Adab-Adab Menuju Masjid dan ketika Masuk Masjid
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
- Menutup aurat, memakai pakaian yang baik dan sopan
Dianjurkan bagi setiap muslim ketika mendatangi masjid untuk mendirikan shalat agar berhias diri memakai pakaian yang bersih, menutup aurat dan sopan. Berdasarkan firman Allah:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid”. ([1])
Maksud dari ayat ini adalah memakai الزِّينَةِ yaitu pakaian untuk menutup aurat([2]), dan tentu jika pakaiannya lebih indah maka lebih baik sebagaimana pendapat sebagian ulama. Ibnu Katsir berkata
وَلِهَذِهِ الْآيَةِ وَمَا وَرَدَ فِي مَعْنَاهَا مِنَ السُّنَّةِ يُسْتَحَبُّ التَّجَمُّلُ عِنْدَ الصَّلَاةِ، وَلَا سِيَّمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ الْعِيدِ، وَالطِّيبُ لِأَنَّهُ مِنَ الزِّينَةِ
: “Karena ayat ini dan hadits-hadits yang semakna dengan ayat ini maka disukai setiap kali hendak shalat untuk berhias ketika shlata, terutama ketika hari jumát dan hari raya, dan disukai memakai wewangian karena itu termasuk bagian dari الزِّينَةِ (hiasan).” ([3])
- Menghindari aroma tak sedap pada anggota tubuh dan pakaian
Hendaknya bagi seorang muslim sebelum berangkat menuju masjid, memperhatikan kebersihan dan aroma tubuhnya, diantaranya yang perlu diperhatikan adalah makanan yang telah dikonsumsinya. Bagi orang yang telah makan sejenis bawang merah atau bawang putih, hendaknya membersihkan diri terlebih dahulu sebelum berangkat menuju masjid. Agar orang-orang yang hendak shalat di masjid tidak terganggu dengan baunya yang menyengat. Dan barang siapa yang mengganggu orang-orang yang shalat, maka sejatinya dia telah mengganggu malaikat. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi bersabda:
مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا، أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا، وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ
“Barang siapa yang makan bawang merah atau bawang putih, hendaknya menjauhi kami atau menjauh dari masjid kami dan hendaknya ia berdiam di rumahnya” ([4])
Dijelaskan pula dalam dalam riwayat yang sama:
مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ ([5]) فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
Barang siapa makan bawang merah, bawang putih dan bawang bakung. Janganlah sekali-kali mendekati masjid kamu, karena sesungguhnya malaikat terganggu dengan sesuatu yang membuat anak Adam terganggu. ([6])
Ibnu Rajab mengatakan bahwa alasan dilarangnya seseorang mendatangi masjid adalah jika kaum muslimin yang hendak shalat di masjid terganggu dengan bau tak sedap yang ada pada anggota tubuhnya atau pakaiannya. Malaikatpun merasa terganggu dengan sesuatu yang membuat anak ada terganggu. ([7])
- Berjalan menuju masjid dengan khusyu’, tenang dan tidak terburu-buru
Dianjurkan bagi orang yang hendak menuju masjid, berjalan dengan khusyu’, tenang dan tidak tergesa-gesa. Karena jika seseorang berangkat menuju masjid dengan hati yang tenang, tanpa tergesa-gesa, maka dia akan mendapatkan keadaan siap dalam menghadap Rabbnya dan lebih mudah mendapatkan kekhusyu’an di dalam shalatnya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:
إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ، وَأْتُوهَا تَمْشُونَ، عَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
Apabila shalat telah didirikan, maka janganlah mendatanginya dengan tergesa-tergesa. Datangilah dengan berjalan tenang. Apapun yang kalian dapatkan maka shalatlah dan apapun yang tertinggal, maka sempurnakanlah. ([8])
Disebutkan pula dalam riwayat Abu Qatadah berkata:
بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ جَلَبَةَ ([9]) رِجَالٍ، فَلَمَّا صَلَّى قَالَ: مَا شَأْنُكُمْ؟ قَالُوا: اسْتَعْجَلْنَا إِلَى الصَّلاَةِ؟ قَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوا إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Ketika kami shalat bersama Nabi, beliau mendengar suara orang-orang gaduh tergesa-gesa. Setelah selesai shalat, beliau bertanya: Ada apa dengan kalian? Mereka menjawab: kami terburu-buru mendatangi shalat. Beliau bersabda: janganlah berbuat demikian, jika kalian mendatangi shalat, maka datangilah dengan tenang. Apapun yang kalian dapatkan dalam shalat maka shalatlah dan apapun yang tertinggal maka sempurnakanlah”. ([10])
