2. وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
wawadha’naa ‘anka wizraka
“Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu”
Tafsir Surat Al-Insyirah Ayat-2
Secara bahasa وِزْرٌ maknanya adalah dosa. Ada beberapa pendapat ahli tafsir tentang tafsir وِزْرَكَ pada ayat ini, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi (20/105-106) dan al-Baghowi (8/463). Sebagian ahli tafsir menafsirkannya dengan ‘dosamu wahai Muhammad’, artinya dosa-dosa Nabi di zaman jahiliyah. Karena Nabi di zaman jahiliyah pernah terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan sebelum beliau diutus menjadi seorang Nabi seperti mengikuti sebagian adat kebiasaan kaumnya -meskipun Nabi tidak pernah menyembah berhala-. Sebagian ahli tafsir yang lain menafsirkannya dengan ‘dosa ummatmu yang membebanimu’, karena begitu perhatiannya Nabi kepada umatnya sehingga seakan-akan beliau ikut memikul suatu beban berat. Dan diantara sifat Nabi adalah ikut merasa berat terhadap apa yang memberatkan ummatnya, diantaranya dosa-dosa mereka. Allah berfirman:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS At-Taubah : 128)
Ada pula yang menafsirkan dengan, ‘kesulitan yang engkau hadapi dalam berdakwah’. Sehingga itu semua diangkat oleh Allah agar tidak membebani beliau. Namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama yang sesuai dengan zhahir ayat yaitu ‘dosamu wahai Muhammad’ baik dosa yang telah lalu maupun yang akan datang, dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/416). Hal ini sebagaimana firman Allah :
لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَما تَأَخَّرَ
“Agar Allah mengampuni bagimu dosa-dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang” (QS Al-Fath : 2)
Oleh karena itu, jumhur ulama berpendapat bahwasanya para Nabi mungkin saja untuk berdosa, dengan catatan :
- Dosa mereka tidak berkaitan dengan risalah (wahyu), karena mereka ma’sum dari kesalahan dalam menyampaikan risalah Allah. Tidak ada yang disembunyikan oleh mereka dan tidak ada yang dikurangi atau ditambah
- Dosa yang mereka lakukan sangatlah sedikit dan bukan dosa besar. Ini menguatkan bahwasanya para Nabi adalah benar-benar seorang manusia. Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa’.” (QS Al-Kahfi : 110)
Dan Nabi telah bersabda :
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Seluruh anak-anak Adam melakukan kesalahan, dan sebaik-baik yang bersalah adalah yang bertaubat” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan)
Dan para Nabi seluruhnya adalah keturunan Nabi Adam. Maka demikian pula dengan Nabi-Nabi sebelum beliau juga pernah melakukan kesalahan.
Nabi Adam pernah berdosa, dia memakan buah yang dilarang oleh Allah, kemudian Allah memberikannya taufik untuk segera bertaubat dan akhirnya taubatnya diterima. Allah berfirman :
وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى
“Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia, kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk” (QS Thoha : 121-122)
Nabi Nuuh ‘alaihis salam juga pernah bersalah dan memohon ampun tatkala meminta keselamatan untuk anaknya yang kafir. Maka Allah menegur beliau dengan berfirman :
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” (QS Huud : 46-47)
Nabi Musa juga pernah berdosa, dia pernah memukul pengikut Fir’aun hingga meninggal dunia, meskipun tanpa bermaksud membunuh. Kemudian Nabi Musa bertaubat kepada Allah dan Allah pun mengampuninya.
Allah berfirman :
فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa mendoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al-Qoshosh : 15-16)
Nabi Dawud juga pernah bersalah :
وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ
Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. (QS Shood : 24-25)
Kesalahan Nabi Daud ‘alaihis salam adalah beliau terlalu cepat memutuskan hukum tanpa mendengar dari pihak kedua.
Maka demikian juga Nabi Muhammad juga pernah bersalah dan ditegur oleh Allah beberapa kali. Diantaranya Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ ۖ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS At-Tahrim : 1)
Terkadang Nabi berijtihad kemudian salah, lalu ditegur oleh Allah, sehingga syariat tidak mungkin keliru. Kemudian kesalahan-kesalahan para Nabi juga tidak mungkin menunjukkan keburukan akhlak mereka. Contohnya, tidak mungkin para Nabi itu berdusta, tidak mungkin para Nabi mencuri, tidak mungkin para Nabi berkhianat. Semua dosa-dosa yang menunjukkan rendahnya kedudukan dan wibawa seseorang tidak mungkin dilakukan oleh para Nabi (lihat Tafsir Juz ‘Amma syaikh al-Utsaimin). Tetapi para Nabi mungkin saja salah dalam berijtihad, lalu ditegur oleh Allah. Dosa-dosa seperti ini tidak menggugurkan kedudukan Nabi. Namun namanya seorang Nabi, ketika mereka melakukan dosa, maka mereka akan merasa sangat berat.
Diantara hikmah Allah menjadikan Nabi berdosa yaitu agar kita bisa meneladani beliau dalam bermunajat dan meminta ampun kepada Allah. Diantara doa Nabi yaitu:
رَبِّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى وَجَهْلِى وَإِسْرَافِى فِى أَمْرِى كُلِّهِ ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى خَطَايَاىَ وَعَمْدِى وَجَهْلِى وَهَزْلِى ، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِى ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ ، وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, sikapku yang melampaui batas dalam urusanku dan segala hal yang Engkau lebih mengetahui hal itu dari diriku. Ya Allah, ampunilah aku, kesalahan yang kuperbuat tatkala serius maupun saat bercanda dan ampunilah pula kesalahanku saat aku tidak sengaja maupn sengaja, ampunilah segala kesalahan yang kulakukan. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, (dosa) yang aku sembunyikan dan (dosa) yang aku lakukan terang-terangan. Engkaulah yang terdahulu dan Yang Terakhir dan Engkau berkuasa atas segala sesuatu.” (HR Bukhari no.6398)
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi benar-benar meminta ampun kepada Nabi atas kesalahan yang mungkin saja dia lakukan. Dan demikianlah kenyataannya, beliau pernah terjatuh di dalam dosa, akan tetapi Allah mengampuninya.