Pesona Surga
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Surga adalah impian semua orang. Bukan hanya impian orang-orang saleh, bahkan impian para nabi. Oleh karenanya, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Sang Khalilurrahman, beliau berdoa,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ
“Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan.” (QS. Asy-Syuara’: 85)
Bahkan, Nabi Muhammad ﷺ di dalam banyak doanya meminta surga. Beliau ﷺ berdoa,
اَللَّهُمَ إِنِّ أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ
“Ya Allah aku mohon padamu surga.” ([1])
Nabi Muhammad ﷺ juga menasihati umatnya, ketika meminta kepada Allah ﷻ, maka hendaknya meminta surga yang paling tinggi,
فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ
“Maka jika kalian meminta kepada Allah, maka mintalah surga Firdaus, karena itu adalah surga yang paling tengah dan tertinggi.”([2])
Ini adalah tabiat setiap mukmin, yaitu rindu surga. Sehingga Allah ﷻ menjadikan kehidupan dunia ini terkontaminasi dengan kesedihan dan kekhawatiran. Sejak Nabi Adam ‘alaihissalam diturunkan dari surga, Allah ﷻ berfirman,
فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ
“Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi sengsara.” (QS. Taha: 117)
Padahal, ketika itu Nabi Adam ‘alaihissalam berada di surga dengan kenikmatan yang luar biasa. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعْرَىٰ . وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَىٰ
“Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya.”(QS. Taha: 118-119)
Artinya Nabi Adam ‘alaihissalam akan selalu merasa bahagia dalam surga, lalu Allah ﷻ memberikan peringatan kepadanya, agar berhati hati terhadap iblis, dengan berkata, “Jangan sampai Iblis mengeluarkanmu maka kamu akan sengsara”. Namun, ternyata Iblis berhasil menggoda nenek moyang kita. Akhirnya Nabi Adam ‘alaihissalam turun ke muka bumi kemudian hidup penuh dengan kepayahan.
Allah ﷻ menjadikan kehidupan di bumi ini dengan tabiatnya yang penuh dengan keletihan. Bahkan, Allah ﷻ bersumpah akan hal tersebut. Allah ﷻ berfirman,
لَا أُقْسِمُ بِهَٰذَا الْبَلَدِ . وَأَنْتَ حِلٌّ بِهَٰذَا الْبَلَدِ . وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ . لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ .
“Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah), dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini, dan demi bapak dan anaknya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al-Balad: 25)
Sebelum mengabarkan tentang manusia yang diciptakan dalam keadaan susah payah, Allah ﷻ bersumpah dengan tiga hal untuk menekankan kabar tersebut. Maka dari itu, tidak ada kehidupan di atas muka bumi ini yang lepas dari kesedihan dan kekhawatiran.
Kenapa Allah menjadikan seperti itu? Agar kita merindukan kehidupan yang tidak ada dalamnya kesedihan dan kekhawatiran, yaitu di surga. Siapa pun dia, pasti pernah merasakan kesedihan dan kekhawatiran, karena memang Allah ﷻ sudah bersumpah bahwasanya manusia diciptakan dengan kondisi demikian. Itulah tabiat kehidupan manusia.
Seorang wanita bersedih karena tidak ada yang datang melamarnya, padahal usia sudah berlanjut dewasa. Dia menanti pemuda yang berani untuk melamarnya, akan tetapi tak kunjung datang. Di sisi lain teman-temannya sudah bergandengan tangan dengan pasangan masing-masing, akhirnya dia pun bersedih.
Sebaliknya ada seorang wanita bersedih, setiap hari dimarahi, dibentak dan dipukul oleh suaminya. Sampai dia berangan-angan “Seandainya saya tidak punya suami”. Sebagian mereka juga bersedih, sudah berangan-angan sampai bertahun-tahun, akan tetapi tidak diberi anak/keturunan oleh Allah ﷻ. Sementara wanita yang lain juga bersedih, karena memiliki anak yang sering bermasalah.
Demikianlah kehidupan, Si miskin sakit, Si kaya pun juga sakit. Tidak ada yang hidup selalu senang dan bahagia. Bahkan, terkadang kita melihat seseorang yang sepertinya bahagia, akan tetapi di belakang itu mereka memiliki kesedihan yang luar biasa. Terlebih lagi sebab kesedihan di dunia ini sangat lah banyak. Kita bisa sedih ketika melihat berita, mendengar kabar buruk, melihat tingkah anak yang tidak sukai dan banyak lagi. Itulah tabiat kehidupan, agar kita selalu ingat bahwasanya di sana ada kehidupan yang tidak ada kesedihan dan kekhawatiran.
