tulisan Abu Bakar tentang zakat. ([10])
Tabel Nisab Zakat Sapi:
Jumlah Sapi | Ukuran Zakat yang Wajib Dikeluarkan | |
Dari | Sampai | |
1
30 40 60 70 80 90 100 |
29
39 59 69 79 89 99 109 |
Tidak wajib zakat
1 Tabi’ atau Tabi’ah (sapi berusia satu tahun jantan atau betina) 1 Musinnah (sapi berusia dua tahun) 2 Tabi’ 1 Tabi’ + 1 Musinnah 2 Musinnah 3 Tabi’ 2 Tabi’ + 1 Musinnah |
Hal ini berdasarkan hadits Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu,
بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ، وَأَمَرَنِي أَنْ آخُذَ مِنَ الْبَقَرِ، مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً، وَمِنْ كُلِّ ثَلَاثِينَ تَبِيعًا، أَوْ تَبِيعَةً
“Nabi ﷺ mengutusku ke Yaman dan menyuruhku untuk mengambil zakat dari setiap tiga puluh ekor sapi zakatnya satu ekor Tabi’ atau Tabi’ah, dan setiap empat puluh ekor sapi zakatnya satu ekor Musinnah.” ([11])
Demikian seterusnya, setiap 30 ekor = 1 Tabi’ atau Tabi’ah dan setiap 40 ekor = 1 Musinnah.
Bagaimana jika mencapai 120 ekor? Ia boleh memilih antara mengeluarkan 4 Tabi’ atau 3 Musinnah. ([12])
Termasuk dalam kategori ini kerbau, karena kerbau adalah sejenis dengan sapi sesuai ijmak ulama, sehingga dianalogikan ketentuan zakatnya dengan sapi. ([13])
Tabel Nisab Zakat Kambing: ([14])
Jumlah Kambing | Ukuran Zakat yang Wajib Dikeluarkan | |
Dari | Sampai | |
1
40 121 201 400 500 |
39
120 200 399 499 599 |
Tidak wajib zakat
1 Kambing 2 Kambing 3 Kambing 4 Kambing 5 Kambing |
Demikian seterusnya, setelah lebih dari 300, maka setiap 100 ekor = 1 Kambing, ini menurut jumhur ulama.
Kambing yang boleh dikeluarkan zakatnya bebas, baik kambing maupun domba, jantan atau betina. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi, Maliki, dan Ibnu Hazm, dan inilah pendapat yang benar. ([15])
Masalah-Masalah Terkait Zakat Hewan Ternak
Jika hewan dimiliki dua orang atau lebih, bagaimana zakatnya?
Jika hewan ternak dimiliki dua orang atau lebih (berserikat), sehingga tercampur, baik tercampur hewannya (sehingga bagian masing-masing tidak terpisah, misalnya karena dari warisan) atau sifatnya (kepemilikan masing-masing terpisah, tapi masih satu tempat merumput dan tempat tinggal), maka dua harta tersebut dianggap satu harta. Hal ini berdasarkan hadits,
وَلاَ يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرِّقٍ، وَلاَ يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ
“Dan janganlah diserikatkan harta yang mula-mula terpisah, dan sebaliknya, jangan pula dipisahkan harta yang pada asalnya adalah harta perserikatan, dengan tujuan menghindar dari penunaian zakat (baik sama sekali, maupun dengan tujuan meminimalkan jumlah zakat). ([16])
Dalam sunan Abu Dawud dengan tambahan,
وَمَا كَانَ مِنْ خَلِيطَيْنِ، فَإِنَّهُمَا يَتَرَاجَعَانِ بَيْنَهُمَا بِالسَّوِيَّةِ
“Adapun jika memang asalnya adalah harta perserikatan, maka (ditunaikan sebagai zakat satu orang, dan) masing-masing pihak yang berserikat menanggungnya sesuai dengan bagian masing-masing.” ([17])
Zakat harta perserikatan dianggap seperti zakat satu orang dengan syarat: ([18])
- Kedua pemiliknya termasuk golongan yang wajib zakat (muslim, merdeka, memilikinya dengan kepemilikan sempurna dst).
- Harta yang tercampur tersebut mencapai nisab.
- Sudah mencapai haul. Jika tidak, maka setiap pemiliknya memiliki haul sendiri.
