Hadis 11
Anjuran Memperhatikan Tetangga
وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : “إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِـيْرَانَكَ.” أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Abū Dzarr radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jika engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan perhatikanlah tetangga-tetanggamu’.” ([1])
Para pembaca yang dirahmati Allah, Maraqah adalah air yang dimasak yang di dalamnya terdapat daging atau sayuran sehingga banyak kuahnya. Jadi intinya/pokoknya adalah kuah. Rasulullah ﷺ menyuruh kita, kalau memasak sayur atau daging agar kita perbanyak kuahnya, sehingga sayur tersebut bisa dibagi-bagikan kepada tetangga. Hal ini akan menambahkan kasih sayang antara seseorang dengan tetangganya.
Kata Rasulullah ﷺ ,
وَتَعَاهَدْ جِـيْرَانَكَ
“Dan perhatikanlah tetangga-tetanggamu.”
Artinya, berikanlah kepada mereka hadiah dari apa yang kita masak.
Hadis ini memberi anjuran kepada kita untuk memperhatikan tetangga. Dan telah berlalu hadis-hadis yang menjelaskan akan pentingnya berbuat baik kepada tetangga. Bahwasanya tetangga termasuk orang yang paling utama bagi kita untuk berbuat baik.
Terkadang timbul perselisihan antara seseorang dengan tetangganya disebabkan anak-anak misalnya, atau suara-suara tertentu, hal-hal yang lain. Maka hal ini bisa dihilangkan dengan saling memberi hadiah. Karena tatkala seseorang memberi hadiah kepada tetangganya maka akan hilang suuzan, kebencian, dan prasangka-prasangka yang buruk. Dengan adanya hadiah-hadiah tersebut berarti dia husnuzan, dia tahu bahwasanya tetangganya telah Perhatian terhadapnya.
Hadis ini adalah contoh minimal, yakni minimal seorang berbuat baik kepada tetangganya, meskipun hanya dengan berbagi kuah. Jadi, berdasarkan hadis ini tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk pelit.
Ada orang yang tidak berbagi karena sifat pelit atau karena memang ia miskin. Baik yang pelit maupun yang miskin, mungkin merasa berat memberikan daging kepada tetangganya. Akan tetapi Rasulullah ﷺ mengatakan tidak mesti daging atau sayur yang diberikan, berikan kuahnya, perbanyak kuahnya.
Seseorang yang tadinya memasak kuah dengan air satu liter, misalnya. Hendaknya tambahkan lagi satu liter kemudian tambahi pula bumbunya sehingga tatkala memasak aroma kuahnya akan masuk ke rumah-rumah tetangga. Tetangga akan mencium bau tersebut dan hati mereka mungkin tertarik dengan masakan/makanan tersebut. Maka berikan hadiah kepada mereka dari kuah tersebut. Kalau kita memberikan juga sebagian dagingnya kepada mereka tentu lebih utama. Kalau kuah saja dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ apalagi daging.
Adapun sabda Rasulullah ﷺ , “Perhatikanlah tetangga-tetanggamu” artinya kalau kita bisa berikan ke beberapa rumah, terutama rumah yang dekat dengan rumah kita, mereka lebih utama untuk kita berbuat baik kepada mereka.
Adapun bagi tetangga yang menerima hadiah tersebut, hendaknya tidak meremehkan hadiah itu. Tidak perlu ia mengatakan, “Apa sih orang tersebut? Masa memberi cuma kuah saja, pelit banget.” Sebagaimana pula orang yang memberi tidak boleh mengatakan, “Apa sih? Ngapain kita kasih kuah? Nanti apa kata mereka terhadap kita?”
