Hadis 13
Keutamaan Orang yang Menunjukkan Kepada Kebaikan
وعَنْ أبي مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قاَلَ: قاَلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : “مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ، فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فاَعِلِهِ.” أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Mas’ūd al-Anshari ﷺ, beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, baginya semisal pahala yang orang yang mengerjakan kebajikan tersebut.”([1])
Hadis yang agung ini menjelaskan tentang keutamaan memberi petunjuk kepada kebaikan kepada orang lain. Di sini Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ
“Barang siapa yang menunjukkan akan kebaikan.”
Kalau kita perhatikan, bentuknya adalah kalimat persyaratan, “Barang siapa… maka akan mendapatkan…” Ini namanya konteks persyaratan. Untuk jawabannya adalah,
فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فاَعِلِهِ
“Bagi dia seperti pahala orang yang mengerjakannya.”
Di sini terdapat dua diksi yang menunjukkan keumuman:
- Man (من), artinya siapa saja
Yaitu siapa saja yang menunjukkan kepada kebaikan. Jadi siapa saja baik laki-laki maupun perempuan, baik orangtua atau anak muda, seorang ustaz atau bukan, yang penting dia bisa menunjukkan kebaikan kepada orang lain. Maka dia akan mendapatkan pahala seperti yang diamalkan oleh orang yang mengamalkan kebaikan tersebut.
- Khayrin (خيْرٍ), artinya kebaikan.
Di sini, kebaikan datang dalam bentuk nakirah (tidak spesifik) dan dalam konteks jumlah syarthiyyah (kalimat bersyarat), maka memberikan faedah berupa keumuman cakupan makna. Artinya, barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan apapun, mencakup kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat.
Kalau kita perhatikan hadis ini dari teks lengkapnya di dalam Shahīh Muslim, kita akan dapati bahwa hadis ini datang dalam konteks masalah kebaikan duniawi, yaitu
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي فَقَالَ مَا عِنْدِي فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Dari Ibnu Mas’ūd Al-Anshāriy RA, beliau berkata, “Datang seorang lelaki kepada Rasulullah ﷺ , kemudian lelaki ini berkata, ‘Yā Rasulullah, sesungguhnya tungganganku (ontaku) tidak bisa lagi aku naiki maka berilah tunggangan bagiku.’ Jawab Rasulullah ﷺ , ‘Aku tidak memiliki tunggangan yang bisa aku berikan kepadamu.’ Tiba-tiba ada seorang lelaki mengatakan, ‘Yā Rasulullah, aku bisa menunjukkan orang ini kepada orang yang bisa memberikan tunggangan untuknya.’ Maka Rasulullah ﷺ mengatakan, ‘Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, baginya seperti pahala orang yang melakukannya’.”([2])
Perhatikan bahwa hadis ini berkaitan dengan kebaikan dunia, di mana ada orang yang tidak memiliki tunggangan dan dia minta tolong kepada Rasulullah ﷺ agar diberi tunggangan. Rasulullah ﷺ mengatakan, “Aku tidak memiliki tunggangan untuk aku berikan kepadamu.” Ada lelaki (shahābat) lain mengatakan, “Saya bisa menunjukkan ada orang yang bisa memberikan dia tunggangan.”
Orang yang menunjukkan itu juga tidak memiliki tunggangan. Tetapi dia bisa menunjukkan “donatur” yang memiliki tunggangan yang bisa dipakai oleh orang yang minta tunggangan tadi. Ternyata, berdasarkan hadis ini, dia juga mendapat pahala sebagaimana “donatur” tadi. Si “Donatur” mendapat pahala karena memberikan tunggangan kepada lelaki yang minta tunggangan, sementara si penunjuk ini mendapatkan pahala karena menunjukkan kepada “donatur” tersebut.
Subhanallãh, betapa besar karunia Allãh ﷻ dan betapa luas rahmat Allãh ﷻ . Lelaki ini tidak punya uang/kemampuan/tunggangan, namun dia hanya menunjukkan kepada orang yang punya tunggangan. Ternyata, kata Rasulullah ﷺ , dia juga berpahala sebagaimana orang yang memiliki tunggangan untuk diberikan kepada orang lain. Padahal ini berkaitan dengan masalah kebaikan duniawi. Nah, bagaimana lagi jika permasalahannya adalah masalah akhirat?
Misalnya seseorang yang menunjukkan kepada orang lain, seorang ustaz yang bisa mengajarkan bagaimana belajar salat yang benar, bagaimana berakidah yang benar, dan sebagainya. Orang yang menunjukkan itu mungkin tidak mampu menjadi ustaz yang bisa menjelaskan tentang ‘aqīdah dan fiqh, tetapi dia menunjukkan dimana tempat ustaz. Maka sebagaimana sahabat yang menunjukkan tempat “donatur” dalam hadis tadi, ia pun akan mendapatkan pahala.
Contoh lain, wallahu a’lam, jika seseorang membuat iklan/pemberitahuan, membagikan (sharing) informasi di mana tempat pengajian sehingga ada orang lain yang tahu tempat kajian tersebut karena membaca iklan yang di-share tadi, kemudian mereka datang ke pengajian, Insya Allah dia juga mendapatkan pahala karena menunjukkan kepada kebaikan.
Dari sini kita juga bisa tahu betapa luar biasanya keutamaan dakwah ke jalan Allah. Jika orang-orang mendapatkan petunjuk karena dakwah seorang dai, maka dai tersebut juga mendapatkan pahala. Semakin banyak orang yang mendapat hidayah karena dia, maka akan semakin banyak pahala yang akan dia peroleh.
Para ulama menyebutkan bahwasanya para sahabat adalah generasi terbaik, karena mereka adalah para penyeru ke jalan Allah (dū’āt ilAllah). Tidak peduli apapun pekerjaan mereka, semuanya bersepakat dalam satu perkara, yaitu mereka sama-sama berdakwah di jalan Allãh bersama Rasulullah ﷺ .
Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ mengatakan,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
“(Katakanlah) Ini adalah jalanku, aku menyeru kepada Allãh diatas ilmu, aku dan bersama-sama orang yang mengikutiku.” (QS. Yūsuf 108)
Oleh karenanya, para sahābat yang mengikuti Rasulullah ﷺ , mereka juga berdakwah di jalan Allãh ﷻ . Semoga Allãh menjadikan kita semua adalah para da’i yang menyeru pada kebaikan, baik yang memberikan materi ataupun yang menunjukkan kepada lokasi-lokasi pengajian.
Footnote:
________