Hadis 8
Adab-Adab Memberi Salam dalam Rombongan
Dari ‘Ali bin Abi Thālib Radhiallahu ‘anhu , beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
يُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ وَيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ
“Cukuplah bagi sekelompok orang jika melewati sekelompok lainnya, agar salah seorang dari kelompok yang lewat tersebut memberikan salam. Begitu pula sebaliknya, cukup satu orang dari kelompok yang dilewati untuk membalas salam tersebut.”([1])
Hukum mengucapkan dan membalas salam tersebut adalah fardu kifayah, di mana jika sudah dilakukan oleh sejumlah yang mencukupi, maka ia gugur dari yang lainnya.
Apabila seseorang memberi salam kepada sekelompok orang, maka cukup salah seorang di antara sekelompok orang tersebut yang menjawabnya untuk menggugurkan kewajiban menjawab salam dari orang-orang lainnya di kelompok tersebut.
Meskipun yang wajib menjawab hanyalah salah satu di antara rombongan tersebut, tetapi jika seandainya mereka semua menjawab salam tersebut, maka itu lebih baik dan lebih besar pahalanya. Demikian pula sebaliknya. Rasulullah ﷺ memerintahkan kita secara umum untuk menebarkan salam, maka semakin banyak salam yang ditebarkan, maka akan semakin baik dan besar pahalanya.
FAEDAH
Adab terkait yang perlu disampaikan juga dalam pembahasan ini, adalah yang dituntunkan pada firman Allah ﷻ:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
“Jika kalian diberi salam dengan suatu salam maka jawablah dengan salam yang lebih baik atau yang semisalnya.” (QS. An-Nisā: 86)
Allah ﷻ memerintahkan kita untuk menjawab salam dengan jawaban yang semisal, atau yang lebih baik, baik dari segi kata yang diucapkan, maupun dari segi cara membalas salam tersebut. Ini adalah sesuatu yang penting dan harus diperhatikan.
Jika kita bertemu dengan saudara kita, kemudian dia mengucapkan “Assalāmu’alaykum wa rahmatullāh”, maka sekurangnya kita menjawab dengan “Wa’alaykumussalam wa rahmatullāh”, dan sebaiknya kita menjawab dengan, “Wa’alaykumussalam wa rahmatullāh wa barakātuh”.
Adapun jika saudara kita mengucapkan kepada kita, “Assalāmu’alaykum warahmatullah wa barakatuh,”, maka kita harus menjawab dengan ucapan yang sama, yaitu “Wa’alaykumussalām warahmatullahi wa barakatuh”. Kita tidak boleh([2]) menambah-nambah salam dengan ucapan karangan sendiri, karena salam terlengkap yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ kepada kita adalah Assalāmu’alaykum warahmatullah wa barakatuh.
Dan juga, jika saudara kita memberi salam kepada kita sembari tersenyum memandang wajah kita, kita pun harus berusaha memandangnya dengan tersenyum kepadanya. Jangan sampai lisan kita mengucapkan salam, akan tetapi wajah kita cemberut dan masam.
Saudaraku pembaca, mengucapkan salam adalah salah satu perekat utama persaudaraan kita, sesama kaum muslimin. Hadirkanlah makna dan keindahan salam dalam hati kita, niscaya sunah ini akan mudah kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ukhuwah islamiah di antara kita semakin kuat. Salam -dengan izin Allah ﷻ-, jika diucapkan dengan tulus dan baik, akan melunturkan kebencian, hasad, dan permusuhan yang ada di antara kita, dan akan menumbuhkan benih-benih kasih sayang dan kecintaan di antara kita. Ingatlah selalu sabda manusia yang paling mengasihi kita, Rasulullah ﷺ:
لا تَدْخُلُون الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku ajarkan kepada kalian suatu amalan yang dapat membuat kalian saling mencintai? Tebarkanlah salam diantara kalian.” ([3])
Footnote:
__________
([1]) HR. Ahmad dan Baihaqi dalam kitab Al-Aadaab No. 215
Sanad hadis ini lemah, karena salah satu perawinya, yaitu Sa’īd bin Khalid Al-Khuzā’i Al-Madani, adalah seorang perawi yang dinyatakan lemah oleh para ahli hadis, seperti Imam Bukhari, Abu Hatim, Abu Zur’ah, dan Ad-Daraquthni.
Akan tetapi Syekh Al-Albani RH menyebutkan beberapa hadis pendukung yang semakna dengan kandungan hadis ini (syawahid). Beliau RH menyatakan meskipun seluruh sanad syawahid tersebut juga lemah, akan tetapi kesemuanya dapat saling menguatkan, sehingga hadis tersebut dapat dinyatakan hasan. Hal senada juga dinyatakan oleh Syekh Al-Bassam. [Lihat: Irwa’ al-Galil (3/244) dan Taudhih al-Ahkam]
([2]) Disebutkan dalam atsar yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ (2/959), bahwa Ibnu Abbas RA pernah menegur seseorang yang menambah-nambahi ucapan salam dengan ucapan karangan sendiri, yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya juga menegaskan hal yang senada. [Lihat: Tafsir al-Qurthubi (5/299)]