Orang yang memberi hendaknya ingat bahwa Rasulullah ﷺ menyuruh untuk memberi meskipun hanya kuah. Kalau dia punya kelebihan harta, lebih utama berikan juga sayur beserta dagingnya. Adapun orang yang menerima hendaknya ingat pesan Rasulullah ﷺ jangan meremehkan kebaikan apapun. Orang tersebut berbuat baik kepada kita berarti dia sudah Perhatian kepada kita, berarti dia berusaha menjalankan Sunah Rasulullah, berarti dia masih ingat dan ingin dekat dengan kita. Kita menghargai Perhatian tersebut, sebagaimana Rasulullah ﷺ tidak menolak hadiah. Hadiah apapun yang diberikan kepada Rasulullah, Rasulullah selalu menerimanya (tidak menolak). Kalau kita tidak suka dengan hadiah tersebut, nanti kita bisa diberikan lagi kepada orang lain.
Tatkala orang lain memberikan hadiah kita kemudian kita terima dan kita husnuzan kepadanya bahwa dia memberi Perhatian kepada kita, bahwasanya dia tidak melupakan kita, dan sebagainya. Hal ini akan memberi pengaruh dalam hati meskipun pemberiannya tidak banyak. Maka kita berusaha membalas kebaikan tersebut, minimal dengan mengucapkan “Jazākallahu khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) atau mendoakannya atau kita balas pemberiannya dengan pemberian juga. Bahkan jikalau memungkinkan, hendaknya kita memberi yang lebih baik. Jika dia memberi kita kuah, maka suatu saat kita beri dia daging.
Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ , sebagian ulama mengatakan bahwasanya hadis ini datang dalam bentuk masalah kuah. Artinya, tatkala seseorang memasak sayur atau daging, maka kuahnya akan sampai ke tetangganya dan dicium oleh tetangganya. Oleh karenanya kita dianjurkan untuk memberikan sebagian dari apa yang kita masak.
Kalau apa yang dicium (kuah) dapat memberi pengaruh, apalagi yang dilihat. Jadi, misalnya kita beli makanan dari pasar kemudian kita bawa pulang ke rumah dan dilihat oleh tetangga kita, maka besar kemungkinan hatinya tertarik sebagaimana yang terjadi jika mencium aroma kuah. Karenanya, jangan lupa berikan sedikit kepada tetangga kita karena dia sudah terlanjur melihat makanan yang kita bawa.
Demikian, Para pembaca yang dirahmati Allah ﷻ . Janganlah meremehkan kebaikan apapun dan berusahalah senantiasa berbuat baik kepada tetangga. Hal ini akan menambah keharmonisan dan rasa kasih sayang di antara tetangga dan menghilangkan berbagai macam cekcok dan perselisihan di antara tetangga karena hilangnya suuzan bertambahnya husnuzan di antara para tetangga.
Di antara sempurnanya agama Islam adalah mengajarkan segala sisi, baik hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya dan hubungan hamba dengan manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan manusia yang lain, sehingga Islam pun membahas tentang masalah bagaimana berinteraksi dengan sesama, di antaranya adalah interaksi dengan tetangga.
Perkara ini bisa jadi tidak kita dapatkan di dalam ajaran-ajaran agama yang lain. Islam mengajarkan bagaimana berinteraksi yang baik dengan tetangga. Islam menjadikan salah satu jalan untuk meraih surga adalah dengan berbuat baik kepada tetangga. Oleh karenanya, hendaknya kita selalu berusaha untuk mempelajari bagaimana berakhlak yang mulia terhadap tetangga.
Definisi tetangga
Para ulama berselisih tentang ibarat siapa yang dimaksud dengan tetangga, di antaranya:
- Ada yang mengatakan bahwa tetangga adalah 40 rumah di depan, 40 rumah di belakang, 40 rumah di kanan dan 40 rumah di kiri. ([2])
- Ada juga yang mengatakan bahwasanya tetangga adalah orang yang sama-sama mendengar azan dari masjid yang sama. Definisi tetangga dari sisi ini sangat luas, karena azan di zaman sekarang dengan menggunakan pengeras suara, bisa jadi sampai berkilo-kilo meter jangkauannya. Definisi ini mungkin cocok ketika di masa lalu sebelum ada pengeras suara, akan tetapi tidak relevan lagi untuk masa sekarang.
- Ada juga yang mengatakan bahwa orang yang sama-sama mendengar iqamah azan dari masjid yang sama. Adapun jangkauan dari definisi ini tentu lebih sedikit, karena suara iqamah tidak sejauh suara azan, sehingga jumlah tetangga lebih sedikit.
