Model orang yang berbuat zalim
Ada beberapa model orang yang berbuat zalim kepada yang lainnya, antara lain:
- Kezaliman penguasa terhadap rakyatnya
Di antara orang yang termulia pada hari kiamat kelak adalah pemimpin yang adil. Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda tentang tujuh golongan yang akan dinaungi pada hari kiamat kelak. Ketujuh golongan tersebut menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang hebat. Namun, yang pertama sifat orang yang Nabi Muhammad ﷺ sebutkan adalah,
الإِمَامُ العَادِلُ
“Pemimpin yang adil.”([1])
Mengapa imam yang adil bisa mendapatkan keutamaan yang besar pada hari kiamat? Karena pemimpin yang adil tentu telah berbuat baik kepada masyarakat, sehingga banyak dari masyarakat yang mendapatkan manfaat dan faedah dari keadilannya, dan Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”([2])
Semakin banyak kebaikan dan manfaat yang diberikan oleh seorang pemimpin kepada rakyatnya, dengan peraturan yang dibuat, dengan kebijakan yang dibuat, dengan undang-undang yang dibuat, dan orang-orang merasa bahagia, maka semakin banyak yang didapatkan oleh pemimpin tersebut. Para ulama mengatakan bahwa hal ini berlaku dalam seluruh bentuk strata, baik itu presiden, gubernur, wali kota, bupati, kecamatan, kelurahan, dan bahkan tingkat RT dan RW.
Sebaliknya, jika ternyata penguasa tersebut menzalimi rakyatnya, membuat undang-undang semau dirinya, mengambil harta rakyat, maka mereka telah berbuat zalim yang sangat besar. Oleh karenanya, hendaknya seseorang berhati-hati ketika memegang jabatan. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda kepada Abu Dzar radhiallahu ‘anhu ketika meminta jabatan kepada Nabi Muhammad ﷺ,
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّكَ ضَعِيفٌ، وَإِنَّهَا أَمَانَةُ، وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا، وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
“Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan hak dan melaksanakan tugas dengan benar.”([3])
Tentu bisa kita bayangkan, ketika seorang penguasa menzalimi ribuan orang, atau bahkan jutaan orang, sungguh berat persidangannya kelak pada hari kiamat. Ketahuilah, ketika ada seseorang yang mencuri barang tetangganya, maka perkaranya lebih ringan daripada kezaliman penguasa terhadap rakyatnya. Seorang yang mencuri hanya akan disidang berdua dengan orang yang dia curi barangnya. Akan tetapi, ketika yang ada seseorang yang menzalimi jutaan orang, bagaimanakah keadaannya ketika disidang oleh Allah ﷻ pada hari kiamat kelak?
Hendaknya seorang pemimpin juga mengingat bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ telah bersaba,
إِنَّ رِجَالًا يَتَخَوَّضُونَ فِي مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ، فَلَهُمُ النَّارُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Sesungguhnya ada orang-orang yang mendistribusikan harta Allah([4]) dengan jalan yang tidak benar, maka bagi mereka neraka pada hari kiamat.”([5])
Seseorang yang mengambil harta rakyat tanpa hak, maka dia telah mengambil kebahagiaan banyak orang, sehingga akhirnya kebahagiaannya di akhirat dicabut, dan Allah ﷻ memberikan kepadanya kesengsaraan.
Maka dari itu, jangan sampai seorang pemimpin menzalim rakyatnya, karena dia akan disidang oleh Allah ﷻ dengan sejumlah orang yang dia zalimi.
- Kezaliman rakyat terhadap pemimpin
Jika seorang pemimpin bisa menzalimi rakyatnya, maka sebaliknya rakyat juga bisa menzalimi pemimpinnya.
Kita tentu tahu bahwasanya menjadi pemimpin bukanlah perkara yang mudah. Bahkan ketika kita berharap ada pemimpin seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhum, bisa jadi harapan tersebut sangat mustahil untuk bisa terwujud. Namun, yang kita dapati sekarang hanyalah pemimpin yang juga tidak sempurna sebagaimana rakyat juga memiliki kekurangan.
