Hadis 6
Syirik dan Dosa-Dosa Besar
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ: سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: “أَنْ تَجْعَلَ لِلّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ” قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: “أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ” قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: “أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ”.” مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Ibnu Mas‘ūd radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ, ‘Dosa apa yang paling besar?’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Yaitu engkau menjadikan sekutu (tandingan) bagi Allah ﷻ padahal Dia yang menciptakanmu.’ Aku berkata, ‘Kemudian apa?’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu.’ Aku berkata, ‘Kemudian apa setelah itu, wahai Rasulullah?’ Rasulullah ﷺ, ‘Engkau berzina dengan istri tetanggamu’.” ([1])
Hadis ini menjelaskan tentang “Tiga dosa yang paling besar yang membinasakan”.
- Dosa Pertama, engkau menjadikan tandingan bagi Allah ﷻ.
Ini merupakan syirik akbar (besar). Allah ﷻ adalah pencipta seluruh alam semesta termasuk diri kita. Karena Allah ﷻ yang menciptakan alam semesta termasuk diri kita, maka Dia pulalah satu-satunya yang berhak untuk disembah.
Maka, sungguh tidak logis dan tidak pada tempatnya jika kita diciptakan oleh Allah ﷻ tetapi kemudian kita malah menyembah selain Allah ﷻ. Hal in tentu merupakan suatu kezaliman yang sangat besar, maka ia termasuk dalam kelompok perbuatan Syirik Akbar.
Syirik akbar dikatakan sebagai dosa yang paling besar karena perbuatan itu mendatangkan berbagai macam musibah/kebinasaan, di antaranya sebagai berikut:
- Musibah pertama, syirik akbar dapat menggugurkan seluruh amalan yang telah dikerjakan oleh pelakunya.
Allah ﷻ berfirman:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Jika engkau (wahai Muhammad) berbuat kesyirikan, maka akan gugur seluruh amalanmu dan engkau benar-benar akan termasuk orang yang merugi.” (QS. Az-Zumār: 65)
Khitab (wacana) Firman Allah ini ditujukan kepada Rasulullah Muhammad ﷺ dan juga dikatakan kepada seluruh utusan Allah sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Kalau mereka (yaitu para Rasulullah seluruhnya) berbuat kesyirikan, maka akan gugur seluruh amalan mereka.” (QS. Al-An’ām: 88)
Jika para Rasulullah saja bisa gugur amalnya karena perbuatan syirik, apalagi selain para Rasulullah. Jika mereka melakukan kesyirikan, maka tanpa ragu seluruh amalannya akan teberharapapuskan.
Karena itu, alangkah ruginya jika seseorang yang telah beribadah selama 60 tahun atau lebih, tetapi kemudian di akhir hayatnya ia terjerumus kepada kesyirikan. Ibadahnya yang bermacam-macam seperti salat, puasa, haji, umrah, sedekah, berbakti kepada orang tua, dan lain-lain itu akan digugurkan oleh Allah ﷻ sehingga menjadi tidak bernilai sama sekali.
- Musibah kedua, orang yang melakukan syirik akbar tidak akan diampuni dosa-dosanya.
Seseorang yang meninggal dunia dalam kondisi melakukan dosa besar, seperti mencuri, berzina, dan sebagainya, wal iyādzubillāh masih ada kemungkinan untuk dimaafkan oleh Allah ﷻ di akhirat. Meskipun ampunan itu sendiri belum merupakan hal yang pasti, tetapi kemungkinan itu masih ada.
Namun, jika seseorang meninggal dunia dalam kondisi melakukan perbuatan syirik akbar (syirik besar), maka Allah ﷻ telah menyatakan sendiri bahwa Dia tidak akan mengampuninya.
Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa kesyirikan, dan Allah mengampuni dosa-dosa selain kesyirikan, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisā: 48)
Seandainya dosa syirik bisa diampuni, maka Abū Thālib (paman Rasulullah ﷺ) lebih berhak untuk diampuni. Kenapa? Karena Abū Thālib adalah orang yang senantiasa membela dakwah Rasulullah ﷺ sejak awal Beliau berdakwah. Bahkan Abū Thālib rela mati untuk membela keponakannya, yaitu Rasulullah ﷺ.
Sebaliknya Rasulullah ﷺ juga sangat sayang kepada Abū Thālib. Sedemikian sayangnya Rasulullah ﷺ kepada pamannya, sampai-sampai Rasulullah ﷺ terus-menerus menasihati pamannya itu dengan mengatakan, “Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illallah, kalimat yang dengannya aku akan membela engkau di akhirat kelak.”