- Ada yang mengatakan tetangga adalah yang sama-sama satu mesjid dengan kita ketika melaksanakan shalat lima waktu.
Yang lebih tepat -wallahu a’lamu bis-shawab- tidak terdapat batasan tetangga baik di dalam Al-Quran maupun hadis Nabi Muhammad ﷺ. Dan berdasarkan kaedah jika syariat -baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadis tidak memberi batasan tentang suatu definisi tertentu, maka hendaknya dikembalikan kepada ‘urf/tradisi masyarakat. Oleh karenanya, jika menurut ‘urf mengatakan batasan tentang tetangga adalah orang yang dekat dengan rumah kita, baik dalam satu kompleks atau satu masjid, maka sejatinya dia adalah tetangga kita, meskipun kita sering berjumpa dengannya tanpa pernah mengenalnya.
Apapun definisi dan batasan tetangga maka tetangga yang terdekat adalah orang yang paling utama untuk dimuliakan([3]). Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي جَارَيْنِ، فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي؟ قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا
“‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai dua tetangga, kepada siapakah aku berikan hadiah?’. Beliau ﷺ bersabda, ‘Kepada yang paling dekat pintu rumahnya dengan rumahmu’.”([4])
Itulah tetangga yang lebih utama untuk berbuat baik.
Perhatian dan motivasi syariat terhadap tetangga
Terlalu banyak dalil yang menunjukkan bahwasanya syariat memotivasi umatnya untuk berbuat baik kepada tetangga, di antaranya adalah:
- Allah ﷻ menggandengkan ibadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada sesama, di antaranya adalah tetangga.
Berdasarkan firman Allah ﷻ,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa’: 36)
Di dalam ayat ini, Allah ﷻ menggandengkan ibadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada orang-orang yang disebutkan secara khusus, seperti berbuat baik kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, dan termasuk di antaranya adalah berbuat baik kepada tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, musafir yang kehabisan bekal dan para budak.([5])
Allah ﷻ memerintahkan orang-orang beriman untuk berbuat baik kepada tetangga. Di dalam ayat ini, Allah ﷻ menyebutkan tentang dua jenis tetangga, yaituوَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى ‘tetangga kerabat’ dan وَالْجَارِ الْجُنُبِ ‘tetangga jauh bukan kerabat’. Secara umum, para ulama menjelaskan bahwa ada tiga jenis tetangga di antaranya:
- Yang memiliki tiga hak atas kita, seperti tetangga muslim kerabat.
Tetangga jenis ini memiliki tiga hak, karena yang pertama dia memiliki hak sebagai tetangga, yang kedua dia memiliki hak sebagai muslim dan ketiga dia memiliki hak sebagai kerabat.
- Yang memiliki dua hak, seperti tetangga muslim secara umum.
Di antara dua hak yang dimiliki tetangga jenis ini adalah, hak sebagai tetangga dan hak sebagai muslim.
- Yang memiliki satu hak, seperti tetangga kafir.
Tetangga jenis ini memiliki satu hak, yaitu sebagai tetangga.([6])
Oleh karenanya, ketika ada dalil yang memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada tetangga, maka berlaku pula bagi seluruh tetangga, baik muslim maupun kafir. Hendaknya kita selalu berlaku baik kepada mereka. Semakin mereka memiliki hak banyak, maka semakin utama bagi kita untuk berbuat baik kepada mereka.
- Malaikat Jibril ‘alaihissalam selalu berwasiat kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk berbuat baik terhadap tetangga.
