Hadits 12
Keutamaan Amalan Muta’addi dan Amalan Untuk Diri Sendiri
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ سَلَّامٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ! أَفْشُوا اَلسَّلَام وَصِلُوا اَلْأَرْحَامَ وَأَطْعِمُوا اَلطَّعَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا اَلْجَنَّةَ بِسَلَامٍ. أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
Dari Abdullah Ibnu Salam bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai manusia sebarkanlah ucapan salam hubungkanlah tali kekerabatan berilah makanan dan shalatlah pada waktu malam ketika orang-orang tengah tertidur engkau akan masuk surga dengan selamat.” Hadits shahih riwayat Tirmidzi.
Abdullah bin Sallam adalah sahabat yang dahulunya beragama yahudi bahkan termasuk ulama dari kalangan yahudi. Namun masuk Islam karena membenarkan Nabi Muhammad ﷺ.
Hadits ini merupakan perkataan pertama yang Nabi ﷺ sampaikan ketika memasuki kota madinah.Tatkala Abdullah bin Salam mendengarnya saat itu pula dia meyakini bahwa Nabi ﷺ bukanlah orang yang suka bohong dan menipu. Perkara pertama yang disampaikan oleh Nabi ﷺ ternyata tentang akhlak.
Nabi ﷺ bersabda, أَفْشُوا اَلسَّلَام “Sebarkanlah ucapan salam.”
الْفُشُو yaitu الاِنْتِشَارُ yang maknanya tersebar. Artinya sebarkanlah salam dimana-mana. Dimanapun dan bagaimanapun keadaannya Nabi ﷺ ingin agar kita menyebarkan salam. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
“Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Islam yang bagaimana yang paling baik?’ Beliau bersabda, ‘Memberi makan (pada yang butuh), juga mengucapkan salam pada orang yang engkau kenal dan tidak engkau kenal.” ([1])
Sangat disayangkan sunnah Nabi ﷺ ini jarang diamalkan di tengah kaum muslimin, kita saksikan kebanyakan orang salamnya kepada orang-orang yang dikenalnya saja. Padahal di dalam salam terdapat doa kebaikan kepada orang yang disalami, sehingga timbul kasih sayang diantara sesama kita, bisa menghilangkan kebencian dan kedengkian.
Lalu Nabi ﷺ bersabda, وَصِلُوا اَلْأَرْحَامَ “Hubungkanlah tali kekerabatan.”
Kerabat atau saudara itu ada tiga jenis,
- Saudara karena sepersusuan
- Saudara karena nasab
- Saudara karena pernikahan
Ketiga jenis saudara di atas semuanya perlu disambung hubungan kekerabatannya, namun yang paling utama adalah kerabat nasab, inilah yang dimaksud dengan rahim dalam hadits (sebagaimana telah lalu pembahasannya).
Adapun teman sekolah, teman sekantor, teman ngopi bukanlah rahim. Oleh karena itu, betapa banyak dijumpai kekeliruan yang berjalan di tengah kebanyakan orang dimana dia lebih mengedepankan menyambung hubungan persahabatan antara dirinya dan kawan-kawannya dibanding antara dirinya dan kerabatnya yang sesungguhnya. Memang benar, hubungan Ukhuwah Islamiyah itu mesti dijaga tapi hadits-hadits yang datang dari Nabi ﷺ tentang perintah menyambung silaturrahmi adalah dengan kerabat senasab, terutama yang paling dekat seperti ayah, ibu, kakak, adek, paman, bibi, kakek, nenek, dan keponakan-keponakan.
Lantas siapa yang lebih utama untuk disambung rahimnya dari kerabat-kerabat kita tersebut? Pertama, kerabat yang terdekat. Kemudian kedua, kerabat yang membutuhkan. Kemudian ketiga, kerabat yang sedih jika tidak diperhatikan, seperti bibi apabila tidak ditelpon maka dia bisa sedih.
Lalu Nabi ﷺ bersabda, وَأَطْعِمُوا اَلطَّعَامَ “Berilah makanan.”
Memberi makan bukanlah amalan sepele, tetapi dia adalah amalan yang besar di sisi Allah ﷻ. Allah ﷻ menyebutkannya dalam banyak tempat di Al-Quran, diantaranya Allah ﷻ berfirman:
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا، وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا، إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan, (sambil berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu. (QS Al-Insan : 8-9)
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
“Atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan.” (QS Al-Balad : 14)
Nabi ﷺ juga bersabda
وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا
“Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya.” ([2])
Lalu Nabi ﷺ bersabda, وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ “Shalatlah pada waktu malam ketika orang-orang tengah tertidur.”
Nabi ﷺ menyebutkan shalat malam ketika yang lainnya tidur adalah karena ketika yang lainnya tidur maka kita lebih mudah untuk ikhlas, khusyu’, lebih tenang menghadap Allah ﷻ. Allah ﷻ memuji mereka dalam banyak ayat di dalam Al-Quran, Allah ﷻ berfirman,
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS As-Sajdah : 16)
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
“Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam.” (QS Adz-Dzariyat : 17)
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?” (QS Az-Zumar : 9)
Dalam hadits yang lain Nabi ﷺ juga memotivasi ummatnya untuk melaksanakan shalat malam, Nabi ﷺ bersabda,
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ
“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat malam adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ”
Kemudian setelah itu, Nabi ﷺ bersabda, تَدْخُلُوا اَلْجَنَّةَ بِسَلَامٍ “Engkau akan masuk surga dengan selamat.”
Orang yang melakukan amalan-amalan tersebut, maka niscaya dia akan masuk ke dalam surga dengan penuh keselamatan. Maksud selamat di hadits ini adalah,
- Selamat dari segala kekurangan, tidak ada lagi kekhawatiran dan kesedihan
- Diberi ucapan selamat oleh Allah ﷻ, malaikat, dan sesama penghuni surga.
Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,
سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ
“(Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS Yasin : 58)
تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلَامٌ وَأَعَدَّ لَهُمْ أَجْرًا كَرِيمًا
“Penghormatan mereka (orang-orang mukmin itu) ketika mereka menemui-Nya ialah, “Salam,” dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.” (QS Al-Ahzab : 44)
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“(sambil mengucapkan), ‘Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.’ Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” (QS Ar-Ra’d : 24)
Dari ke empat amalan tersebut, amalan pertama, kedua, dan ketiga dinamakan amalan muta’addi yaitu amalan yang manfaatnya menyentuh hingga orang lain. Adapun yang keempat adalah ibadah untuk diri sendiri. Dan Nabi ﷺ mendahulukan ibadah yang berkaitan dengan orang lain daripada hanya berkaitan diri sendiri. Oleh karena itu, amalan itu jika semakin bermanfaat dengan orang lain maka akan semakin besar pahalanya.
Footnote:
___________
([1]) HR. Bukhari, no. 12 dan Muslim, no. 39
([2]) HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453