Hadis 11
Adab-Adab Minum
وَعَنْهُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالىَ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Abū Hurairah beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang dari kalian minum dalam keadaan berdiri.”([1])
Bentuk lahir dari redaksi hadis ini menunjukkan bahwasanya seorang muslim diharamkan minum dalam keadaan berdiri karena kaidah usul fikih mengatakan,
الأَصْلُ فِي النَّهْيِ اِلتَّحْرِيْمُ
“Hukum asal dalam larangan adalah pengharaman.”
Oleh karena itu, sebagian ulama (seperti ulama zhāhiriyyah) mengambil makna zahir hadis ini. Mereka mengatakan bahwa minum sambil berdiri hukumnya adalah haram. Artinya, jika seseorang minum dalam kondisi berdiri, maka dia berdosa karena melanggar sesuatu yang diharamkan.
Adapun jumhur ulama menafsirkan hadis ini dengan makna “tidak utama”. Artinya, janganlah salah seorang dari kalian minum dalam kondisi berdiri karena hal itu tidak utama. Yang utama adalah seseorang minum dalam kondisi duduk, meskipun boleh minum dalam kondisi berdiri.
Pendapat mayoritas ulama yang memandang tidak haram minum dalam kondisi berdiri didasarkan pada beberapa hadis yang menunjukkan bahwa Rasulullah Muhammad ﷺ pernah minum dalam kondisi berdiri. Contohnya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan juga Imam Muslim, dari Ibnu ‘Abbas radhiyAllahu Ta’āla ‘anhumā, beliau berkata,
سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ
“Aku memberikan kepada Rasulullah ﷺ air minum dari zamzam maka Beliau pun minum air zamzam tersebut dalam kondisi berdiri.”([2])
Kemudian, ada hadis lain yang juga dalam Sahih Al-Bukhari, dari ‘Ali bin Thālib RA, beliau pernah minum berdiri. Beliau diberikan air kemudian beliau minum berdiri tatkala beliau berada di Kuffah. Beliau berkata,
إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ. وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ
“Sesungguhnya orang-orang tidak menyukai jika salah seorang dari mereka minum dalam kondisi berdiri. Sementara aku pernah melihat Rasulullah ﷺ melakukan apa yang pernah kalian lihat aku melakukannya.”
Artinya, “Aku (‘Ali bin Abī Thālib) pernah melihat Rasulullah ﷺ minum berdiri sebagaimana kalian sekarang melihat aku minum berdiri.”([3])
Inilah yang dijadikan dalil oleh jumhur ulama bahwasanya minum dalam kondisi berdiri hukumnya adalah boleh, terutama jika ada kebutuhan.
Namun, terdapat ikhtilaf di antara para ulama pada masalah ini, yaitu bagaimana mengompromikan arahan hadis-hadis tadi di mana secara lahirnya saling bertentangan. Ada hadis yang menunjukkan larangan (Rasulullah melarang untuk minum sambil berdiri) dan ada hadis-hadis yang menunjukkan Rasulullah pernah minum sambil berdiri dan bahkan dipraktikkan oleh ‘Ali bin Abī Thālib RA dengan minum sambil berdiri.
- Pendapat pertama
Mereka berpendapat bahwa hadis-hadis yang menunjukkan larangan untuk minum sambil berdiri itu datang terakhir. Dengan demikian, hadis-hadis itu memansukhkan/menghapus kandungan hukum hadis-hadis yang membolehkan minum berdiri.
Namun, tentu saja ini pendapat yang tidak kuat. Hal ini dibuktikan perbuatan ‘Ali bin Abī Thālib RA yang menyampaikan atau mempraktikkan minum sambil berdiri ketika beliau sedang di Kota Kufah di Irak, di masa beliau menjabat sebagai khalifah setelah wafatnya Rasulullah ﷺ . Ini menunjukkan bahwasanya ‘Ali bin Abī Thālib RA memahami hukum tersebut tetap berlaku.
- Pendapat kedua
Mereka menyatakan bahwa hadis-hadis yang melarang minum berdiri telah dimansukh oleh hadis-hadis yang membolehkan untuk minum berdiri. Jadi, pendapat ini berkebalikan dengan pendapat yang pertama.
Akan tetapi pendapat kedua ini pun bukanlah pendapat yang kuat. Masalah penentuan nasikh dan mansukh membutuhkan dalil yang lebih kuat, membutuhkan kepastian mana dalil yang lebih dahulu dan mana yang belakangan. Dalam hal ini tidak ada dalil yang secara terperinci menjelaskan tentang semua itu.
Ada juga sebagian ulama yang berpendapat bahwa bolehnya minum sambil berdiri hanyalah kekhususan Rasulullah, sedangkan kita sebagai umat Rasulullah tidak boleh minum berdiri.