Hikmah dari perintah Nabi untuk berjalan dengan tenang tatkala menuju masjid adalah karena seseorang yang berjalan menuju masjid dia sesungguhnya sedang dalam shalat. Sebagaimana ditunjukan dalam riwayat yang lain :
فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ يَعْمِدُ إِلَى الصَّلَاةِ فَهُوَ فِي صَلَاةٍ
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian jika menuju untuk shalat maka dia dalam kondisi shalat” ([11])
Karenanya jika seseorang sedang menuju shalat hendaknya ia memperhatikan perkara apa yang harus dialakukan ketika shalat dan mana perkara yang harus dijauhi ketika sedang shalat, karena ketika ia menuju shalat ia tercatat sedang shalat. Sehingga ia tidak boleh tergopoh-gopoh tatkala sedang menuju shalat. ([12]
- Bersegera (lebih dahulu) menuju masjid
Termasuk perbuatan yang disukai oleh Rasulullah adalah berlomba-lomba dan bersegera menuju masjid. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لاَسْتَبَقُوا إِلَيْهِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي العَتَمَةِ وَالصُّبْحِ، لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Seandainya orang-orang mengetahui pahala yang ada di dalam adzan dan shaf pertama([13]), kemudian mereka tidak menemukan cara mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi (taruhan), niscaya mereka akan melakukannya. Dan Apabila mereka mengetahui pahala besar bersegera menuju shalat([14]), niscaya mereka akan berlomba-lomba. Dan seandainya mereka mengetahui pahala besar di dalam shalat isya’ dan subuh, niscaya mereka akan mendatanginya, meskipun dengan merangkak([15])” ([16])
Ibnu Batthal menyebutkan: Dikatakan bahwa maksud dari shaff awal adalah berlomba-lomba untuk mendatangi masjid. Karena orang yang bersegera mendatangi masjid untuk shalat di awal waktu atau menunggu waktu shalat, meskipun dia tidak shalat di shaff pertama, itu lebih baik dari pada orang yang datang terlambat ke masjid dan shalat di shaff pertama. Karena ketika seseorang menunggu waktu shalat, maka dia telah tercatat di dalam shalat. ([17])
- Membaca doa ketika berjalan menuju masjid
Dianjurkan bagi orang yang berjalan menuju masjid untuk mengisi waktu perjalanannya dengan berdzikir, mengingat Allah ataupun berdoa. Diantara doa yang dituntunkan oleh Nabi ketika seseorang berjalan menuju masjid adalah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas adalah :
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا، وَفِي بَصَرِي نُورًا، وَفِي سَمْعِي نُورًا، وَعَنْ يَمِينِي نُورًا، وَعَنْ يَسَارِي نُورًا، وَفَوْقِي نُورًا، وَتَحْتِي نُورًا، وَأَمَامِي نُورًا، وَخَلْفِي نُورًا، وَاجْعَلْ لِي نُورًا
Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam hatiku, cahaya di dalam penglihatanku, cahaya di dalam pendengaranku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, cahay di depanku, cahaya di belakangku dan jadikanlah cahaya untukku. ([18])
Rasulullah membaca doa ini ketika beliau keluar rumah menuju masjid hendak menunaikan shalat subuh. ([19])
- Membaca doa ketika masuk dan keluar masjid
Dianjurkan bagi seorang muslim yang hendak memasuki masjid untuk membaca doa yang telah dituntunkan oleh Nabi. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Humaid atau Abu Usaid berkata: Rasulullah bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ، وَإِذَا خَرَجَ، فَلْيَقُلْ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, hendaklah dia berdoa: “Ya Allah bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.” Dan apabila dia keluar, hendaklah berdoa: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kautamaan dari-Mu.” ([20])
Di dalam riwayat Abu Humaid As-Sa’idiy berkata, Rasulullah bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيُسَلِّمْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ، وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, hendaklah mengucapkan salam kepada Nabi, kemudian berdoa: “Ya Allah bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.” Dan apabila dia keluar, hendaklah berdoa: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kautamaan dari-Mu.” ([21])
Dianjurkan pula bagi orang yang hendak masuk masjid mengucapkan doa lain, seperti yang disebutkan dalam hadist berikut yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash, dari Nabi.