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya, “Kapankah seorang hamba beristirahat?” beliau menjawab, “Ketika kakinya sudah sampai surga”([3]). Oleh karenanya, selama kita di dunia, kita akan terkontaminasi dengan kesedihan dan kekhawatiran.
Adapun ketika sudah masuk surga, Allah ﷻ berfirman,
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ
“Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadapmu dan tidak (pula) kamu bersedih hati.” (QS. Al-A’raf: 49)
Surga adalah tempat yang tidak ada kesedihan dan kekhawatiran. Disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa dikatakan kepada penghuni surga,
إنَّ لَكُمْ أنْ تَصِحُّوا فلا تَسْقَمُوا أبَدًا, وإنَّ لَكُمْ أنْ تَحْيَوْا فلا تَمُوتُوا أبَدًا, وإنَّ لَكُمْ أنْ تَشِبُّوا فلا تَهْرَمُوا أبَدًا, وإنَّ لَكُمْ أنْ تَنْعَمُوا فلا تَبْأَسُوا أبَدًا
“Wahai para penghuni surga, sesungguhnya kalian akan senantiasa sehat dan tidak pernah sakit selama lamanya. Sesungguhnya kalian akan senantiasa hidup dan tidak akan mati selama lamanya. Sesungguhnya kalian akan senantiasa muda dan tidak akan pernah tua selamanya. Sesungguhnya kalian akan senantiasa bahagia dan tidak ada kesengsaraan selama lamanya.” ([4])
Hadits tersebut menjelaskan tentang kenikmatan surga bahwa penghuni surga senantiasa sehat dan tidak ada rasa sakit selamanya. Selain itu, Nabi Muhammad ﷺ juga melanjutkan kenikmatan yang lain bahwa penghuninya akan senantiasa hidup dan tidak akan mati selama lamanya.
Tidak ada kematian di surga, karena pada hari kiamat akan didatangkan maut dalam bentuk kambing kemudian disembelih di antara penghuni surga dan penghuni neraka. Lalu dikatakan kepada penghuni surga “Kalian akan kekal selamanya”, maka bertambahlah kebahagiaan mereka. Begitu juga dikatakan kepada penghuni neraka “kalian akan kekal selamanya”, maka bertambahlah kesedihan mereka.
Di antara kenikmatan surga yang lain adalah penghuninya akan senantiasa muda dan tidak akan pernah tua selamanya. Di dunia kita pasti akan bertambah tua. Akan tetapi, di surga kelak penghuninya akan senantiasa muda dan tidak menua. Orang yang tadinya muda, gagah, pandangan tajam, pendengaran kuat, mudah untuk berlari, mudah melangkah, dapat berteriak dengan kuat, semua itu lama kelamaan akan melemah. Itu adalah pertanda dari Allah ﷻ bahwa kehidupan dunia tidak akan abadi.
Adapun penghuni surga akan selalu muda. Mereka berusia tiga puluh tiga tahun di mana seseorang berada dalam puncak usianya untuk beraktivitas. Setelah itu, dikatakan lagi kepada penghuni surga mereka akan senantiasa bahagia dan tidak ada kesengsaraan selama lamanya. Itulah kesimpulan dari keindahan surga. Oleh karenanya, Allah ﷻ berfirman,
وَإِذَا رَأَيْتَ ثَمَّ رَأَيْتَ نَعِيمًا
“Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat di mana saja kenikmatan.” (QS. Al-Insan: 20)
Di dalam surga kelak, di mana pun kita meletakkan pandangan kita, yang terlihat adalah keindahan dan kesenangan, karena semua yang terlihat di surga mendatangkan kebahagiaan. Berbeda dengan dunia, karena tidak semua yang kita lihat di dalamnya dapat menyenangkan hati.
