9. قَالُوا۟ بَلَىٰ قَدْ جَآءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ ٱللَّهُ مِن شَىْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا فِى ضَلَٰلٍ كَبِيرٍ
qālụ balā qad jā`anā nażīrun fa każżabnā wa qulnā mā nazzalallāhu min syai`in in antum illā fī ḍalāling kabīr
9. Mereka menjawab: “Benar ada”, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar”.
Tafsir :
Penghuni neraka kelak akan ditanya tentang apakah telah datang pemberi peringatan bagi mereka ketika di dunia, dan mereka tidak bisa mengingkari dan akan mengatakan bahwa benar dahulu mereka telah diutus seorang pemberi peringatan.
Kemudian firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
إِنْ أَنتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ
“Kalian sebenarnya di dalam kesesatan yang besar.”
Penggalan ayat ini memiliki dua tafsiran di kalangan para ulama. ([1])
Tafsiran pertama menyebutkan bahwa pernyatan ini (Kalian sebenarnya di dalam kesesatan yang besar) adalah lanjutan dari perkataan para malaikat penjaga neraka Jahannam kepada orang-orang kafir yang masuk ke dalam neraka. Yaitu kalian “wahai orang-orang kafir” dahulu menolak dan mendustakan para Rasul, maka kalian berada dalam kesesatan yang nyata dan pada saat itu, sehingga sekarang kalian dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.
Tafsiran kedua menyebutkan bahwa pernyataan ini (Kalian sebenarnya di dalam kesesatan yang besar) adalah perkataan orang-orang kafir kepada para Rasul dahulu ketika mereka masih hidup. Mereka orang-orang kafir mengatakan dan menuduh bahwa para rasul itulah yang sesat. Dan perkataan orang-orang kafir yang seperti ini banyak terdapat di dalam ayat-ayat Al-Quran. Di antaranya adalah ketika Nabi Nuh ‘alaihissalam yang dituduh sesat oleh kaumnya, sehingga dia berkata kepada kaumnya,
قَالَ يَاقَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلَالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Dia (Nuh) menjawab, ‘Wahai kaumku, aku tidak sesat. Akan tetapi aku ini seorang Rasul dari Tuhan seluruh alam’.” (QS. Al-A’raf : 61)
Demikian pula Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dituduh sebagai orang yang sesat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذَا رَأَوْكَ إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولًا، إِنْ كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنْ آلِهَتِنَا لَوْلَا أَنْ صَبَرْنَا عَلَيْهَا
“Dan apabila mereka melihat engkau (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan engkau sebagai ejekan (dengan mengatakan), ‘Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul? Sungguh, hampir saja dia menyesatkan kita dari sesembahan kita, seandainya kita tidak tetap bersabar terhadapnya (kesyirikan)’.” (QS. Al-Furqan : 41-42)
Mereka orang-orang kafir menuduh bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sesat. Maka dari itu Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan,
وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ الْعَذَابَ مَنْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Dan kelak mereka akan mengetahui pada saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya.” (QS. Al-Furqan : 42)
_______________________
Footnote :
([1]) Lihat: Al-Muharror Al-Wajiz Fii Tafsir Al-Kitab Al-Aziz 5/340