أَنَّهُ كَانَ إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ قَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم
Bahwa beliau ketika masuk masjid mengucapkan: “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dan kepada wajahnya Yang Maha Mulia dan kekuasaannya Yang Maha Terdahulu dari gangguan setan yang terkutuk. ([22])
- Mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid dan mendahulukan kaki kiri ketika keluar.
Diantara adab yang berkaitan dengan masjid adalah mendahulukan kaki kanan ketika masuk memasuki masjid. Karena itu merupakan kebiasaan Rasulullah. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
Nabi suka memulai dari sebelah kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci dan sebagainya. ([23])
Demikian halnya dengan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
مِنَ السُّنَّةِ إِذَا دَخَلْتَ الْمَسْجِدَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُمْنَى، وَإِذَا خَرَجْتَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُسْرَى
Diantara tuntunan Nabi adalah engkau masuk masjid dengan mendahulukan kaki kananmu. Dan ketika keluar engkau mendahulukan kaki kirimu. ([24])
- Shalat tahiyyatul masjid setiap kali memasuki masjid
Dianjurkan pula bagi seorang muslim setiap kali masuk masjid untuk mendirikan shalat dua rakaat terlebih dahulu, inilah yang disebut dengan shalat tahiyyatul masjid. Shalat ini tidaklah diwajibkan, namun sunnah muakkadah. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah, bahwa Rasulullah bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, hendaknya shalat dua rakaat sebelum ia duduk. ([25])
- Duduk dan menunggu waktu shalat
Duduk di dalam masjid untuk menunggu waktu shalat memiliki keutamaan tersendiri, berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي الصَّلَاةِ مَا كَانَتِ الصَّلَاةُ هِيَ تَحْبِسُهُ، وَالْمَلَائِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ، يَقُولُونَ: اللهُمَّ ارْحَمْهُ، اللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، اللهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ، مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ، مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
Apabila dia masuk masjid, maka dia (tercatat) dalam keadaan shalat selama ia tertahan untuk mendirikan shalat. Dan malaikat berdoa untuk salah seorang dari kalian selama dia berada di tempat shalat. Mereka (para malaikat) berdoa: Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah ampunilah dosanya. Ya Allah terimalah taubatnya selama dia tidak ber-hadats (tidak batal wudhu)”. ([26])
- Boleh merebahkan diri di dalam masjid
Dibolehkan untuk merebahkan diri dengan berbaring di dalam masjid. Karena perbuatan tersebut juga pernah dilakukan oleh Rasulullah dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kaki yang lain. Berdasarkan hadits riwayat Abdullah bin Zaid:
أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَلْقِيًا فِي المَسْجِدِ، وَاضِعًا إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الأُخْرَى
Sesungguhnya dia melihat Rasulullah berbaring di dalam masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kaki yang lain. ([27])
Ibnu Batthal berkata: Rasulullah melakukannya di masjid, supaya para sahabat mengetahui bahwa perbuatan tersebut dan yang semisalnya merupakan perbuatan yang ringan dan dibolehkan apabila dilakukan di dalam masjid. ([28])
- Boleh tidur di masjid
Dibolehkan juga untuk tidur di dalam masjid bagi seseorang yang membutuhkan atau tidak memiliki tempat tinggal. Karena pada zaman Nabi pernah ada kalangan dari para sahabat Nabi yang tinggal di dalam masjid, mereka adalah Ashhabus Shuffah([29]). Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Nafi’ berkata:
أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، أَنَّهُ كَانَ يَنَامُ وَهُوَ شَابٌّ أَعْزَبُ لاَ أَهْلَ لَهُ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
Abdullah bin Umar mengabarkan kepadaku bahwa ia pernah tidur di masjid Nabi ketika dia masih pemuda, lajang dan belum berkeluarga. ([30])