Dari sini, kita perlu untuk berbicara tentang surga, agar kita ingat bahwa hidup di dunia sangat lah sebentar, kehidupan dunia tidaklah abadi. Sejatinya kita sedang berada dalam tahapan dari perjalanan yang panjang. Ada beberapa tahapan dari perjalanan kita. Di mulai sejak pertama kali ketika masih berupa janin, kemudian hidup di dunia yang mungkin hanya sampai 60-70 tahun. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَعْمَارُ أُمَتِي مَا بَيْنَ السِتيِنَ إِلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِك
“Umur umatku di antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan sedikit dari mereka yang melewatinya.” ([5])
Setelah dia melewati umurnya dan meninggal dunia, kemudian memasuki alam barzah yang mungkin itu ratusan tahun atau ribuan tahun. Setelah itu, dia akan masuk ke tahapan padang mahsyar yang sehari rasanya seperti lima puluh ribu tahun. Di situlah kita akan melewati tahapan-tahapan, mulai dari dibangkitkan, lalu menunggu kedatangan Allah ﷻ untuk hisab, kemudian mizan, lalu sirath dan qantharah dan kemudian tahapan terakhir yaitu surga atau neraka yang abadi.
Maka, jika dibandingkan kehidupan dunia kita dengan alam barzah saja tidak ada apa apanya. Apalagi jika dibandingkan dengan padang mahsyar maka kehidupan ini sangat lah sedikit. Dibandingkan dengan surga dan neraka yang abadi maka kehidupan kita tidak ada nilainya, maka harus diisi dengan sebaik baiknya.
Ketika Nabi Muhammad ﷺ tidur di atas tikar yang terlihat tidak nyaman, dikatakan kepada beliau kenapa tidak mengganti dengan kasur yang bagus dan empuk? Akan tetapi, beliau berkata,
مَالِي وَلِلدُّنْيَا إِنمَّا مِثْلِي وَمِثْلُ الدُّنْيَا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa urusanku dengan dunia, aku di dunia tidak lain seperti pengendara yang bernaung di bawah pohon setelah itu pergi dan meninggalkannya.”([6])
Dalam hadits itu, Nabi Muhammad ﷺ mengibaratkan bahwa kehidupan hanya seperti orang yang sedang safar, lalu berteduh di bawah pohon, lalu meninggalkannya kembali. Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ ، أَوْ عَابِرِ سَبِيلٍ
“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau orang yang ingin lewat saja”([7])
Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ juga ketika melihat kehidupan yang sulit, beliau bersabda,
اَللَّهُمَّ لَا عَيْشَ إِلَّا عَيْشَ الآخِرَة
“Ya Allah sesungguhnya tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat”([8])
Nabi Muhammad ﷺ mengucapkan perkataan tersebut dalam perang Khandaq, dengan pasukan sekitar 2.000 orang. Yang akan datang ingin menyerang kota Madinah sebanyak 10.000 orang. Saat itu, Madinah sedang musim dingin, sedangkan para sahabat dilanda kelaparan. Sampai-sampai para sahabat mengikat perut-perut mereka dengan batu untuk menahan kelaparan. Dalam kondisi itu juga, sebelum datang pasukan musuh, mereka harus menggali Khandaq yang lebar dan dalamnya sebesar lima meter dengan panjang berkilo-kilo. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ mengatakan perkataan tersebut.
Sebagian ulama berpendapat bahwa hendaknya ini juga diucapkan ketika kita melihat sesuatu yang mewah dan sesuatu yang susah. Ini adalah pendapat Syaikh Utsaimin rahimahullah. Tatkala kita melihat sesuatu yang tidak mengenakan hati ingatlah bahwa tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat, begitu pula tatkala kita melihat kemewahan dunia. Ingatlah bahwa tidak ada kehidupan, kecuali kehidupan akhirat. Hal itu agar kita selalu ingat bahwa ada kampung yang sesungguhnya, yaitu Daarul Akhirah (kampung akhirat), yang kita diperintahkan untuk kembali ke kampung tersebut([9]).
Kita akan sedikit membahas tentang pesona surga, walaupun tentu saja surga di luar khayalan kita, karena otak manusia tidak mampu untuk mengkhayalkannya. Kita akan menyampaikan kabar dari Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad ﷺ. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda di dalam hadits qudsi, Allah ﷻ berfirman,
أعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ، مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلَا خَطَرَ علَى قَلْبِ بَشَرٍ
“Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh, kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata mereka, tidak pernah didengar oleh telinga mereka, dan tidak pernah terbetik di benak manusia.”([10])
Allah telah menyiapkan kenikmatan yang tidak hanya sekedar tidak pernah terlihat, bahkan terdengar pun tidak pernah. Jangankan terdengar, terbetik di hati pun tidak pernah. Secara lahir, ada beberapa kenikmatan yang sudah kita dengar dalam Al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi di sana ada kenikmatan-kenikmatan lain, di mana Allah ﷻ dan Nabi Muhammad ﷺ pun belum menyebutkannya dan tidak pernah kita dengar sebelumnya, bahkan terbetik pun belum pernah sama sekali.
