Hadis 6
Anjuran Menjilati Jari Sesudah Makan
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم: «إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Hadis dari Ibnu ‘Abbas RA beliau berkata: Rasulullah ﷺbersabda, “Jika salah seorang dari kalian memakan makanan, janganlah ia mengusap tangannya hingga ia menjilatnya, atau menjilatkan tangannya tersebut (kepada orang lain).”([1])
Hadis ini mengajarkan kepada kita salah satu adab makan yang penting. Hendaknya setiap kita berusaha menghabiskannya makanannya hingga bersih tak tersisa, serta berusaha semaksimal mungkin meminimalkan kemubaziran, sehingga dengannya kita semakin jauh dari sikap kufur nikmat, dan semakin mudah untuk menjadi hamba Allah ﷻ yang bersyukur.
Seorang muslim selaiknya mengambil makanan sesuai porsi kebutuhannya, kemudian menghabiskannya, dan jangan sampai ada sedikit pun dari makanannya yang terbuang secara sia-sia. Kemudian, dalam etika memakan makanan, agama Islam mengajarkan agar sisa-sisa makanan terkecil yang tertinggal atau menempel di jari-jemari dan peralatan makan juga dibersihkan, dengan cara dijilat, sehingga makanan yang telah kita ambil benar-benar habis.
Bahkan jika ada makanan telah jatuh ke tanah dan masih mungkin untuk dibersihkan, maka janganlah dibuang. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا، فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا، وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ، وَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ
“Jika makanan kalian terjatuh, maka ambilah. Hendaknya dibersihkan makanan tersebut dari kotoran yang menempel padanya, lalu makanlah. Jangan sekali-kali ia tinggalkan makanan tersebut untuk setan. Dan juga, janganlah ia membersihkan tangannya (setelah makan) dengan sapu tangan hingga ia menjilatnya, karena ia tidak tahu di bagian mana dari makanannya yang terdapat keberkahan.” ([2])
Di zaman para sahabat Nabi ﷺ, jika ada makanan yang terjatuh, kemungkinan ia jatuhnya di pasir atau di tanah. Meskipun demikian, Rasulullah ﷺ tetap memerintahkan mereka untuk memungutnya, membersihkannya, lalu memakannya, selama masih memungkinkan untuk itu. Lalu, bagaimana lagi jika makanan tersebut hanya terjatuh di karpet dan lantai yang bersih, seperti di zaman kita saat ini?! Bukankah lebih mudah bagi kita untuk melaksanakan arahan Rasulullah ﷺ ini?!
Adab yang mulia ini merupakan salah satu bentuk syukur dan penghargaan kita terahimahullahadap nikmat makanan yang telah Allah ﷻ karuniakan. Dengan memakannya hingga habis seluruhnya, bahkan hingga menjilati bagian-bagian yang tersisa darinya, berarti kita tidak membiarkan makanan yang telah dikaruniakan Allah ﷻ itu terbuang percuma. Betapa tidak bersyukurnya kita, jika kita membiarkan sisa-sisa nikmat yang menempel pada jari-jemari, sendok, atau piring kita, hingga ia tercuci dan terbuang bersama sampah dan kotoran.
Ingatlah selalu saudaraku, bahwa nikmat makanan yang telah Allah ﷻ berikan kepada kita, yang mungkin terasa mudah untuk diraih oleh sebagian kita, sejatinya merupakan karunia besar yang sangat diharapkan oleh saudara-saudara kita di belahan bumi lain yang sedang dilanda kelaparan dan kemiskinan. Satu suapan yang kita sia-siakan, bisa jadi adalah sesuap makanan yang selalu diharapkan oleh saudara-saudara kita dalam doa-doa mereka. Bersyukurlah saudaraku, agar nikmat itu selalu Allah ﷻ tambahkan. Amalkanlah tuntunan Rasulullah ﷺ pada hadis Beliau yang mulia ini.
Selain itu pula, kita tidak pernah tahu di bagian manakah Allah ﷻ meletakkan keberkahan di antara makanan-makanan yang kita makan. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ
“Kalian tidak tahu di bagian mana dari makanan tersebut keberkahannya.” ([3])
Bisa jadi Allah ﷻ meletakkan keberkahan itu pada suapan-suapan awal yang kita makan, bisa jadi di tengah-tengahnya, dan bisa jadi pula Allah ﷻ meletakkan berkah makanan itu di bekas-bekas dan remah-remah yang tersisa dari makanan kita, yang melekat di piring, sendok, atau bahkan jari-jemari kita. Karenanya, untuk memburu keberkahan itu, kita berusaha menghabiskan makanan kita sampai bagian-bagian terakhirnya, dan salah satu cara terbaiknya adalah dengan menjilati sisa-sisa makanan tersebut hingga bersih.
Rasulullah ﷺ kemudian bersabda:
أَوْ يُلْعِقَهَا
“Atau dia jilatkan kepada orang lain.” ([4])
Sunah ini dapat dilakukan antara suami dan istri, atau antara orang tua dengan anak-anaknya. Bahkan para ulama menyatakan bahwa perbuatan ini dapat terus menyuburkan benih-benih cinta dan kasih sayang di antara mereka.
Demikianlah adab-adab mulia yang diajarkan oleh Islam. Adab yang penuh akan hikmah dan keberkahan ini seringkali terlupakan oleh kita. Ia tampak sepele, namun kebaikan dan kemaslahatan yang terkandung di dalamnya sangatlah berahimahullaharga.
Perhatian
Saudaraku pembaca, jangan dengarkan suara-suara sumbang yang mengatakan, “Apa itu Islam, kok adabnya aneh, sampai menjilat-jilat jari segala?! Menjijikkan sekali!”
Jangan sampai pikiran-pikiran semacam itu terbersit dalam benak kita. Ketahuilah saudaraku, hal pertama yang harus kita lakukan ketika mengetahui suatu ajaran yang valid dari Rasulullah ﷺ, adalah mengatakan “sami’na wa atha’na (saya dengar dan saya laksanakan)”. Terlebih lagi, para ulama telah menjelaskan kepada kita hikmah yang luar biasa di balik sunah yang agung ini, sebagaimana diuraikan sebelumnya. Perintah dan anjuran dari Rasulullah ﷺ seharusnya sudah cukup untuk menjadi motivasi dan semangat kita, sebagai seorang muslim, dalam menjalankan sunah ini. Semoga Allah ﷻ memudahkan langkah kita semua untuk menjadi hamba-Nya yang bersyukur dan bertakwa, hingga kita menggapai rida-Nya. Amin.
Footnote:
________
([1]) HR. Bukhari No. 5456 dan Muslim No. 2020