- Tidak bisa dibedakan harta masing-masing dalam 6 hal: Tempat merumput, kandang, tempat minum, tempat pemerahan, pejantannya, dan penggembalanya.
Pertanyaan:
Pertama: Apa yang dimaksud dengan larangan menyatukan harta yang terpisah dan memisah harta yang bersatu?
Jawaban:
- Perserikatan yang disengaja dengan niat mengurangi jumlah zakat.
Contoh: Ada dua orang, masing-masing memiliki 40 Kambing, dan mereka tidak berserikat. Pada asalnya, masing-masing dari keduanya wajib mengeluarkan zakat satu ekor kambing (total: 2 kambing).
Akan tetapi, mereka mengakal-akali ketentuan zakat dengan menggabungkan kepemilikan keduanya menjadi harta perserikatan sejumlah 80 kambing, sehingga hanya wajib menunaikan zakat sebanyak 1 ekor kambing.
- Pemisahan yang disengaja dengan tujuan menghindar dari zakat.
Contoh: Dua orang berserikat memiliki 40 Kambing, yang mana hak milik masing-masing adalah 20 Kambing. Dengan ini, maka harta perserikatan mereka telah mencapai nisab, sehingga harus menunaikan zakat, yaitu 1 ekor kambing.
Akan tetapi, mereka mengakal-akali ketentuan zakat dengan sengaja memisahkan perserikatan keduanya, sehingga masing-masing memiliki 20 ekor kambing. Dan 20 ekor kambing belumlah mencapai nisab. Dengan itu, mereka berdua terhindar dari zakat.
Kedua: Apa kriteria hewan yang diambil saat zakat?
Binatang yang diambil dalam zakat hewan ternak adalah yang pertengahan. Bukan binatang yang terburuk dan bukan pula binatang yang terbaik. ([19])
Ketiga: Apakah hewan kecil juga dihitung dalam zakat?
Menurut jumhur ulama jika induk hewan-hewan tersebut (unta, sapi dan kambing) mencapai nisab, maka anak-anaknya ikut dihitung beserta induknya, dan anak-anak hewan tersebut mengikuti haul induknya. ([20])
Zakat waqash
Waqash adalah harta yang berada di antara dua batas wajib nisab. Contoh: Seseorang memiliki 9 unta maka ada kelebihan empat unta dari batas awal terkena kewajiban zakat yaitu lima unta dan belum mencapai batas nisab yang kedua yaitu sepuluh unta.
Hukum zakat waqash
Waqash tidak ada zakatnya, ini merupakan kesepakatan empat mazhab dan merupakan pendapat mayoritas ulama([21]). Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda,
لَيسَ فِي الأَوقَاصِ شَيءٌ
“Tidak ada zakat pada waqash.”([22])
Footnote:
____________
([1]) Lihat: Al-Ijma’ (hlm. 45).
([2]) Para ulama berselisih pendapat tentang zakat kuda:
Pendapat Pertama: Pendapat mayoritas ulama -di antara mereka adalah dua murid Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan- bahwa selama kuda tersebut tidak diperdagangkan, maka tidak wajib padanya zakat, sekalipun kuda tersebut digembalakan dan dikembangbiakkan, baik dipekerjakan maupun tidak. (Lihat: Al-Mughni (2/620), Fathul Qadir (1/502), dan Syarh Minhaj (2/3).)