Setelah itu, Nabi Muhammad ﷺ membacakan firman Allah ﷻ,
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Tak ada seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 17)
Sejatinya beberapa hal yang telah Allah ﷻ dan rasul-Nya kabarkan pada hakikatnya lebih dari yang kita bayangkan. Surga itu bertingkat tingkat. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits Shahih Bukhari bahwa luas surga yang paling rendah tingkatannya adalah sepuluh kali luas dari bumi ini. Berdasarkan riwayat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِنِّي لَأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجاً مِنْهَا، وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الجَنَّةَ: رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْواً، فَيَقُولُ اللهُ لَهُ: اِذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيَهَا، فَيُخَيَّلُ إِلْيهِ أَنَّهَا مَلْأَى، فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ: يَا رَب، وَجَدْتُهَا مَلْأَى، فَيَقُولُ اللهُ عز وجل: اِذْهَبْ فَادْخُلِ الَجنَةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا، وَعَشْرَةُ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ مِثْلَ عَشْرَةِ أَمْثَالِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَتَسْخَرُ بِي – أَوْ أَتَضْحَكُ بِي – وَأَنْتَ الْمَلِك؟ قَاَل: فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ضَحِكَ حَتَّى بَدْتْ نَوَاجِذُهُ، فَكَانَ يُقَالُ: ذَلِكَ أَدْنَى أَهْلُ الجَنَةِ مَنْزِلَةً
“Sungguh aku mengetahui penghuni neraka yang paling terakhir keluar darinya dan dia penghuni surga yang paling terakhir memasukinya. Orang itu keluar dari neraka dengan merangkak. Allah berfirman kepadanya, ‘Pergilah dan masuklah ke surga,’ maka dia pergi, dibayangkan kepadanya bahwa surga telah penuh, dia pun kembali dan berkata, ‘Wahai Rabb, aku mendapatinya telah penuh’, Allah berfirman, ‘Pergilah dan masuklah ke surga dan bagimu surga seluas dunia dan sepuluh kalinya’, lalu dia berkata, ‘Apakah engkau mengejekku sedangkan engkau adalah Raja’, Aku (Ibnu Mas’ud) melihat Rasulullah tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya, beliau bersabda, ‘Itu adalah penduduk surga yang paling rendah kedudukannya’.”([11])
Orang yang kedudukannya paling rendah di surga memiliki kerajaan seluas sepuluh kali dunia ini. Maka dari itu, Maha benar Allah ﷻ berfirman,
وَإِذَا رَأَيْتَ ثَمَّ رَأَيْتَ نَعِيمًا وَمُلْكًا كَبِيرًا
“Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang agung.” (QS. Al-Insan: 20)
Setiap orang yang masuk surga, maka sungguh dia menjadi seorang raja yang minimal luas kekuasaannya sepuluh kali dunia ini. Dengan penuh kebahagiaan, keindahan dan kenikmatannya akan dia dapatkan di surga.
Raja di dunia bukanlah raja yang sebenarnya, karena waktu di dunia akan habis. Kekuasaannya akan runtuh atau diambil orang yang datang setelahnya. Raja di dunia juga tidak selalu tenang dengan kekuasaannya, pasti ada gejolak dan kekhawatiran yang timbul. Demikianlah kondisi di dunia.
Adapun seorang raja di akhirat, dia tenang dengan kekuasaan dan kekayaannya. Dia juga tetap muda, abadi bersama para bidadari. Bahkan, sebagian ahli tafsir mengatakan tentang ayat di atas yang dimaksud dengan kerajaan yang agung adalah اسْتِئْذَانُ الْمَلَائِكَةِ, yaitu apabila malaikat ingin bertemu raja kerajaan tersebut, maka harus meminta izin terlebih dahulu, karena keagungan penghuni surga itu([12]).