- Tidak melakukan transaksi jual beli atau mengumumkan barang hilang di dalam masjid
Tidak diperbolehkan melakukan transaksi jual beli di masjid, karena masjid dibangun dan didirikan tidak untuk hal itu. Masjid didirikan sebagai tempat untuk beribadah, mengajarkan syari’at Allah dan berdzikir kepada Allah ([31]). Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي المَسْجِدِ، فَقُولُوا: لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيهِ ضَالَّةً، فَقُولُوا: لَا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ
Apabila kalian melihat orang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah: Semoga Allah tidak memberikan keuntungan kepada barang daganganmu. Dan apabila kalian melihat orang mengumumkan sesuatu yang hilang di dalamnya, maka katakanlah: Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu. ([32])
Selain tidak diperbolehkan untuk bertransaksi di masjid, demikian pula tidak diperbolehkan untuk mengumumkan barang hilang di masjid ([33]). Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, berkata, Rasulullah bersabda:
مَنْ سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَقُلْ لَا رَدَّهَا اللهُ عَلَيْكَ فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا
Barang siapa mendengar seseorang mengumumkan barang hilang di dalam masjd, hendaknya dia mendoakan: Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu. Karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidak dibangun untuk ini. ([34])
- Tidak mengeraskan suara ketika berada di masjid
Termasuk adab yang perlu diperhatikan adalah tidak mengeraskan suara ketika berada di dalam masjid. Hal itu pernah terjadi di zaman Rasulullah, dan beliau mengingkarinya([35]). Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Ka’b berkata:
أَنَّ كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ، أَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَقَاضَى ابْنَ أَبِي حَدْرَدٍ دَيْنًا لَهُ عَلَيْهِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي المَسْجِدِ، فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا حَتَّى سَمِعَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي بَيْتِهِ، فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَشَفَ سِجْفَ حُجْرَتِهِ، وَنَادَى كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ: «يَا كَعْبُ» قَالَ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَشَارَ بِيَدِهِ أَنْ ضَعِ الشَّطْرَ مِنْ دَيْنِكَ، قَالَ كَعْبٌ: قَدْ فَعَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قُمْ فَاقْضِهِ
Sesungguhnya Ka’b bin Malik bercerita bahwa dia pernah menagih hutang Ibnu Abi Hadrad kepadanya di dalam masjid pada masa Rasulullah. Lalu, suara keduanya meninggi hingga terdengar oleh Rasulullah yang sedang berada di rumah. Setelah itu Rasulullah keluar menemui keduanya hingga menyingkap tabir kamar beliau dan memanggil Ka’ab bin Malik seraya berkata: Wahai Ka’b. Dia menjawab: Iya, wahai Rasulullah. Lalu beliau memberikan isyarat dengan tangannya, agar Ka’b merelakan setengah dari hutangnya. Lalu Ka’ab berkata: Aku telah melakukannya, wahai Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda: Bangkitlah dan tunaikanlah. ([36])
- Tidak menjalin jari jemari -ketika menuju masjid- sebelum didirikan shalat
Rasulullah melarang umatnya dari perbuatan merekatkan jari-jemarinya ketika seseorang keluar dari rumahnya menuju masjid dan sebelum mendirikan shalat. Hal ini berdasarkan hadits Ka’b bin ‘Ujrah, bahwa Rasulullah bersabda:
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى المَسْجِدِ فَلَا يُشَبِّكَنَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ، فَإِنَّهُ فِي صَلَاةٍ
Apabila salah satu diantara kalian berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya. Kemudian ia keluar menuju masjid, maka janganlah menjalinkan jari-jemarinya([37]), karena sejatinya dia di dalam shalat. ([38])
- Boleh bercakap-bercakap masalah dunia yang ringan