Pendapat tersebut dikuatkan dengan hadits,
لَيْسَ عَلَى المُسْلِمِ فِي فَرَسِهِ وَغُلاَمِهِ صَدَقَةٌ
“Tidak ada kewajiban sedekah bagi seorang muslim pada kuda dan budaknya.”( HR. Bukhari No. 1464 dan Muslim No. 628)
Pendapat Kedua: Abu Hanifah dan Zufar berpendapat bahwa kuda yang digembalakan, baik jantan maupun betina, wajib padanya zakat. Mereka berdalil dengan hadis,
الْخَيْلُ لِرَجُلٍ أَجْرٌ، وَلِرَجُلٍ سِتْرٌ، وَعَلَى رَجُلٍ وِزْرٌ… وَلَمْ يَنْسَ حَقَّ اللَّهِ فِي رِقَابِهَا وَلَا فِي ظُهُورِهَا
“Kuda bisa jadi mendatangkan pahala bagi seseorang, bisa juga menjadi penghalang (dari azab), dan bisa juga menjadi bencana baginya… dan dia tidak lupa hak Allah pada riqab (leher) dan punggungnya”.( HR. Bukhari No. 2371 dan Muslim No. 987)
Yang dimaksud dengan hak riqab adalah zakatnya.(Lihat: Al-Istidzkar (5/11)
Yang rajih adalah bahwa kuda tidak dikenakan zakat kecuali jika untuk diperjualbelikan (karena jika diperjual belikan maka akan terkena zakat perdagangan). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ ,
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِيْ عَبْدِهِ وَلَا فرَسِهِ صَدَقَةٌ
“Seorang muslim tidak wajib membayarkan zakat budaknya dan kudanya.” (HR. Bukhari No. 1463 dan Muslim No. 982)
Adapun dalil yang digunakan oleh mazhab Hanafi maka bantahannya adalah sabda Rasulullah ﷺ ,
قَدْ عَفَوْتُ لَكُمْ عَنْ صَدَقَةِ الْخَيْلِ وَالرَّقِيْقِ
“Sungguh aku telah memberikan keringanan kepada kalian dari membayar zakat kuda dan budak.” (HR. Abu Daud No. 1574, Tirmizi No. 620, dan Nasai No. (5/37), dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam kitabnya Shahih Sunan at-Tirmidzi No. 620)
([3]) Lihat: Syarh al-Mumti’ (6/52-53).
([4]) Lihat: Syarh Fath al-Qadir (1/509) dan al-Mughni (2/576).
([5]) Berdasarkan hadis Anas h dalam tulisan Abu Bakar h yang diriwayatkan oleh Bukhari No. 1454, Abu Dawud No. 1567, dan Nasai (5/18).
([6]) Lihat: Al-Majmu’ (5/400), Al-Amwal karya Abu Ubaid (hlm. 363), dan Al-Mughni (2/577).
([7]) Fiqh az-Zakah, Dr. Yusuf Al-Qardhawi (1/195).
([8]) Lihat: Fath al-Qadir (1/497).
([9]) Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari No. 1453 dan Ibnu Majah No. 1800.
([10]) HR. Bukhari No. 1448 dan Nasai No. 2447.
([11]) HR. Tirmidzi No. 619, Abu Dawud No. 1561, Nasai (5/26) dan Ibnu Majah No. 1803. Dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam kitabnya Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah No. 1803. Sebenarnya dalam hadis ini tidak disebutkan batas minimal nisab, tetapi jumhur ulama berpendapat bahwa di bawah 30 ekor tidak wajib zakat.
([12]) Lihat: Majmu’ al-Fatawa (25/37).
([13]) Lihat: Al-Muhalla (6/2), al-Mughni (2/594), dan Majmu’ al-Fatawa (25/27-35).
([14]) Berdasarkan hadis Anas dalam tulisan Abu Bakar i. Para ulama sepakat bahwa kambing dan domba digabung dan dianggap satu jenis. [Lihat: Al-Majmu’ (5/417) dan Majmu’ al-Fatawa (25/30-35)].
([15]) Lihat: Al-Muhalla (5/268), al-Majmu’ (5/422) dan Hasyiah Ibnu Abidin (2/19).
([17]) HR. Abu Dawud No. 1568. Dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam kitabnya Irwa’ al-Ghalil No. 798.
([18]) Lihat: Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu (2/851). Sementara itu, Hanafiyah dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa tercampurnya harta tidak mempengaruhi hukum, sehingga tidak menjadikan harta tersebut dihukumi satu harta. [Lihat: Al-Muhalla (6/51)].
([19]) Berdasarkan hadis Muadz ketika diutus Rasulullah ﷺ ke Yaman. HR. Bukhari No. 1496 dan Muslim No. 19.
([20]) Lihat: Majmu’ al-Fatawa (25/38).
([21]) Ibnu Mundzir rahimahullah berkata,
قَالَ أَكْثَرَ العُلَمَاءِ : لَا شَيْئَ فِي الأَوْقَاصِ
“Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak ada zakat pada waqash.” [Lihat: al-Majmu’ (5/393)].
([22]) HR. Thabrani dalam al-Kabir (20/168), dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam sahih al-Jami’ No. 5409.