Berdasarkan riwayat hadis At-Tirmidzi, bahwa Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma menyembelih seekor kambing untuk keluarganya, ketika itu dia berkata kepada keluarganya,
أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا اليَهُودِيِّ؟ أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا اليَهُودِيِّ؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“‘Apakah kalian telah memberikan hadiah (masakan kambing ini) kepada tetangga kita seorang Yahudi? Apakah kalian telah memberikan hadiah (masakan kambing ini) kepada tetangga kita seorang Yahudi? Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku menyangka bahwasanya Jibril (menyampaikan wahyu) bahwa tetangga akan mendapatkan warisan’.”([7])
Jibril ‘alaihissalam berulang kali mengingatkan kepada Nabi Muhammad ﷺ agar banyak memberikan Perhatian kepada tetangga dan berbuat baik kepadanya. Ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada tetangga memiliki pahala yang sangat besar. Jika tidak ada pahala besar di dalamnya, tentu Jibril ‘alaihissalam tidak akan mengulang-ulang mengingatkan untuk memberikan Perhatian kepada tetangga.
Saking besarnya Perhatian Jibril ‘alaihissalam, sampai-sampai Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Sampai aku menyangka bahwasanya Jibril (akan menyampaikan wahyu) bahwa tetangga akan mendapatkan warisan.
Begitu seringnya Jibril ‘alaihissalam mengulang-ulang agar Rasulullah ﷺ berbuat baik kepada tetangga, maka beliau ﷺ menyangka bahwa tetangga akan mendapatkan warisan.
Yang dipahami oleh para sahabat bahwasanya tetangga meskipun seorang kafir, maka kita sebagai seorang muslim tetap diharuskan untuk berbuat baik kepadanya([8]). Ini sudah termasuk di dalam pengamalan dari firman Allah ﷻ,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Oleh karenanya, kita harus berbuat baik kepada orang-orang kafir selama mereka juga berbuat baik kepada kita, apalagi jika mereka merupakan tetangga kita. Jadikanlah tetangga sebagai lahan bagi kita untuk mendapatkan pahala. Terkadang kita banyak berbuat baik kepada tetangga atau kerabat yang berada jauh dari kita sehingga tidak Perhatian kepada tetangga yang paling dekat dengan kita. Kita tidak pernah menyapanya atau menegurnya, memberikan makanan, memberikan bantuan atau hanya sekedar menanyakan kabar. Hendaknya apa saja yang mungkin bagi kita untuk mendapatkan pahala dari tetangga, maka hendaknya kita melakukannya.
- Berbuat baik kepada tetangga adalah tanda iman kepada Allah ﷻ dan hari akhir.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abu Syuraih Al-Khuza’i radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya berbuat baik kepada tetangganya.”([9])
Berbuat baik kepada tetangga bersifat umum. Kebaikan apa saja yang bisa kita lakukan kepada tetangga, maka hendaknya kita melakukannya. Allah ﷻ tidak menyebutkan agar berbuat baik dengan harta, tenaga atau materi yang lain. Namun, Allah ﷻ menyebutkan kebaikan secara umum. ([10])
Nabi Muhammad ﷺ mengawali sabdanya dengan mengingatkan bahwa jika seorang hamba sungguh-sungguh beriman kepada Allah ﷻ dan hari pembalasan, maka hendaknya dia tidak bersikap pelit dan justru harus berbuat baik kepada tetangganya.
- Orang terbaik di sisi Allah ﷻ adalah orang yang berbuat baik kepada tetangganya
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda,
خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ، وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah ﷻ adalah yang terbaik bagi sahabatnya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah ﷻ adalah yang terbaik bagi tetangganya.”([11])
Sejatinya banyak pintu menjadi orang terbaik di sisi Allah ﷻ, di antaranya adalah dengan menjadi tetangga yang terbaik. Hal itu bisa diketahui ketika tetangga kita merasa nyaman dengan keberadaan kita. Dia merasa senang bertetangga dengan kita. Di antara kebaikan yang dapat dilakukan kepada mereka adalah dengan memberikan Perhatian kepadanya, jika dia mendapati keperluan dan kesusahan, maka kita memberikan bantuan kepadanya atau dengan tidak mengganggunya. Sehingga, jika kita menjadi tetangga yang terbaik bagi tetangga kita, maka kita akan menjadi orang terbaik di sisi Allah ﷻ.
