3. ٱلَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ طِبَاقًا ۖ مَّا تَرَىٰ فِى خَلْقِ ٱلرَّحْمَٰنِ مِن تَفَٰوُتٍ ۖ فَٱرْجِعِ ٱلْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِن فُطُورٍ
allażī khalaqa sab’a samāwātin ṭibāqā, mā tarā fī khalqir-raḥmāni min tafāwut, farji’il-baṣara hal tarā min fuṭụr
3. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Tafsir :
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.”
Kata طِبَاقًا (berlapis-lapis) maksudnya adalah langit itu bertingkat-tingkat. Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan bahwa ada dua pendapat di kalangan para ulama tentang apa yang dimaksud dengan langit memiliki tujuh tingkatan. Pendapat pertama menyebutkan bahwa langit-langit itu مُتَوَاصِلَاتٌ mutawashilat (bersambung), yaitu antara langit yang satu dengan langit yang lain tersebut tidak ada jeda dan tidak terputus atau terpisah dengan sesuatu apa pun. Dan sebagaimana kita ketahui bahwa jarak antara langit yang satu dengan yang lainnya adalah 500 tahun perjalanan, maka tentunya ini menunjukkan bahwa alam semesta sangat luas. Pendapat kedua menyebutkan bahwa langit-langit itu مُتَفَاصِلَاتٌ mutafashilat (terpisah), yaitu antara langit yang satu dengan langit yang lainnya terdapat jeda atau pemisah. Dan Ibnu Katsir rahimahullah lebih cenderung kepada pendapat yang kedua([1]).
Kemudian firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
مَّا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِن تَفَاوُتٍ
“Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Allah Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.”
Ada dua penafsiran yang datang dari para salaf tentang apa yang dimaksud dari ‘Melihat pada ciptaan Allah’. Tafsiran pertama, maksudnya adalah ciptaan Allah secara umum. Artinya semua ciptaan Allah sempurna dan seimbang. Apa saja yang kita lihat segalanya tampak sempurna, Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan segalanya sempurna sesuai dengan porsinya masing-masing. Tidak ada yang aneh pada masing-masing ciptaan Allah. Manusia dengan bentuknya yang sempurna, gunung-gunung dengan bentuknya yang sempurna, laut dengan kesempurnaannya, pepohonan yang rindang, hewan-hewan dengan bentuknya yang khas, semuanya diciptakan sesuai porsinya masing-masing. Tafsiran kedua, maksudnya adalah melihat langit secara khusus yang merupakan ciptaan Allah. Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan langit dengan begitu kokoh, bersusun, banyak benda-benda yang diletakkan di langit, itu semua Allah Subhanahu wa ta’ala ciptakan dengan sempurna dan kita tidak melihat ada keganjilan atau keanehan dalam ciptaan-ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala. ([2])
Kemudian firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِن فُطُورٍ
“Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?”
Penggalan ayat ini dijadikan dalil untuk menguatkan pendapat sebelumnya bahwa yang dimaksud ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam ayat ini adalah langit. Meskipun demikian, kedua tafsiran di atas benar. Baik itu langit atau ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala yang lain -secara umum- maka semuanya sempurna dan tidak ada cacat. Karena hukum asal khilaf dalam Ilmu Tafsir adalah khilaf tanawwu’ (khilaf yang tidak bertentangan suatu pendapat dengan pendapat yang lain).
Kata فُطُورٍ yaitu الشُّقُوْقُ(terbelah) ([3]). Kita tidak melihat langit terbelah kecuali pada hari kiamat. Adapun proses langit terbelah pada hari kiamat adalah sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta’ala firmankan,
إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ
“Apabila langit terbelah.” (QS. Al-Infithar : 1)
إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ
“Apabila langit terbelah (lebih besar).” (QS. Al-Insyiqaq : 1)
وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ
“Apabila langit dilenyapkan (dilepas dari tempatnya).” (QS. At-Takwir : 11) ([4])
Maka adapun sebelum hari kiamat, langit akan tetap sempurna dan kukuh dan kita tidak akan melihat ada bagian yang berlubang atau terbelah dari langit sama sekali.
______________________
Footnote :
([1]) Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada tafsir ayat tersebut (8/176).
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 18/208
([3]) Ini adalah penafsiran Mujahid dan Adh-Dhohhak (lihat: tafsir Al-Qurthubi 18/209)
([4]) disebutkan oleh Ibnu Zaid:
فَإِذَا جَاءَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ انْفَطَرَتْ ثُمَّ انْشَقَّتْ، ثُمَّ جَاءَ أَمْرٌ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ انْكَشَطَتْ
“Dan jika datang hari kiamat langit terbelah, kemudian terbelah (lebih besar) dan kemudian datang perkara yang lebih besardari hal itu yaitu langit lenyap.” Lihat: Tasir Ath-Thabari 23/122