Dibolehkan bagi seseorang yang berada di dalam masjid membericarakan hal-hal dunia, namun tidak mengandung dosa. Karena Nabi pernah melakukan hal tersebut. Berdasarkan hadits dari Anas bin Malik berkata:
أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُنَاجِي رَجُلًا فِي جَانِبِ المَسْجِدِ، فَمَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ حَتَّى نَامَ القَوْمُ
Shalat telah didirikan, namun Nabi masih berbicara dengan seseorang dengan suara pelan di sebuah sudut masjid. Beliau belum mendirikan shalat hingga orang-orang tertidur. ([39])
An-Nawawi menyebutkan diantara hikmah yang dapat diambil dari hadits tersebut adalah dibolehkannya bercakap-cakap setelah muadzin mengumandangkan adzan yang kedua (yakni iqamah). Apalagi jika hal itu adalah perkara yang penting. Namun, untuk perkara yang tidak penting maka hal itu dimakruhkan. ([40])
- Boleh makan ataupun tidur di masjid
Dibolehkan makan dan minum di dalam masjid, karena Rasulullah pernah melakukannya. Berdasarkan hadits Abdullah bin Al-Harits berkata:
كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْم
Dahulu pada masa Rasulullah masih hidup, kami makan roti dan daging di masjid. ([41])
- Boleh bermain dan berlatih peperangan di masjid
Masjid menjadi pusat bagi urusan kaum Muslimin. Hal-hal yang dapat memberikan manfaat untuk agama dan pemeluknya, dibolehkan dilaksanakan di dalam masjid. Termasuk diantaranya adalah bermain atau berlatih dengan tombak (yakni untuk mempersiapkan diri di dalam peperangan melawan musuh) ([42]). Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Urwah bin Zubair berkata, bahwa ‘Aisyah berkata:
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا عَلَى بَابِ حُجْرَتِي وَالحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ فِي المَسْجِدِ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتُرُنِي بِرِدَائِهِ، أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ
Sungguh aku melihat Rasulullah pada suatu hari berdiri di pintu rumahku sedangkan budak-budak Habasyah bermain di dalam masjid. Rasulullah menutupiku dengan kain selendang beliau saat aku menyaksikan permainan mereka. ([43])
- Menampakkan pakaian terbaiknya ketika menuju masjid untuk shalat jum’at atau shalat ‘id
Dianjurkan bagi setiap muslim untuk selalu berpakaian dan berpenampilan sebaik-baiknya setiap kali menuju masjid, terlebih lagi ketika menghadiri shalat jum’at atau shalat ‘id. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Salman Al-Farisiy berkata, Rasulullah bersabda:
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الجُمُعَةِ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الجُمُعَةِ الأُخْرَى
Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at, bersuci dengan semampunya, menyisir rambutnya, memakai minyak wangi miliknya, kemudian dia keluar menuju masjid dengan tidak memisahkan (tempat duduk) antara dua orang, kemudian dia mendirikan shalat yang telah disyariatkan baginya, kemudian diam ketika imam berkhutbah, kecuali akan diampuni dosa-dosa antara dirinya dengan jum’at berikutnya. ([44])
- Tidak keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan
Tidak selayaknya bagi seseorang untuk keluar dari masjid, padahal telah dikumandangkan adzan untuk shalat. Perbuatan ini dimakruhkan oleh mayoritas ulama ([45]). Berdasarkan hadits riwayat Abu Sya’tsa’ Salim bin Al-Aswad berkata:
كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ، فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ، فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنَ الْمَسْجِدِ، فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: أَمَّا هَذَا، فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kami duduk-duduk di masjid bersama Abu Hurairah, lalu muadzin mengumandangkan adzan. Setelah itu ada seorang lelaki yang bangkit dari masjid, Abu Hurairahpun mengawasinya hingga dia keluar dari masjid. Lalu Abu Hurairah berkata: Adapun orang ini, tekah menyelisihi Abu Al-Qasim (Rasulullah). ([46])
- Mendirikan shalat dengan mengenakan sandal atau sepatu