Setelah dijelaskan tentang luasnya surga, di dalam hadits juga telah dijelaskan tentang tanah surga dan bangunan bangunannya. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda.
لَبِنَةٌ مِنْ فِضَّةٍ وَلَبِنَةٌ مِنْ ذَهَبٍ، وَمِلاَطُهَا الْمِسْكُ الأَذْفَرُ، وَحَصْبَاؤُهَا اللُّؤْلُؤُ وَاليَاقُوتُ، وَتُرْبَتُهَا الزَّعْفَرَانُ
“Batu batanya terbuat dari emas dan perak, semennya terbuat dari minyak Kasturi, kerikilnya dari mutiara dan intan berlian, tanahnya terbuat dari za’faran.”([13])
Sungguh keindahannya tidak terbayangkan. Seseorang di dunia pasti merasa sangat senang apabila memiliki emas segenggam tangan, lalu bagaimana di akhirat nanti? Di akhirat nanti penduduk surga memiliki kerajaan yang batu batanya terbuat dari emas dan perak. Tanahnya harum dari za’faran dan kerikilnya adalah intan berlian.
Selain itu, surga juga memiliki sungai-sungai yang luar biasa. Allah ﷻ berfirman,
فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى
“Di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” (QS. Nabi Muhammad: 15)
Sungai-sungai di surga tidak pernah berubah rasa dan baunya. Ada pula sungai-sungai susu yang airnya juga tidak pernah berubah. Ada juga sungai-sungai yang isinya khamar yang lezat rasanya. Orang yang meminum airnya pun tidak akan membuatnya mengatakan hal yang sia-sia ataupun menyakiti hati. Tentu saja, berbeda dengan khamar di dunia yang memabukkan, memusingkan kepala dan menyebabkan peminumnya mengatakan perkataan yang sia-sia. Sungai-sungai yang isinya madu yang mengalir dalam kerajaan-kerajaan penghuni surga.
Bahkan, para salaf juga menyebutkan bahwa sungai-sungai itu mengalir tanpa ada lubangnya. Berbeda dengan sungai di dunia yang mengalir di dalam lubang. Itulah sungai-sungai di surga.([14])
Pohon-pohon di surga juga berbeda dengan pohon di dunia. Berdasarkan riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
مَا فِي الجَنَّةِ شَجَرَةٌ إِلَّا وَسَاقُهَا مِنْ ذَهَبٍ
“Tidak ada satu pohon pun di surga, kecuali batangnya terbuat dari emas.”([15])
Tentu saja, pohon di surga tidak bisa kita bayangkan seperti pohon di dunia. Dahan-dahan dan rantingnya mendekat kepada penghuni surga, di mana pun posisi penghuni surga kalau dia ingin buah tersebut, maka ia langsung datang. Sedang berdiri atau duduk kapan pun ia menginginkan buah itu, maka buahnya akan datang dengan sendirinya. Allah ﷻ berfirman,
قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ
“Dahan-dahannya rendah.” (QS. Al-Haqqah: 23)
Buah-buahan di surga juga tidak pernah mengenal musim, ia selalu ada dan tersedia selama lamanya. Di dunia, rasa buah tidaklah menentu, terkadang asam, terkadang manis dan tidak selalu ada ketika kita menginginkan. Tentu berbeda dengan di surga yang rasa buahnya lezat dan selalu ada untuk penghuninya.
Di antara makanan penghuni surga juga Allah telah menyebutkan dalam firman-Nya,
وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ
“Dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al-Waqi’ah: 21)
Disebutkan di dalam beberapa buku tafsir bahwa jika seorang penghuni surga melihat burung yang terbang di udara dan dia ingin memakannya, maka burung akan menghampiri dalam bentuk yang ia inginkan([16]).
Di surga tidak ada kata kata yang menyakitkan hati. Allah ﷻ berfirman,
لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا كِذَّابًا
“Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta.” (QS. An-Naba’: 35)
Di dunia ini, betapa sering kita tersinggung dan sakit hati akibat omongan orang, tersindir dan lain sebagainya, maka itulah kehidupan dunia. Apabila Nabi Muhammad ﷺ tidak selamat dari tuduhan yang macam-macam, apalagi kita yang penuh dengan kekurangan. Tidak ada yang selamat dari kata-kata yang menyakitkan.