- Tanda keimanan seseorang adalah mencintai tetangganya sebagaimana mencintai diri sendiri
Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba beriman sehingga dia mencintai tetangganya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya sendiri.” ([12])
Jika seseorang mencintai kebaikan kepada dirinya, maka dia juga beberharaparap tetangganya mendapatkan kebaikan yang serupa. Dia ingin menghadirkan kebaikan yang dia rasakan, dirasakan juga oleh tetangganya.
Ancaman syariat berbuat buruk terhadap tetangga
Di samping syariat memberikan Perhatian dan keutamaan berbuat baik terhadap tetangga. Sebaliknya, banyak dalil yang menjelaskan tentang ancaman kepada orang-orang yang berbuat buruk atau zalim terhadap tetangga, di antaranya adalah:
- Tidak beriman orang yang mengganggu tetangganya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhudhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ قَالُوا: وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الْجَارُ، جَارٌ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Para sahabat bertanya, ‘Siapa itu wahai Rasulullah?’. Beliau ﷺ bersabda, ‘Seorang tetangga yaitu orang yang tetangganya tidak pernah aman dari gangguannya’.”([13])
Rasulullah ﷺ memperingatkan dengan ancaman yang besar bagi siapa saja dari umatnya yang tidak menjaga hubungan baiknya dengan tetangga atau bahkan mengganggu tetangganya([14]). Banyak gangguan yang bisa dirasakan oleh tetangga, baik dari suaranya, sampahnya, celotehan gibahnya atau namimahnya.
- Barang siapa yang mengganggu tetangganya, maka dia termasuk penghuni neraka.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhudhiyallahu ‘anhu berkata,
قِيلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ فُلَانَةً تَقُومُ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ، وَتَفْعَلُ، وَتَصَّدَّقُ، وَتُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا خَيْرَ فِيهَا، هِيَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ ، قَالُوا: وَفُلَانَةٌ تُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ، وَتَصَّدَّقُ بِأَثْوَارٍ، وَلَا تُؤْذِي أَحَدًا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هِيَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Dikatakan kepada Nabi ﷺ, ‘Wahai Rasulullah sesungguhnya Fulanah selalu salat malam, berpuasa, berbuat kebaikan, bersedekah dan mengganggu tetangganya dengan lisannya?’. Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Dia tidak memiliki kebaikan sama sekali dan dia termasuk penghuni neraka’. Mereka berkata, ‘Adapun Fulanah hanya mengerjakan salat fardu, bersedekah dengan susu yang dikeringkan, tetapi tidak pernah mengganggu seorangpun?’. Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Dia termasuk penghuni surga’.”([15])
Ancaman yang sangat luar biasa bagi orang yang berbuat buruk kepada tetangga. Seseorang bisa masuk neraka hanya gara-gara menzalimi tetangga([16]). Karena berbuat zalim kepada tetangga tidak sama dengan berbuat zalim kepada orang jauh dari kita. Berbuat zalim kepada tetangga memiliki dosa dua kali lipat.
Sebagaimana seorang wanita yang ditanyakan oleh para sahabat, di mana dia rajin melakukan salat malam, puasa sunah dan bersedekah, tetapi tidak mampu menjaga lisannya dari mengganggu tetangganya. Dia tidak mengganggu dengan fisiknya atau perbuatannya, tetapi dia mengganggu dengan lisannya. Dia berbuat gibah, namimah, mengumbar aib tetangganya, sehingga membuat sakit hati tetangganya. Nabi Muhammad ﷺ mengancam kepada perbuatan wania tersebut dengan bersabda,
لَا خَيْرَ فِيهَا، هِيَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
Dia tidak memiliki kebaikan sama sekali dan dia termasuk penghuni neraka.
Selain itu, para sahabat juga membandingkan dengan seorang wanita yang hanya menunaikan salat fardu saja, tidak mengerjakan salat sunah, mengerjakan puasa wajib saja, tidak mengerjakan puasa sunah, bersedekah dengan barang yang remeh, tetapi tidak pernah mengganggu seorangpun. Akhirnya, Rasulullah ﷺ menghitungnya sebagai penghuni surga.