Diantara perbuatan Rasulullah ketika shalat di dalam masjid adalah beliau shalat dengan mengenakan sandal beliau([47]). Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Maslamah Sa’id bin Yazid Al-Azdiy berkata: Aku bertanya kepada Anas bin Malik:
أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي نَعْلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ
“Apakah Nabi pernah shalat dengan menggunakan sandal? Anas menjawab: “iya.” ([48])
Demikian halnya dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudriy, berkata:
بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ، قَالَ: مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ، قَالُوا: رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا – أَوْ قَالَ: أَذًى – وَقَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ: فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا
“Ketika Rasulullah shalat bersama para sahabat, tiba-tiba beliau melepaskan sandalnya lalu meletakkan di sebelah kirinya. Ketika kaum muslimin mengetahui hal itu, merekapun melepaskan sandal mereka. Setelah Nabi selesai shalat, beliau bersabda: Apa yang membuat kalian melepaskan sandal kalian? Mereka menjawab: Kami melihat engkau melepas kedua sandalmu, kamipun melepaskan sandal kami. Lalu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Jibril datang kepadaku memberitahukanku bahwa pada kedua sandal itu terdapat kotoran atau najis. Maka dari itu jika salah seorang diantara kalian datang ke masjid, hendaknya memperhatikan (sandalnya). Jika dia melihat kotoran (najis) pada sandalnya, hendaknya dibersihkan kemudian menggunakannya untuk shalat.” ([49])
Akan tetapi tentu harus diperhatikan kondisi tatkala menggunakan sepatu atau sendal ke dalam masjid. Harus dipastikan bahwa sepatu atau sendal tersebut tidak mengotori lantai masjid.
Jika ternyata masjid berkarpet atau berubin dan ternyata sendal atau sepatu yang digunakan ternyata bisa mengotori karpet maka hendaknya tidak menggunakan sendal atau sepatu, karena tentu tidak boleh mengotori masjid. Berbeda ketika di zaman Nabi ketika lantai masjid hanya berupa tanah, maka kondisi seseorang memakai sepatu atau tanah tidak mempengaruhi kondisi masjid, terlebih lagi tanah/pasir memiliki sifat membersihkan.
Selain itu untuk menerapkan shalat menggunakan sepatu atau sandal harus juga melihat kondisi masyarakat, jika masyarakat belum paham, hendaknya diberi pemahamana terlebih dahulu agar penerapan sunnah “menggunakan sepatu/sendal” tidak menimbulkan fitnah. Karena bisa jadi sebagian orang awam akan memandang bahwa masuk masjid dengan menggunakan sepatu atau sendal merupakan bentuk “tidak menghormati” masjid, padahal merupakan perkara yang dibolehkan. Wallahu a’lam.
Dapatkan Informasi Seputar Shalat di Daftar Isi Panduan Tata Cara Sholat Lengkap Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
[1]) Al-A’raf: 31
[2]) Ibnu Hajar berkata :
وَنقل ابن حَزْمٍ الِاتِّفَاقَ عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ سَتْرُ الْعَوْرَةِ
“Ibnu Hazm menukilkan ittifaaq (kesepakatan para ulama) bahwa yang dimaksud dengan ziinah (perhiasan) dalam ayat ini adalah menutup aurat” (Fathul Baari 1/465)
[3]) Tafsir Ibnu Katsir 3/365.
[4]) H.R. Bukhari no.7359 dan Muslim no.564.
[5]) (الْكُرَّاثَ) sejenis bawang putih yaitu bawang bakung, sebagian orang terganggu karena baunya yang menyengat. (Fathul Bari Li Ibni Rajab 8/17).
[6]) H.R. Muslim no.564.
[7]) Lihat: Fathul Bari Li Ibni Rajab 8/9.
[8]) H.R. Bukhari no.908.
[9]) Suara gaduh karena tergesa-gesa (Fathul bari Li Ibni Rajab 5/387, Shahih Bukhari Ta’liq Musthafa Al-Bugha 1/129).
[10]) H.R. Bukhari no.635.
[11]) H.R. Muslim no 602
[12]) Lihat penjelasan Ibnu Hajar di Fathul Bari 2/118.
[13]) Maksudnya adalah kebaikan dan pahala besar yang didapatkan di dalam adzan dan shaf pertama (Fathul bari Li Ibni Rajab 5/286).
[14]) (التَّهْجِيرِ) yaitu bersegara mendatangi shalat di awal waktu (An-Nihayah Li Ibni Al-Atsir 5/246).
