Sejarah Shalat Para Nabi Terdahulu
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Salah satu hal yang menunjukkan akan agungnya ibadah shalat yang diperintahkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman adalah bahwa shalat merupakan ibadah yang Allah syariatkan pula kepada para Nabi dan Rasul terdahulu. Sebelum turunnya perintah shalat kepada Nabi, Allah telah mensyariatkan shalat kepada para Nabi dan Rasul terdahulu. Mereka diperintahkan mendirikan shalat sebagaimana perintah shalat yang didirikan oleh kaum muslimin pada umumnya. Namun, mengenai tatacara, waktu dan hal lainnya tidak disebutkan secara rinci. Diantara dalil yang menunjukkan akan hal itu diantaranya adalah([1]):
Adapun shalatnya Nabi Ibrahim álaihis salam, maka Allah menyebut Nabi Ibrahim, ketika meninggalkan Nabi Isma’ail di lembah yang tak ada orang sama sekali, beliau bermunajat kepada Allah yang diabadikan dalam Al-Qur’an, beliau berkata :
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezeki kepada mereka dari buah-buahan, suapaya mereka bersyukur.” ([2])
Ibrahim tidak menyebut amalan-amalan apapun selain shalat, yang ini menunjukkan tidak ada amalan yang paling utama seperti shalat. Demikian juga Allah berfirman:
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.” ([3])
Begitu pula disebutkan dalam firman Allah doa Ibrahim.
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Ya Tuhanku, jadikanah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami perkenankanlah doaku.” ([4])
Tentang shalatnya Nabi Isma’il, Allah berfirman :
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا. وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Isma’il (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya.” ([5])
Allah berfirman tentang Nabi Syu’aib ketika melarang kaumnya menyembah sesembahan selain Allah azza wa jalla dan mencegah dari berbuat curang dalam masalah timbangan, maka kaumnya berkata :
يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ إِنَّكَ لَأَنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ
“Hai Syu´aib, apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” ([6])
Di dalamnya terdapat dalil bahwa kaum Nabi Syu’aib tidak mengetahui amalan apapun yang paling agung yang dapat mengusik meraka keculai shalat. ([7])
Nabi Musa yang disebut dengan Kalimurrahman (orang yang diajak bicara oleh Allah), sesungguhnya perintah pertama yang Allah perintahkan kepadanya setelah tauhid adalah shalat. Allah berfirman :
فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى. إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” ([8])
Hal ini menunjukkan agungnya ibadah shalat karena Allah tidak menyebutkan dan mendahulukan amalan ibadah yang lain sebelum shalat.
Demikian pula perintah Allah kepada Nabi Musa agar memerintahkan kaumnya untuk shalat. Allah berfirman :
وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى وَأَخِيهِ أَنْ تَبَوَّآ لِقَوْمِكُمَا بِمِصْرَ بُيُوتًا وَاجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قِبْلَةً وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah rumah-rumahmu itu qiblat (tempat shalat) dan dirikanlah shalat serta berikanlah berita gembira untuk orang-orang yang beriman.” ([9])
Tentang shalatnya Nabi Daud, Allah menyampaikan ketika Nabi Daud ingin bertaubat dan kembali kepada Allah, beliau tidak memiliki cara selain dengan mendirikan shalat.
فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ
“Maka ia meminta ampun kepada Rabbnya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” ([10])
Adapun shalatnya Nabi Sulaiman, maka Allah menyebutkan bahwa Nabi Sulaiman pernah terlambat menunaikan shalat ashar disebabkan kuda-kuda beliau, kemudian beliau menyesal hal tersebut.
وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ. إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ. فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ. رُدُّوهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحًا بِالسُّوقِ وَالْأَعْنَاقِ
“Dan Kami karuniakan Sulaiman kepada Daud, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepada Sulaiman kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat berlari pada waktu sore. Maka ia berkata, “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) hingga melalaikan diriku dari mengingat Tuhanku sampai kuda itu tertutup dari pandangan.” (Ia berkata), “Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku!” Lalu ia menebas kaki dan lehernya.” ([11])
Ibnu Katsir berkata, “Banyak ulama ahli tafsir yang menyebutkan bahwa Nabi Sulaiman tersibukkan dengan penampilan kuda-kuda yang dimilikinya hingga terlewatkan waktu shalat Ashar. Dan yang pasti, beliau tidak meninggalkan shalat Ashar dengan sengaja, akan tetapi karena lupa. Sebagaimana Rasulullah disibukkan dengan penggalian parit pada waktu perang Khandaq dari shalat Ashar, hingga beliau mendirikan shalatnya setelah terbenamnya matahari” ([12])
Adapun shalatnya Nabi Zakaria, maka Allah berfirman :
فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ
Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab. ([13])
Tentang shalatnya Nabi Yunus ‘alaihis salam, Allah berfirman
فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ. لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang bertasbih kepada Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.”([14])
Sebagia salaf menafsirkan “bertasbih” dengan “mengerjakan shalat”. Ibnu ‘Abbas berkata, “Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat”. Begitu pula yang dikatakan oleh Sa’id bin Jabir, Qatadah dan sebagainya.” ([15])
Adapun shalatnya Nabi ‘Isa, maka diantara mukjizat beliau adalah berbicara sedangkan beliau masih dalam gendongan. Dan diantara yang beliau ucapkan :
إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا. وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
“Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” ([16])
Allah berfirman menerangkan para Nabi dari kalangan Bani Isra’il :
وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku. ([17])
Allah menyebutkan para Nabi satu persatu dan mensifati mereka diantaranya dengan shalat, Allah berfirman :
أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh dan dari keturunan Ibrahim dan Israil dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” ([18])
Yang dimaksud dengan bersujud tersebut adalah shalat. Karenanya setelah itu Allah berfirman tentang kaum setelah para nabi yang tidak shalat sebagaimana para nabi. Allah berfirman :
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Kemudian datanglah setelah mereka pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsunya, maka mereka kelak akan tersesat.” ([19])
Dapatkan Informasi Seputar Shalat di Daftar IsiPanduan Tata Cara Sholat Lengkap Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) Ta’dzim As-Shalat Li ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hal. 10.
([7]) Al- Allamah As-Sa’diy menafsirkan ayat ini bahwa:
أَنَّ الصَّلَاة،َ لَمْ تَزَلْ مَشْرُوْعَةً لِلْأَنْبِيَاءِ الْمُتَقَدِّمِيْن،َ وَأَنَّهَا مِنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ، حَتَّى إِنَّهُ مُتَقَرِّرٌ عِنْدَ الْكُفَّارِ فَضْلَهَا، وَتَقْدِيْمَهَا عَلَى سَائِرِ الْأَعْمَالِ، وَأَنَّهَا تَنْهَى عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ، وَهِيَ مِيْزَانٌ لِلْإِيْمَانِ وَشَرَائِعِهِ، فَبِإِقَامَتِهَا تَكْمُلُ أَحْوَالُ الْعَبْدِ، وَبِعَدَمِ إِقَامَتِهَا، تَخْتَلُّ أَحْوَالُهُ الدِّيْنِيَّةُ.
Sesungguhnya shalat selalu menjadi syariat para Nabi terdahulu dan merupakan amalan yang paling utama. Sehingga orang-orang kafir mengakui keutamaannya diantara ibadah yang lain. Dapat mencegah perbuatan keji dan keburukan. Disamping itu shalat menjadi barometer keimanan dan syariat islam. Mengerjakannya dapat menyempurnakan kondisi dan keadaan seorang hamba dan sebaliknya, meninggalkannya mampu merubah keadaan ideologinya. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman fii Tafsir Kalam Al-Mannan Li Abdurrahman As-Sa’diy hal. 388)
([12]) Tafsir Ibnu Katsir 7/65.