Akan tetapi, Abū Thālib enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah, sehingga akhirnya dia meninggal dalam kesyirikan. Maka ketika Rasulullah ﷺ ingin memohonkan ampunan bagi pamannya itu, Allah ﷻ menegur Beliau dengan firman-Nya,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak pantas bagi Rasulullah dan juga tidak pantas bagi kaum mukminin untuk memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, meskipun (orang-orang musyrik itu adalah) kaum kerabat, setelah jelas bagi mereka (bahwasanya orang-orang musyrik itu) adalah penghuni neraka Jahanam.” (QS. At-Taubah: 113)
Maka lihatlah, meskipun jasa Abū Thālib sedemikian besarnya terhadap Islam, namun Allah ﷻ tidak memberikan ampunan kepadanya. Maka bagaimana dengan selainnya?
Oleh karenanya, seorang yang meninggal dalam keadaan musyrik tidak ada kemungkinan baginya untuk diampuni oleh Allah ﷻdi akhirat kelak, karena dia telah melakukan dosa yang sangat besar.
Dosa-dosa lain seperti zina, merampok, membunuh, durhaka kepada orang tua, itu semua berkaitan dengan hak hamba. Berbeda dengan syirik. Syirik adalah berkaitan dengan hak Allah ﷻ. Seharusnya hanya Allah yang diibadahi karena Allah-lah yang menciptakan dia dan seluruh alam semesta ini. Jika seorang hamba, selain beribadah kepada Allah juga beribadah kepada selain Allah (beribadah kepada sesama makhluk), maka hal itu merupakan dosa yang paling besar dan tidak diampuni olah Allah ﷻ.
- Musibah Ketiga, orang yang meninggal dalam kondisi syirik akbar mustahil akan masuk ke dalam surga.
Orang yang meninggal dalam kondisi belum bertobat dari syirik akbar akan kekal dalam neraka Jahanam selama-lamanya.
Hal ini berdasarkan firman Allah ﷻ,
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang berbuat kesyirikan, maka pasti Allah mengharamkan baginya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka Jahanam, tidaklah ada bagi orang-orang zālim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72)
Oleh karenanya orang musyrik tidak akan masuk surga, kecuali kalau onta bisa dimasukkan ke dalam lubang jarum.
Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِۚ
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan sombong terhadap ayat-ayat Kami, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk ke dalam surga, sampai unta (yang begitu besar) bisa dimasukkan ke dalam lubang jarum.” (QS. Al-A’rāf: 40)
Ini merupakan kemustahilan. Oleh sebab itu, seorang yang meninggal dalam kondisi sebagai pelaku kesyirikan akbar tidak akan diampuni oleh Allah. Seluruh amalannya sia-sia, dan tidak akan dimasukkan ke dalam surga. Semoga Allah melindungi kita dari dosa-dosa kesyirikan.
- Dosa Kedua, membunuh anak karena takut akan mengurangi rezeki
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ
Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu. ([2])
Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ, perkara darah seorang mukmin adalah perkara yang besar di sisi Allah ﷻ. Banyak hadis mengingatkan akan bahaya dosa membunuh orang lain. Di antaranya seperti sabda Rasulullah ﷺ berikut.
لا يَزَالَ الْمُؤْمِنُ فِي فُسْحَةٍ مِنْ دِينِهِ مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا
“Seorang mukmin senantiasa berada dalam kelapangan dalam agamanya selama dia tidak menumpahkan darah yang haram.” ([3])
Artinya, jika seorang muslim sudah menumpahkan darah yang haram, maka dia akan merasakan kesempitan dalam agamanya.
Dalam hadis yang lain juga, Rasulullah ﷺ menyebutkan,
لَزَوَال الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ من قَتْلِ مُسْلِمٍ بِغَيْر حَقٍّ
“Sesungguhnya hilangnya dunia ini lebih ringan disisi Allah ﷻ daripada terbunuhnya (tertumpahkan darah) seorang muslim tanpa hak.” ([4])
Oleh karenanya, membunuh seorang muslim menyebabkan masuk neraka Jahanam.
Rasulullah ﷺ bersabda,
إذا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ في النَّارِ. فَقُلْت:ُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ ؟ قال: إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ
“Jika dua orang muslim saling bertemu dan masing-masing menghunuskan pedang, maka yang membunuh dan terbunuh sama-sama masuk neraka.” Para shāhabat berkata, “Yā Rasulullah, yang membunuh jelas masuk neraka, tapi kenapa yang terbunuh juga masuk neraka?” Kata Rasulullah ﷺ, “Yang terbunuh tadi juga sudah berniat untuk membunuh saudaranya.” ([5])
Hadis ini menunjukkan bahwa jika seseorang ingin membunuh orang mukmin meskipun tidak beberharapasil, dia sudah terkena vonis neraka Jahanam oleh Rasulullah ﷺ. Perhatikan bahwa orang yang terbunuh pun dalam hadis ini juga divonis masuk neraka Jahanam. Oleh karenanya, membunuh merupakan salah satu dosa yang sangat besar.