Beda halnya dengan keadaan surga yang bebas dari perkataan dusta dan sia-sia. Allah ﷻ berfirman,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. Al-Hijr: 47)
Penghuninya saling berbicara dengan kegembiraan, saling berhadap-hadapan, semua kata-katanya menyenangkan, indah dan tidak menyakitkan hati.
Betapa sering kita di dunia mempunyai cita cita dan harapan, akan tetapi tidak dikabulkan oleh Allah ﷻ. Padahal bisa jadi itu lebih baik untuk kita, justru kita kecewa dan sedih. Betapa sering rencana yang kita sudah susun dengan baik, tiba-tiba gagal di tengah jalan. Adapun di surga, Allah ﷻ akan mengabulkan semua keinginan penghuninya. Allah ﷻ berfirman,
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ . نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيْمٍ
“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hijr: 31-32)
Semua hasrat dan keinginan akan dikabulkan bagi penghuni surga. Dalam shahih Bukhari disebutkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata
أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ يَوْمًا يُحَدِّثُ، وعِنْدَهُ رَجُلٌ مِن أهْلِ البَادِيَةِ: أنَّ رَجُلًا مِن أهْلِ الجَنَّةِ اسْتَأْذَنَ رَبَّهُ في الزَّرْعِ، فَقَالَ له: ألَسْتَ فِيما شِئْتَ؟ قَالَ: بَلَى، ولَكِنِّي أُحِبُّ أنْ أزْرَعَ، قَالَ: فَبَذَرَ، فَبَادَرَ الطَّرْفَ نَبَاتُهُ واسْتِوَاؤُهُ واسْتِحْصَادُهُ، فَكانَ أمْثَالَ الجِبَالِ
“Bahwasanya suatu hari Nabi Muhammad ﷺ sedang menyampaikan hadits, sedangkan di sisi beliau ada seorang Arab badui. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya ada seorang penghuni surga meminta izin kepada Allah untuk bisa bercocok tanam. Allah bertanya kepadanya, ‘Bukankah engkau minta apa saja pasti dikabulkan?’, orang tersebut berkata, ‘Tentu saja, tetapi kali ini aku ingin bercocok tanam’, maka Allah mengabulkannya, beliau bersabda, ‘Setelah itu, dia menaburkan benih, maka sebelum dia memejamkan mata, tumbuhan itu langsung tumbuh dan siap panen, tumbuhannya itu seperti gunung-gunung’.”([17])
Semua hal di surga pasti akan dikabulkan tanpa menunggu-nunggu. Bahkan, orang yang ingin bercocok tanam di surga tidak perlu menunggu waktu panen, seketika itu pula langsung ditumbuhkan oleh Allah ﷻ. Lain halnya dengan dunia yang kita harus sering menunggu.
Di antara kenikmatan yang dirasakan oleh para penghuni surga adalah mereka dengan begitu mudah mendapatkan kenikmatan tersebut. Ini sering Allah sebutkan dalam Al-Qur’an dalam firman-Nya
مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ
“Di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas kasur kasur yang dihias.” (QS. Al-Insan: 13)
Maksud dari kata الْأَرَائِكِ adalah kasur yang sudah dihias seperti tempat tidur malam pengantin. Mereka duduk di atasnya bertelekan. Hal itu menunjukkan bahwa penghuni surga tidak sakit sama sekali, tidak kelelahan dan dia berada di puncak-puncak kenikmatan.
Di sekitarnya banyak pelayan yang mengelilingi. Allah ﷻ berfirman,
وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَنْثُورًا
“Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.” (QS. Al-Insan: 19)
Allah ﷻ menciptakan pelayan-pelayan tersebut khusus untuk melayani para penghuni surga. Mereka juga sangat putih, sampai Allah ﷻ menyebutnya seperti mutiara. Mereka juga diciptakan seperti anak-anak kecil yang enak dipandang mata.
Para penghuni surga tidak pernah lepas dari kenikmatan. Mereka tidak pernah letih, kelelahan ataupun tidur. Oleh karenanya, tatkala sudah masuk surga mereka berkata,
لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ
“Di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.” (QS. Fathir: 35 )
Di dalam bahasa arab kata نَصَبٌ artinya kelelahan ketika beraktivitas. Sedangkan kata lughub لُغُوبٌ adalah kelelahan setelah beraktivitas. Penghuni surga tidaklah mengalami nashab dan juga tidak mengalami lughub. Kalau letih ataupun lelah tidak dialami oleh penghuni surga, maka mereka juga tidak tidur, karena tidur adalah buah dari keletihan dan kelelahan. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ pernah ditanya,
يَا رَسُولَ اللهِ ؛ أَيَنَامُ أَهْلُ الجَنَّةِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اَلنَّوْمُ أَخُو الْمَوْتِ ، وَأَهْلُ الْجَنَةِ لَا يَنَامُون.
