17. فَكَانَ عَٰقِبَتَهُمَآ أَنَّهُمَا فِى ٱلنَّارِ خَٰلِدَيْنِ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَٰٓؤُا۟ ٱلظَّٰلِمِينَ
fa kāna ‘āqibatahumā annahumā fin-nāri khālidaini fīhā, wa żālika jazā`uẓ-ẓālimīn
17. Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.
Tafsir :
Dan kesudahan bagi keduanya baik Iblis maupun manusia mereka semua berada di neraka Jahannam abadi di dalamnya. Jadi ketika Iblis berkata: “Aku berlepas diri dari kekufuran yang kamu lakukan” hal ini tidaklah menyelamatkannya, karena Iblis adalah provokatornya. Begitu juga orang-orang munafik tatkala memprovokasi orang-orang Yahudi untuk bertahan sebagai oposisi melawan kaum muslimin di kota Madinah maka mereka juga tidak akan selamat, di dunia mungkin mereka bisa selamat namun di akhirat mereka tidak akan selamat. Maka dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan bahwa provokator dan orang yang terprovokasi mereka semua nasibnya di akhirat sama-sama di neraka Jahannam dan kekal di dalamnya. Oleh karenanya seseorang yang melakukan provokator untuk melakukan kemaksiatan walaupun dia tidak melakukannya maka hukumnya sama dengan orang yang melakukan kemaksiatan tersebut. Dan ini sering penulis sampaikan seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang kaum nabi Shalih yaitu kaum Tsamud yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam ayat tersebut,
اِذِ انْۢبَعَثَ اَشْقٰىهَاۖ
“ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka” QS. Asy-Syams: 12
Namanya Salif bin Qudar, dan dia sendirilah yang kemudian membunuh untanya nabi Shalih, akan tetapi dalam ayat berikutnya Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan,
فَكَذَّبُوْهُ فَعَقَرُوْهَاۖ فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْۢبِهِمْ فَسَوّٰىهَاۖ
“Namun mereka mendustakannya dan mereka menyembelihnya, karena itu Tuhan membinasakan mereka karena dosanya, lalu diratakan-Nya (dengan tanah)” QS. Asy-Syams: 14
Dalam ayat ini disebutkan فَعَقَرُوْهَا “mereka membunuh unta tersebut”, padahal yang membunuh hanya 1 orang, mengapa demikian? Karena mereka semua adalah provokatornya walaupun eksekutornya satu orang maka hukumnya sama antara provokator dan eksekutor. Oleh karenanya dalam masalah kemaksiatan yang paling rendah adalah pengingkaran, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ»
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran di antara kalian maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, dan apabila tidak mampu maka hendaklah diubahnya dengan lisannya dan jika ia tidak mampu maka hendaklah diubahnya dengan hatinya, tetapi itu adalah selemah-lemah iman.” ([1])
Dalam riwayat lain,
«مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ، وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ، ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ، وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ، فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ»
“Tidak ada seorang nabi pun yang Allah utus pada satu umat sebelumku kecuali memiliki pembela-pembela (hawariyun) dari umatnya dan sahabat-sahabat yang mencontoh sunnahnya dan melaksanakan perintahnya, kemudian datang generasi-generasi pengganti mereka yang berkata apa yang tidak mereka amalkan dan mengamalkan yang tidak diperintahkan. Siapa yang menghadapi mereka dengan tangannya maka ia seorang mukmin, siapa yang menghadapi mereka dengan lisannya maka ia seorang mukmin, dan siapa yang menghadapi mereka dengan hatinya maka ia seorang mukmin. Tidak ada setelah itu sekecil biji sawi dari iman.” ([2])
Maka tidak boleh ketika ada orang yang melakukan kemaksiatan kemudian kita provokator walaupun kita tidak melakukannya namun kita yang memprovokasinya maka kita juga dapat dosa. Maka kita harus berhati-hati, jika ada acara kesyirikan kemudian kita provokasi, ikut gembira, ikut sumbangsih, dan ikut mendukung acara tersebut maka kita mendapatkan dosa juga meskipun kita tidak melakukannya, karena hukum orang yang melakukan dan provokator hukumnya sama di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
_____________________
Footnote :