Oleh karenanya, kita sebagai rakyat juga hendaknya waspada akan hal ini. Ketika kita tahu bahwa pemimpin kita telah berusaha semaksimal mungkin, meskipun terkadang kebijakannya bisa benar dan bisa salah, maka jangan kemudian kita melakukan hal-hal yang melampaui batas dan tidak pada tempatnya. Selama kita melihat bahwa pemimpin kita terus berusaha membenahi segala bentuk kekurangan-kekurangan dari aturan dan kebijakan yang ada, maka jangan kita mengambil tindakan dengan mencaci maki mereka yang tidak pada tempatnya, karena yang demikian merupakan perbuatan zalim terhadap pemimpin. Ingatlah bahwasanya segala pernyataan dan ungkapan-ungkapan kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah ﷻ.
Kita sebagai rakyat tentunya wajib menunaikan kewajiban kita terhadap penguasa. Adapun hak kita terhadap penguasa boleh untuk kita minta. Namun, ketika kita sebagai rakyat tidak mendapatkan hak kita tersebut di dunia, maka ingatlah bahwasanya hak tersebut akan kembali di akhirat kelak.
- Kezaliman suami terhadap istri
Di antara bentuk kezaliman yang mungkin tidak terpikirkan oleh sebagian orang adalah kezaliman seorang suami terhadap istrinya. Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Barang siapa yang memiliki dua orang istri kemudian ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan sebelah badannya miring.”([6])
Ketika seorang laki-laki yang berpoligami ternyata tidak berlaku adil terhadap istri-istrinya, segala bentuk kesenangan dilakukan bersama istri muda, dan segala bentuk kesusahan dilakukan bersama istri tua, maka kelak pada hari kiamat Allah ﷻ akan tampakkan kezalimannya tersebut kepada orang banyak, yaitu dia berjalan dalam kondisi badannya miring.
Terkadang pula, ada sebagian istri yang jauh dari keluarganya, atau bahkan kedua orang tuanya telah meninggal dunia, kemudian sang suami menzaliminya dengan bertindak seenaknya dan tidak menunaikan hak-hak istrinya, bahkan terkadang ada istri yang disuruh untuk mencari nafkah sendiri. Ini tentunya sikap zalim seorang suami terhadap istrinya. Oleh karenanya, jangan kita menyangka bahwasanya berbuat zalim itu hanya terhadap orang yang jauh, akan tetapi kita juga bisa berbuat zalim kepada orang yang terdekat.
Wahai para suami, berbuat baiklah kepada istri-istri kalian. Tunaikanlah hak-haknya, dan jangan hanya bisa menuntut hak semata tanpa menunaikan kewajiban, karena yang demikian bisa menjerumuskan kalian wahai para suami dalam perbuatan zalim.
- Kezaliman istri terhadap suami
Kezaliman seorang istri terhadap suaminya tentu ada. Bukankah Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ، فَقُلْنَ: وَبِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وَتَكْفُرْنَ العَشِيرَ
“Wahai para wanita! Hendaklah kalian bersedekahlah, sebab diperlihatkan kepadaku bahwa kalian adalah yang paling banyak menghuni neraka.”. Kami (shahabiat) bertanya, ‘Apa sebabnya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Karena kalian banyak melaknat dan banyak mengingkari pemberian suami’.”([7])
Oleh karenanya, ketika seorang istri tidak berterima kasih kepada suaminya, membangkang kepada suami, mengangkat suara di hadapan suami, merendahkan usaha suami dalam menari nafkah, maka sang istri tersebut telah berbuat kezaliman terhadap suaminya, dan dia terancam dengan api neraka jahanam.
Selain itu, di antara bentuk kezaliman seorang istri terhadap suaminya adalah ketika sang suami meminta haknya untuk menggauili istrinya, namun ternyata sang istri enggan untuk memenuhi hak suaminya tanpa uzur syar’i. Yang demikian tentu adalah kezaliman, karena yang dituntut adalah hak sang suami. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ، فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ، لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu ia enggan untuk memenuhi ajakan suaminya, maka ia akan dilaknat Malaikat hingga pagi.”([8])
Sungguh mengerikan jika ada seorang wanita yang didoakan keburukan oleh malaikat, dilaknat oleh malaikat, dan dijauhkan dari rahmat Allah ﷻ dari malam hingga pagi hari.
Maka dari itu, penulis menasihatkan kepada para wanita, bertakwalah kepada Allah, jangan sampai Anda menzalimi suami Anda, tunaikanlah hak-haknya, semoga itu menjadi sebab Anda dimasukkan oleh Allah ﷻ ke dalam surga-Nya.