“‘Wahai Rasulullah, apakah para penghuni surga tidur?’, maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidur adalah saudaranya kematian dan penghuni surga tidaklah tidur’.”([18])
Jika seseorang tidur karena letih, berarti dia lepas dari kenikmatan sementara. Adapun para penghuni surga, mereka tenggelam dalam kenikmatan. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ ٱلْأَبْرَارَ لَفِى نَعِيمٍ
“Sungguh orang-orang yang saleh berada dalam kenikmatan.” (QS. Al-Mutaffifin: 22)
Tidak satu detik pun kehidupan mereka di surga yang mereka lewatkan, kecuali mereka berada dalam kenikmatan. Hati-hati mereka semua selalu bahagia. Allah ﷻ berfirman,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka.” (QS. Al-Hijr: 47)
Telah dicabut semua perasaan buruk dan penyakit di hati mereka, maka tidak ada sakit hati, kejengkelan, rasa dendam. Yang ada hanya kebahagiaan di hati mereka. Hati mereka bersih, selalu dalam ketenangan dan ketenteraman.
Allah ﷻ banyak menyebutkan sifat-sifat bidadari di dalam Al-Qur’an, begitu juga Nabi Muhammad ﷺ di dalam hadits-hadits beliau. Kita memiliki kaidah, sebagaimana Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
لَيْسَ فِي الْجَنَّةِ شَيْءٌ، مِمَّا فِي الدُّنْيَا إِلَّا الْأَسْمَاءُ
“Tidak ada suatu pun di dunia yang dibandingkan dengan apa yang di surga, kecuali hanya sekedar nama.” ([19])
Semua yang kita sebutkan tadi hanya nama saja, akan tetapi pada hakikatnya berbeda. Emas di surga dan di dunia, hanya namanya saja yang sama, sedangkan hakikatnya berbeda. Begitu juga dengan hal-hal yang lain, bahkan wanita di dunia tidak sama dengan wanita yang berada di surga.
Rasulullah ﷺ memberikan suatu kesimpulan yang sangat indah. Sebagaimana riwayat Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ نِسَاءِ أَهْلِ الجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى الأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا، وَلَمَلَأَتْ مَا بَيْنَهُمَا رِيحًا، وَلَنَصِيفُهَا – يَعْنِي الخِمَارَ – خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Seandainya seorang wanita dari penghuni surga muncul di bumi ini, niscaya akan memberi penerangan antara langit dan bumi, akan keluar wangi yang semerbak dan harum mengisi bumi dan langit, kerudungnya sungguh lebih baik dari pada dunia dan seisinya.” ([20])
Akan tetapi, semua itu masih Allah ﷻ sembunyikan, karena seandainya manusia diperlihatkan bagaimana surga dan bidadarinya, niscaya semua manusia akan menjadi saleh. Kita harus beriman kepada yang gaib.
Allah berbicara tentang sifat bidadari dalam banyak firman-Nya. Allah ﷻ berfirman,
كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ
“Laksana mutiara yang tersimpan baik dalam cangkangnya.” (QS. Al-Waqi’ah: 23)
Di dalam ayat ini Allah menyifatkan putihnya kulit bidadari diumpamakan dengan mutiara yang indah, tidak terkontaminasi dengan apa pun dan murni. Allah ﷻ juga berfirman,
كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ
“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar-Rahman: 58)
Para ulama menjelaskan bahwa kulit bidadari itu putih seperti mutiara dan bening seperti permata([21]). Saking beningnya, Nabi Muhammad ﷺ bersabda
كَبِدُهَا مِرْآتُهُ
“Hatinya bidadari adalah cermin bagi suaminya.”([22])
Saking indahnya Nabi Muhammad ﷺ juga menjelaskan bahwa sumsum betisnya di balik dagingnya karena keindahannya. Ini membuat kita semakin yakin bahwa bidadari tidak bisa dikhayalkan karena keterbatasan akal manusia. Jangankan untuk membayangkan bidadari, cangkir penghuni surga saja sangat sulit dibayangkan. Allah ﷻ berfirman,
قَوَارِيرَ مِنْ فِضَّةٍ قَدَّرُوهَا تَقْدِيرًا
“(Yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Insan: 16)
Perak yang dijadikan cangkir minuman ahli surga bening, sampai kelihatan khamar yang ada di dalamnya. Ini menunjukkan perak di dunia tidak sama dengan perak di akhirat. Apalagi wanita di dunia, tentu saja berbeda dengan wanita di surga.
Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ مِنْ نِسَاءِ أَهْلِ الجَنَّةِ لَيُرَى بَيَاضُ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ سَبْعِينَ حُلَّةً
“Sesungguhnya wanita penghuni surga terlihat putih betisnya dibalik tujuh puluh gaun.”([23])
Bidadari surga sangat lah putih, sampai-sampai jika mereka memakai tujuh puluh gaun, masih terlihat putih betisnya. Allah ﷻ berfirman menceritakan fisik mereka,
وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا
“Dan gadis-gadis remaja yang sebaya.” (QS. An-Naba: 33)
Kata كَوَاعِبَ itu berasal dari kata كَعْب yang berarti mata kaki. Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwa demikianlah dada-dada bidadari dan mereka senantiasa muda, mereka juga disucikan akhlaknya dan tubuhnya([24]). Allah ﷻ berfirman
وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ
“Untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci.” (QS. Al-Baqarah: 25)
Bidadari surga sangat lah suci. Mereka selalu wangi, tidak haid, tidak ada kotoran sama sekali, mereka sangat indah dan suci. Ibnu Abbas berkata,
إِنَّ الرَّجُلَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ لَيُعَانِقُ الْحَوْرَاءَ سَبْعِينَ سَنَةً، لَا يَمَلُّهَا وَلَا تَمَلُّهُ
“Sesungguhnya seorang laki-laki dari ahli surga akan memeluk bidadari selama tujuh puluh tahun dan dia tidak bosan memeluk bidadari tersebut dan bidadari itu juga tidak bosan memeluknya.” ([25])
Akhlak mereka juga sangat luar biasa. Allah ﷻ berfirman,
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar-Rahman: 56)
Di dalam ayat tersebut dikatakan bahwa bidadari menundukkan pandangan. Ada dua tafsir disebutkan para ulama tentang ayat ini. Yang pertama maksudnya menundukkan pandangan suaminya karena kecantikannya. Tafsir yang kedua para bidadari menundukkan pandangan mereka sehingga tidak pernah melihat lelaki yang lain dan hanya fokus kepada suami mereka. Kecintaannya fokus kepada suaminya, karena dia memang diciptakan untuk melayani sang suami, sehingga pandangannya fokus hanya kepada suaminya. Maka dari itu, jadilah suaminya yang tertampan dalam pandangannya([26]).
Di antara akhlak bidadari, Allah ﷻ menyebutkan di dalam firman-Nya,
حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ
“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. Ar-Rahman: 72)
Mereka selalu terpingit dalam kemah-kemah menanti kedatangan suami mereka. Tidak keluar kecuali dengan izin suaminya. Kapan pun penghuni surga pulang pasti mendapati bidadari siap melayani suaminya.
Footnote:
________
([3]) Lihat: Thabaqat Al-Hanabilah, (1/293).
([5]) HR. At-Tirmidzi No. 3550, Ibnu Majah No. 4236 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani.
([6]) HR. At-Tirmidzi no. 2377
([8]) HR. Bukhari No. 6413 dan Muslim No. 1805.
([9]) Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, (2/24).
([12]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, (19/144).
([13]) HARI. At Tirmidzi No. 2526
([14]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir, (7/314).
([15]) HR. At-Tirmidzi No. 2525.
([16]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir, (7/524).
([18]) HR. At-Thabrani No. 919 dan Al-Baihaqi No. 4416.
([19]) Al-Ba’tsu Wa An-Nusyur, karya Al-Baihaqi, No. 332.
([21]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, (17/182).
([22]) HR. Ath-Thabrani No. 9763.
([23]) HR. At-Tirmidzi No. 2533.
([24]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, (19/183).
([25]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, (15/45).
([26]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, (17/180) dan Tafsir Ibnu Katsir (7/504).