Di antara amalan utama yang dapat memasukkannya ke dalam surga adalah selalu berbuat baik dan tidak mengganggu tetangganya. Dia selalu menjaga lisannya agar tetangganya tidak merasa terganggu, sehingga perbuatannya tersebut menyebabkannya masuk ke dalam surga.
- Dosa berzina dengan istri tetangga lebih besar dari pada berzina dengan sepuluh wanita
Diriwayatkan dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: «مَا تَقُولُونَ فِي الزِّنَا؟» قَالُوا: حَرَّمَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ، فَهُوَ حَرَامٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: «لَأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرَةِ نِسْوَةٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ» ، قَالَ: فَقَالَ: «مَا تَقُولُونَ فِي السَّرِقَةِ؟» قَالُوا: حَرَّمَهَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ فَهِيَ حَرَامٌ، قَالَ: «لَأَنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ عَشْرَةِ أَبْيَاتٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَسْرِقَ مِنْ جَارِهِ
“Rasulullah ﷺ bersabda kepada para sahabanya, ‘Apa pendapat kalian tentang zina?’. Para sahabat berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya dan ia haram sampai hari kiamat’. Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sungguh seorang lelaki berzina dengan sepuluh wanita lebih ringan dari pada dia berzina dengan istri tetangganya’. Beliau ﷺ bertanya, ‘Apa pendapat kalian tentang mencuri?’. Para sahabat berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya mengharamkannya, ia termasuk perbuatan haram’. Beliau bersabda, ‘Sungguh, seseorang yang mencuri sepuluh rumah lebih ringan baginya dari pada mencuri dari rumah tetangganya’.”([17])
Rasulullah ﷺ menggambarkan ancaman yang berat bagi orang yang mengganggu tetangganya. Seseorang yang berzina dengan sepuluh wanita lebih ringan dosanya dari pada dia berzina dengan istri tetangganya sendiri. Sudah seharusnya bagi seseorang untuk terus menjaga tetangganya. Dia harus selalu menjaganya, apalagi jika mereka memiliki keperluan atau suaminya pergi. Seseorang yang berzina dengan istri tetangganya, maka sejatinya dia telah berkhianat.
Oleh karenanya, di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah ﷺ,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: «أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ» قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: «أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ» قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ
“‘Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar?’. Beliau ﷺ bersabda, ‘Membuat tandingan bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu’. Aku bertanya lagi, ‘Lalu apa?’. Beliau ﷺ bersabda, ‘Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia akan makan denganmu’. Aku berkata, ‘kemudian apa?’. Beliau ﷺ bersabda, ‘Engkau berzina dengan istri tetanggamu’.”([18])
Para ulama menyebutkan bahwa bisa jadi seseorang merayunya dengan lembut dan pelan-pelan, sehingga akhirnya keduanya terjebak di dalam perbuatan zina. Dosa dari perbuatan ini lebih besar dari pada berzina dengan sepuluh orang wanita.([19])
Bahkan, Ibnul Qayyim berharap menyebutkan bahwa seseorang yang berzina dengan seratus perempuan yang tidak mempunyai suami lebih ringan dari pada berzina dengan istri tetangganya.([20])
Menzalimi tetangga tidak sama dengan menzalimi orang lain. Begitu juga dengan berbuat baik baik kepada tetangga tidak sama dengan berbuat baik kepada orang lain. Orang yang berbuat baik kepada tetangganya mendapatkan pahala lebih besar dari pada berbuat baik kepada tetangganya yang jauh.
- Tidak beriman seseorang yang kenyang, sedangkan tetangganya dalam kondisi lapar.
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وجارهُ جَائِع
“Bukanlah dikatakan seorang mukmin orang yang dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar.”([21])
- Pada hari kiamat tetangga akan menahan seseorang yang menahan kebaikan kepadanya ketika di dunia.