Lebih besar dosanya lagi apabila yang dibunuh adalah kerabat. Karena dengan kerabat seharusnya menyambung silaturrahīm, bukan malah memutuskannya. Di antara bentuk pemutusan silaturrahīm yang sangat besar adalah melukai dan memukul saudaranya. Apalagi sampai membunuh saudaranya, maka yang demikian itu adalah bentuk pemutusan silaturahmi yang paling puncak dan dosanya sangat besar. Apalagi jika kerabat yang dibunuh itu adalah anak sendiri, sebagaimana dalam hadis ini. Maka ini adalah tingkatan pembunuhan yang sangat berbahaya.
Rasulullah ﷺ mengatakan,
أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ
“Engkau membunuh anakmu karena engkau khawatir dia ikut makan bersamamu.” ([6])
Ini adalah bentuk menumpahkan darah orang yang tidak berdosa. Apa dosa anak-anak? Jika membunuh orang dewasa yang bisa jadi memiliki kesalahan dan dosa saja sudah merupakan dosa yang sangat besar dan diancam dengan neraka jahanam, apalagi jika membunuh anak-anak yang tidak berdosa? Tentu saja dosanya jauh lebih besar.
Membunuh seorang anak karena khawatir anak tersebut akan ikut makan bersama orang tuanya, artinya dengan alasan anak tersebut akan menjadi beban ekonomi orang tua, merupakan bentuk mengumpulkan suuzan (berburuk sangka) kepada Allah ﷻ. Seolah-olah Allah tidak mampu memberikan rezeki kepada makhluk ciptaan-Nya.
Padahal, Allah menyebutkan di dalam Al-Qurān,
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena khawatir kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka (anak-anak) adalah dosa yang besar.” (QS. Al-Isrā: 31)
Maka, ini adalah fitrah yang sudah hilang, jika seseorang kemudian membunuh anaknya sendiri hanya karena takut kemiskinan.
- Dosa Ketiga, berzina dengan istri tetangga.
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ
“Engkau berzina dengan istri tetanggamu”.([7])
Hal ini juga merupakan dosa yang sangat besar. Tetangga seharusnya saling menjaga, bukan seperti kata pepatah, “pagar makan tanaman.” Jika seorang tetangga sedang bepergian, maka seolah-olah apa yang ditinggalkannya di rumah merupakan amanah bagi tetangganya yang lain. Jangan sampai ia mengganggu amanah yang diterimanya tersebut.
Sudah menjadi hal yang lumrah apabila seseorang bepergian, maka ia menitipkan keluarganya kepada para tetangganya. Ia bisa saja berpesan kepada tetangganya,
“Tolong perhatikan istri dan anak saya,”
“Tolong perhatikan kebutuhan saya,”
“Tolong dicek rumah saya,” dan ungkapan-ungkapan semakna lainnya.
Jika diberi amanah seperti ini, maka seorang tetangga yang baik harus menunaikannya. Bukan malah sebaliknya, ketika tetangga pergi, maka ia malah merayu istri tetangganya itu. Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa di antara dosa yang paling besar adalah,
أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ
“Engkau menzinai istri tetanggamu.”
Dilihat dari bentuk redaksinya, dalam hadis ini Rasulullah ﷺ menggunakan wazan mufa’alah di mana dalam tatabahasa Arab menunjukkan adanya makna resiprokal. Jadi maksudnya terjadi upaya merayu dari kedua belah pihak; si laki-laki dan perempuan.
Hal ini tentu tidak terjadi begitu saja, tetapi memerlukan tahapan-tahapan. Apabila seseorang merayu istri tetangganya, kemudian perlahan-lahan akhirnya timbul rasa saling menyukai di antara keduanya sampai akhirnya keduanya berzina, maka ini merupakan bentuk pengkhianatan yang sangat besar terhadap tetangga. Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa hal seperti itu sebagai dosa yang paling besar.
Berzina, secara umum saja, adalah perkara yang sangat tercela dan merupakan dosa yang sangat besar sebagaimana firman Allah,
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya ini perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buruk.” (QS. Al-Isrā: 32)
Apalagi jika perzinaannya terjadi dengan istri tetangga yang seharusnya kita jaga dan kita perhatikan kehormatannya, tentu dosanya jauh lebih besar lagi. Karenanya Rasulullah bersabda :
لَأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرِ نِسْوَةٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ
“Sungguh (jika) seorang lelaki berzina dengan 10 wanita masih lebih ringan baginya dari pada ia berzina dengan istri tetangganya” ([8])
Footnote:
___________
([1]) Muttafaqun ‘alaih, diriwayatkan oleh Imām Bukhāri no. 6001 dan Muslim no. 86
([3]) HR. Bukhāri no. 6862, dari Ibnu ‘Umar t
([4]) Sahih At-Targib Wa At-Tarhib no. 2438. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih lighoirihi
([5]) Muttafaqun ‘alaih HR. Bukhari no. 31 dan Muslim no. 2888, dari Abu Bakrah Nufa’i bin Harits Ats Tsaqafi
([7]) HR. Bukhari no. 4477 dan Muslim no. 86
([8]) HR. Bukhari di al-Adab al-Mufrod no 103 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani di As-Sahihah no 65