22. أَفَمَن يَمْشِى مُكِبًّا عَلَىٰ وَجْهِهِۦٓ أَهْدَىٰٓ أَمَّن يَمْشِى سَوِيًّا عَلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
a fa may yamsyī mukibban ‘alā waj-hihī ahdā am may yamsyī sawiyyan ‘alā ṣirāṭim mustaqīm
22. Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?
Tafsir :
Terdapat dua tafsiran terhadap ayat ini. Tafsiran pertama menyebutkan bahwa ayat ini adalah permisalan untuk orang kafir dan orang mukmin di atas muka bumi. Orang mukmin di dunia diumpamakan dengan orang yang berjalan dengan tegap di atas jalan yang lurus, sedangkan orang kafir di dunia Allah Subhanahu wa ta’ala umpamakan seperti orang-orang yang berjalan di atas wajahnya, artinya akalnya tidak digunakan. Orang-orang kafir tidak menggunakan akalnya untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan orang-orang yang seperti ini sangat banyak saat ini. Di antaranya adalah sekelompok orang yang mereka menyembah sapi. Dalam keyakinan mereka manusia memiliki kasta-kasta, dan kasta yang terendah adalah hina dan rendah. Akan tetapi dibalik itu mereka ternyata menyucikan sapi. Kalau begitu, dimanakah akal mereka? Ada pula yang menyembah Nabi Isa ‘alaihissalam, padahal dia adalah seorang manusia yang juga mengalami seperti apa yang mereka alami. Bagaimana bisa mereka mengatakan bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam adalah Tuhan, sedangkan dia mengalami sakit, lapar, tidur, shalat, bayar zakat, dan hal lainnya sebagaimana yang dilakukan oleh manusia? Bahkan Nabi Isa ‘alaihissalam berjalan dengan membawa kitab Injil. Jika dia adalah Tuhan, maka tidak seharusnya dia membawa risalah (Injil) dan cukup berkata langsung. Dimanakah akal mereka yang menyembah Nabi Isa ‘alaihissalam? Demikian pula orang-orang Majusi yang menyembah api. Mereka yang menyalakan api tersebut, mereka sembah, akan tetapi mereka sendiri yang menjaganya agar tidak padam. Dimanakah akal mereka? Demikian pula orang yang menyembah benda-benda langit. Bagaimana bisa mereka menganggap benda-benda langit tersebut sebagai Tuhan sedangkan kerjanya hanya begitu saja di langit? Dimanakah akal mereka? Padahal sifat Allah Subhanahu wa ta’ala telah disebutkan,
فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
“(Dia Allah) Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Buruj : 16)
Kalau demikian, kehendak apa yang dimiliki oleh benda-benda langit tersebut? Di zaman sekarang pun demikian, sebagian manusia menyembah orang yang telah mati, padahal mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Dimanakah akal mereka? Mayat tersebut tidak bisa mandi sehingga dia yang mandikan, mayat tersebut tidak bisa berpakaian sehingga dia yang kafankan, mayat tersebut tidak bisa shalat sehingga dia yang shalatkan, mayat tersebut tidak bisa berdoa sehingga dia yang mendoakan, mayat tersebut tidak bisa pulang ke kuburannya sehingga dia yang mengantarkannya ke kuburannya, lalu kemudian dia meminta kepada mayat tersebut? Dimana akal mereka yang menyembah orang yang telah mati? Justru merekalah yang butuh doa dari orang yang masih hidup. Oleh karenanya demikianlah dikatakan bahwa orang-orang kafir itu ibarat berjalan dengan akal mereka, artinya mereka tidak menggunakan akal mereka untuk berpikir. Seandainya orang-orang kafir memakai akalnya niscaya mereka akan menyembah Allah Subhanahu wa ta’ala.
Tafsiran kedua menyebutkan bahwa ayat ini berbicara tentang kondisi yang terjadi di hari kiamat kelak([1]). Orang mukmin kelak akan meniti jalan yang lurus, sedangkan orang kafir kelak mereka akan dibangkitkan dalam keadaan mereka berjalan di atas wajah mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يُحْشَرُونَ عَلَىٰ وُجُوهِهِمْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ أُولَٰئِكَ شَرٌّ مَّكَانًا وَأَضَلُّ سَبِيلًا
“Orang-orang yang dikumpulkan ke neraka Jahannam dengan diseret wajahnya, mereka itulah yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.” (QS. Al-Furqan : 34)
Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjelaskan,
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلاَثَةَ أَصْنَافٍ صِنْفٌ مُشَاةٌ وَصِنْفٌ رُكْبَانٌ وَصِنْفٌ عَلَى وُجُوهِهِمْ. فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَمْشُونَ عَلَى وُجُوهِهِمْ قَالَ إِنَّ الَّذِى أَمْشَاهُمْ عَلَى أَرْجُلِهِمْ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُمْشِيَهُمْ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَمَا إِنَّهُمْ يَتَّقُونَ بِوُجُوهِهِمْ كُلَّ حَدَبٍ وَشَوْكٍ
“Pada hari kiamat kelak manusia akan dikumpulkan dalam tiga kelompok besar; ada kelompok yang berjalan, ada kelompok yang berkendaraan dan ada kelompok yang berjalan dengan wajah-wajah mereka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka berjalan dengan wajah-wajah mereka?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Dzat yang menentukan mereka berjalan dengan kaki mampu untuk menentukan mereka berjalan dengan wajah-wajah mereka, dan mereka yang berjalan dengan wajah akan hati-hati ketika melewati tempat yang menonjol atau tempat yang berduri.”([2])
___________________
Footnote :