- Kezaliman orang tua terhadap anak
Orang tua berbuat zalim terhadap anak-anak sangat mungkin terjadi. Disebutkan dalam suatu riwayat, ketika Nu’man bin Basyir diberikan hadiah oleh ayahnya, sementara saudara-saudara Nu’man yang lain tidak diberikan hadiah. Ayah Nu’man yaitu Basyir mendatangi Nabi Muhammad ﷺ dan meminta beliau menjadi saksi pemberian hadiah tersebut. Maka Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَكُلَّ وَلَدِكَ نَحَلْتَ مِثْلَ مَا نَحَلْتَهُ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَلَا أَشْهَدُ عَلَى شَيْءٍ
“Apakah engkau memberikan kepada seluruh anakmu seperti yang engkau berikan kepadanya?” Ia menjawab, ‘Tidak.’ Maka beliau bersabda, ‘Aku tidak akan bersaksi terhadap sesuatu pun’.”([9])
Pada riwayat yang lain Nabi ﷺ mengatakan,
اعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ
“Berbuat adillah di antara anak-anak kalian.”([10])
Jadi, memberikan hadiah kepada seorang anak sementara yang lainnya tidak diberikan adalah sebuah kezaliman. Oleh karenanya, jangan kemudian orang tua pilah-pilih terhadap memberikan kasih sayang kepada anaknya. Jangan orang tua hanya memeluk salah satu anaknya dan yang lain tidak, jangan salah satu disenyumi dan yang lain tidak, jangan salah satunya disayang dan yang lainnya dimarah-marahi, karena yang demikian adalah bentuk kezaliman. Ingatlah bahwasanya anak-anak adalah amanah dari Allah ﷻ yang orang tua harus berbuat adil terhadap mereka.
Di antara bentuk kezaliman orang tua terhadap anaknya pula adalah memberikan semua apa yang diinginkan oleh anak. Saat ini kita hidup di zaman di mana banyak orang tua yang memenuhi segala keinginan-keinginan anaknya tanpa memberikan batasan dan pengawasan. Ketahuilah, ketika sebagai orang tua kita selalu memenuhi keinginan sang anak, maka kita telah berlaku zalim kepada anak. Mengapa demikian? Karena anak adalah titipan dari Allah ﷻ yang harus kita jaga, harus kita didik mereka agar menjadi orang yang baik, bukan malah kita berikan segala kesenangan mereka. Menyenangkan anak-anak itu perlu, akan tetapi kita berikan kesenangan yang wajar bagi mereka. Adapun memberikan semua yang mereka kehendaki, sehingga akhirnya mereka berfoya-foya dan bermaksiat kepada Allah, maka yang demikian adalah kezaliman orang tua terhadap anak.
- Kezaliman anak kepada orang tua
Sangat banyak kejadian yang kita temukan di mana kezaliman dilakukan oleh seorang anak kepada orang tua, yaitu sang anak durhaka kepada orang tua. Pembahasan ini tentunya sangat panjang, dan tidak akan cukup untuk kita bahas pada kesempatan ini.
- Kezaliman seseorang terhadap tetangga
Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda,
وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ، قِيلَ: وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ
“Demi Allah, tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapa yang tidak beriman wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya’.”([11])
Terkadang ada seseorang yang dengan sengaja menyetel musik dengan keras-keras, sehingga tetangganya terganggu. Atau terkadang seseorang buang sampah sembarangan sehingga akhirnya baunya membuat tetangganya terganggu. Atau terkadang seseorang memarkir kendaraannya di depan rumah tetangga, sehingga tetangganya sulit memiliki akses terhadap rumahnya sendiri. Ini semua adalah bentuk kezaliman terhadap tetangga.
Di antara bentuk kezaliman terhadap tetangga yang lebih parah adalah mengganggu istri tetangga, dan yang lebih parah daripada itu adalah berzina dengan istri tetangga. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda tentang di antara dosa-dosa besar,
أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ
“Engkau berzina dengan istri tetanggamu.”([12])
Oleh karenanya, hendaknya kita perhatian terhadap hal ini, karena tentu banyak sekali bentuk kezaliman lain yang bisa kita lakukan terhadap tetangga.
Footnote:
____
([1]) HR. Bukhari No. 660 dan HR. Muslim No. 1031.
([2]) HR. Thabrani No. 5787, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani.
([4]) Yaitu maksudnya baitulmal.
([6]) HR. Abu Daud No. 2133, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani.
([9]) HR. Nasai No. 3680, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.