[15]) (حَبْوًا) yaitu berjalan dengan kedua tangan dan kedua kakinya atau pinggulnya yakni merangkak (An-Nihayah Li Ibni Al-Atsir 1/336).
[16]) H.R. Bukhari no.615.
[17]) H.R. Syarh Shahih Bukhari Li Ibni Batthal 2/244.
[18]) H.R. Bukhari no.6316 dan Muslim no.763. Dalam riwayat Imam Muslim di akhir hadits disebutkan (وَعَظِّمْ لِي نُورًا) “muliakanlah cahaya bagiku.”
[19]) Fathul Bari Li Ibni Hajar 3/4.
[20]) H.R. Muslim no.713.
[21]) H.R. Ibnu Majah no.772, Abu Dawud no.463 dan dishahihkan oleh Al-Albani.
[22]) H.R. Abu Dawud no.466 dan dishahihkan oleh Al-Albani.
[23]) H.R. Bukhari no.168.
[24]) H.R. Hakim no.791 di dalam Al-Mustadrak, hadits shahih dengan syarat Muslim.
[25]) H.R. Bukhari no..444 dan Muslim no.714.
[26]) H.R. Bukhari no.477 dan Muslim no.649.
[27]) H.R. Bukhari no.475 dan Muslim no.2100.
[28]) Syarh Shahih Al-Bukhari Li Ibni Batthal 9/61.
[29]) Ashhabus Shuffah yaitu Sahabat Nabi dari kalangan Muhajirin yang tidak memiliki tempat tinggal dan mereka tinggal dan berdiam diri di masjid Nabi. (Lihat: Fathul Bari Li Ibni Rajab 3/261)
[30]) H.R. Bukhari no.440.
[31]) Syarh Shahih Al-Bukhari 2/105.
[32]) Syarhu An-Nawawi ‘ala Muslim 5/55.
[33]) H.R. Tirmidzi no.1321 dan Ad-Darimi no.1441, dishahihkan oleh Al-Albani.
[34]) H.R. Muslim no.568.
[35]) Fathul Bari Li Ibni Rajab 3/401.
[36]) H.R. Bukhari no.471 dan Muslim no.1558.
[37]) Tasybikul yad artinya adalah merekatkan antar jari jemari tangan. sebagian orang melakukan perbuatan tersebut, padahal termasuk kepada perbuatan yang sia-sia. Diantara hikmah dilarangnya menjalin jari jemari saat hendak shalat adalah ketika seseorang duduk sembari beristirahat menunggu waktu shalat dengan menjalinkan jari-jemarinya, maka hal itu dapat menyebabkan rasa kantuk dan tertidur, yang mana hal itu dapat mengakibatkan batalnya wudhu seseorang, apabila dia berhadats dalam tidurnya. (Lihat : Ma’alim As-Sunan Li Al-Khatthabiy 1/162).
[38]) H.R. Tirmidzi no.386 dan dishahihkan oleh Al-Albani
[39]) H.R. Bukhari no.642.
[40]) Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim 4/73. Namun, jika yang dibicarakan bukan termasuk perkara yang penting, maka hal itu dimakruhkan oleh sebagian ulama, diantaranya adalah Hanafiyyah (Lihat: Umdatul Qoriy Li Ainiy 5/158)
[41]) H.R. Ibnu Majah no.3300, dishaihihkan oleh Al-Albani.
[42]) Syarh Shahih Al-Bukhari Li Ibni Batthal 2/104.
[43]) H.R. Bukhari no.454.
[44]) H.R. Bukhari no.883.
[45]) Fathul Bari Li Ibni Rajab 5/427.
[46]) H.R. Muslim no.655.
[47]) Hadits diatas menjelaskan diantara kebiasaan Rasulullah adalah mengenakan sandal ketika mendirikan shalat. Namun, perbuatan beliau ini menunjukkan bahwa hal tersebut termasuk perkara yang mubah (dibolehkan). (Lihat: Fathul Bari Li Ibni Rajab 3/42)
[48]) H.R. Bukhari no.386.
[49]) H.R. Abu Dawud no.650 dan dishahihkan oleh Al-Albani.