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
كَمْ مِنْ جَارٍ مُتَعَلِّقٌ بِجَارِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ: يَا رَبِّ، هَذَا أَغْلَقَ بَابَهُ دُونِي، فَمَنَعَ مَعْرُوفَهُ
“Betapa banyak tetangga yang menahan tetangganya pada hari kiamat dengan mengadu, ‘Wahai Rabb, ini tetanggaku menutup pintunya menolakku, dia menahan kebaikannya’.”([22])
Tetangga kita memiliki hak. Jika kita memiliki kelebihan harta, maka hendakanya kita memberikan sebagiannya kepada tetangga kita. Wajib bagi seseorang untuk membantu tetangganya. Bukanlah seorang mukmin, di mana dia dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar. Inilah konsekuensi dari setiap muslim terhadap tetangganya.
Inilah dalil-dalil yang menunjukkan bagaimana Perhatian syariat terhadap tetangganya sangat besar. Barang siapa yang berbuat baik kepada tetangganya, maka dia akan mendapatkan pahala yang besar dan barang siapa yang berbuat buruk kepada tetangganya, maka dia akan mendapatkan dosa yang besar.
Hak-hak tetangga
Di antara hak-hak tetangga yang harus ditunaikan kepada tetangga adalah:
- Menjawab salam.
- Memenuhi undangan jika diundang.
Jika seseorang diundang untuk diajak makan oleh tetangganya, maka hendaknya dia memenuhi panggilannya tersebut selama dia tidak ada uzur untuk menghadirinya. Meskipun dia adalah seorang yang tergolong miskin, hendaknya dia tidak meremehkan undangannya.
Allah ﷻ telah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa’: 36)
Bisa jadi seseorang yang melakukan kebaikan kepada tetangga dengan tidak memenuhi undangannya sekalipun, disebabkan karena sombong. Karena keangkuhannya dia merasa tidak perlu dan tidak pantas untuk memenuhi undangan tetangganya yang tergolong miskin. Sesungguhnya Allah ﷻ tidak menyukai orang-orang yang memiliki sifat seperti ini.
- Berbuat baik kepadanya.
Berbuat baik kepada tetangga bersifat umum. Apa saja yang menurut ‘urf adalah suatu kebaikan, seperti memberikan senyuman, memberikan hadiah berupa makanan, Perhatian terhadap keluarganya, menengoknya ketika sakit, mencari tahu kondisi dan keperluannya, maka itu adalah kebaikan. Semakin dekat dengan rumah kita, maka semakin utama bagi kita untuk berbuat baik kepadanya.
Perbuatan ini semata-mata untuk mencari pahala dan menjadi orang yang terbaik di sisi Allah ﷻ. Allah ﷻ memberikan pintu kebaikan kepada setiap muslim, di antaranya adalah dengan berbuat baik kepada tetangga.
Bayangkanlah bagaimana perbuatan baik ini diingatkan berulang-ulang oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Nabi Muhammad ﷺ. Bayangkanlah bagaimana sahabat bertanya mengingatkan kepada keluarganya, apakah sudah memberikan hadiah kepada tetangganya seorang Yahudi? Kepada tetangga berupa orang kafir saja, syariat memerintahkan untuk berbuat baik, apalagi kepada tetangga yang merupakan seorang muslim.
- Bersabar atas gangguan tetangga.
Memiliki tetangga yang buruk adalah musibah. Oleh karenanya, dalam suatu hadis Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
تَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنْ جَارِ السَّوْءِ فِي دَارِ الْمُقَامِ، فَإِنَّ الْجَارَ الْبَادِي مُحَوَّلٌ عَنْكَ
“Mintalah perlindungan kepada Allah dari tetangga yang buruk di tempat tinggalnya.”([23])
Jika kita memiliki teman yang buruk di dalam safar, mungkin keburukan tersebut akan berlalu setelah safar tersebut berakhir atau beberapa hari setelahnya. Namun, jika yang berbuat buruk adalah tetangga, di mana setiap hari beberharapubungan kepadanya, tentu saja ini membuat hari-harinya menjadi berat. Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk meminta perlindungan diri kepada Allah ﷻ dari tetangga yang buruk. Rasulullah ﷺ bersabda,
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيءُ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ: الْجَارُ السُّوءُ، وَالْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضِّيقُ، وَالْمَرْكَبُ السُّوءُ
“Empat perkara yang termasuk kebahagiaan seseorang, yaitu istri yang salehah, rumah yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman. Dan empat perkara yang menajadi kesengsaraan, yaitu tetangga buruk, istri yang tidak salehah, rumah yang sempit dan kendaraan yang tidak nyaman.”([24])
Maka dari itu, sudah seharusnya sebagai seorang yang saleh jika memiliki tetangga yang buruk, maka hendaknya dia berusaha untuk bersabar untuk menghadapinya dengan beberharaparap pahala dari Allah ﷻ.