Mereka berpendapat bahwa dalam hal ini Rasulullah memiliki kekhususan karena pada waktu berbicara melarang minum, Beliau berbicara dengan ucapan, yaitu dengan mengatakan, “Jangan salah seorang dari kalian minum berdiri.” Adapun ketika Beliau minum sambil berdiri adalah perbuatan, bukan ucapan. Maka hal ini menunjukkan bolehnya minum sambil berdiri adalah kekhususan bagi Rasulullah ﷺ .
Namun pendapat ini juga dibantah oleh sebagian ulama yang lain. Mereka mengatakan, kalau hal itu merupakan kekhususan Rasulullah ﷺ , kenapa lantas dipraktikkan oleh ‘Ali bin Abi Thalib? Bahkan para sahabat juga turut mempraktikannya. Ibnu Umar RA berkata:
كُنَّا نَشْرَبُ وَنَحْنُ قِيَامٌ، وَنَأْكُلُ وَنَحْنُ نَمْشِيْ، عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –
“Kami dahulu minum sambil berdiri, dan kami makan sambil berjalan di masa hidup Rasulullah.”([4])
Dengan demikian pendapat yang paling kuat adalah pendapat jumhur ulama yang mengompromikan/mengombinasikan antara dua model arahan dari hadis-hadis dalam tema ini. Mereka membawa laranga minum sambil berdiri pada salah satu hadis itu kepada makna khilaful awlā (lawan dari yang utama), yaitu bahwasanya lebih utama untuk tidak minum sambil berdiri. Di sisi lain mereka membolehkan minum sambil berdiri berdasarkan dalil-dalil yang membolehkan, terutama dalam kondisi tertentu yang memang diperlukan minum sementara dia dalam keadaan berdiri.
Kesimpulannya, disunahkan bagi seorang muslim ketika minum untuk mengambil posisi duduk. Dengan itu ia akan mendapatkan ganjaran dari Allah ﷻ. Namun jika dia ada keperluan, dia boleh minum dalam keadaan berdiri.
Terkait hal ini, Al-Hāfizh Ibnu Hajar menuliskan dua bait syair,
إذَا رُمْتَ تَشْرَبُ فَاقْعُـدْ تَفُزْ…. بِسُنَّةِ صَفْوَةِ أهلِ الحِجـَــازِ
وَقَـدْ صَحَّحُـوا شُرْبَهُ قائِماً …… وَلَكِنَّهُ لِبَيَانِ الْجَــــــوَازِ
“Jika kau hendak minum maka minumlah dalam keadaan duduk, maka kau akan mendapatkan pahala sunahnya Rasulullah ﷺ , pemuka penduduk Hijāz.
Para ulama telah mengesahkan (hadis-hadis bahwa) Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah minum dalam keadaan berdiri, akan tetapi Beliau minum berdiri tersebut hanyalah untuk menjelaskan bolehnya minum berdiri.”([5])
Maka, sebagai umat Islam, jika ingin mengikuti sunah Rasulullah ﷺ utamanya kita minum dalam keadaan duduk. Namun jika ada keperluan (kebutuhan) boleh kita minum sambal berdiri sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ .
Peringatan :
Sebagian kalangan masyarakat awam di tanah air kita memandang bahwa makan dan minum sambil berdiri hukumnya tercela dengan berdalih bahwa hal itu menyerupai binatang, dan Allah berfirman :
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ
“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang.”([6])
Maksud dari ayat tersebut adalah bukan cara makannya -yaitu cara makan binatang yang makan dan minum sambil berdiri- melainkan bahwa kehidupan orang-orang kafir hanyalah dipenuhi dengan bersenang-senang dan makan-makan serta melupakan adanya hari akhirat dan hari pembalasan. Hal ini sebagaimana binatang yang kehidupannya hanyalah makan tanpa memikirkan hari akhirat.([7]) Pikiran mereka yang utama hanyalah terpusat pada nasfsu perut dan kemaluan mereka sebagaimana binatang.([8])
Footnote:
_________
([2]) HR. Bukhari no. 1637 dan Muslim no. 2027.
([4]) HR. Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, dan Tirmidzi dan dinyatakan sahih oleh Tirmidzi dengan berkata: Hadis sahih ghorib, dan juga dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam as-Sahihah No. 3178.
([5]) Sebagaimana dikutip oleh Al-Munawi dalam al-Yawaqit wa ad-Durar fi Syarhi Nukhbati Ibni Hajar 1/170
([7]) Lihat Tafsir At-Thabari 21/197.
([8]) Lihat Tafsir Al-Qurthubi 16/235 dan Tafsir Al-Baghowi 7/281