- Mencari tahu kondisinya.
Jika kita mendapati tetangga kita membutuhkan bantuan atau dalam keadaan serba kekurangan, maka hendaknya kita membantunya selama kita mampu. Terkadang dia membutuhkan seseorang yang mau mendengar keluhannya, maka hendaknya kita mendengarkan. Jika dia membutuhkan tenaga dan pikiran kita, maka hendaknya kita membantunya. Ini merupakan hak terhadap tetangga.
- Menutup aib.
Sesama tetangga pasti mengetahui tentang kekurangan satu dengan yang lainnya. Terkadang terjadi keributan pada tetangga kita, maka hendaknya kita bersikap diam dan tidak menceritakannya kepada orang lain. Antara satu tetangga dan yang lain saling mengetahui aib tetangganya, kekurangannya, kemalasannya atau hal-hal yang menjengkelkannya. Jika kita mengetahui aib tetangga kita, maka hendaknya kita cukup mengetahuinya saja dan menyembunyikannya dari orang lain.
- Memberikan hadiah.
Hadiah yang bisa diberikan kepada tetangga bisa bermacam-macam, bisa berupa kue, makanan, atau buku bacaan yang bermanfaat dan lain sebagainya. Tidak perlu mahal, yang penting adalah menjadi pertanda bahwa kita memiliki Perhatian kepada tetangga kita. Seandainya kita sebagai tetangga, tetangga kita memberikan hadiah kepada kita, maka hendaknya kita menerimanya meskipun hadiah itu berupa hal yang ringan.
Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
يَا نِسَاءَ الْمُؤْمِنَاتِ، لَا تَحْقِرَنَّ امْرَأَةٌ مِنْكُنَّ لِجَارَتِهَا، وَلَوْ كُرَاعُ شَاةٍ مُحَرَّقٍ
“Wahai para wanita yang beriman, janganlah salah seorang dari kalian meremehkan pemberian tetangganya, meskipun hanya sekedar kulit kambing yang dibakar.”([25])
Apabila kita memiliki tetangga yang miskin yang hanya bisa berbagi masakan kuah yang banyak dengan daging yang sedikit, maka hendaknya kita menerimanya. Paling tidak tetangga kita telah memberikan Perhatian kepada kita dan berusaha memberikan hadiah kepada kita, karena dia telah memiliki niat baik untuk memikirkan kita.
Oleh karenanya, inilah hak-hak terhadap tetangga yang perlu diperhatikan bagi setiap muslim untuk mulai mempraktekkan hal ini. Pintu-pintu kebaikan menuju surga sangat banyak. Seseorang bisa berbagi sedikit hadiah atau kebaikan kepada beberapa rumah atau tetangga yang terdekat dengannya sebagai tanda Perhatian kita kepada mereka sekaligus sebagai bentuk pengamalan dari sunah Nabi Muhammad ﷺ.
Footnote:
_________
([2]) Lihat: Jami’ al-Ulum wal-Hikam, (1/347).
([3]) Lihat: Fath al-Bari, (10/447) dan Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, (16/103).
([5]) Lihat: Fath al-Bari, (10/441).
([6]) Lihat: Jami’ al-Ulum wal-Hikam, (1/346) dan Fath al-Bari (10/442).
([7]) HR. At-Tirmidzi No. 1943, hadis hasan gharib dan dinyatakan sahih oleh al-Albani.
([8]) Lihat: Fath al-Bari (10/442).
([10]) Lihat: Fath al-Bari (10/446).
([11]) HR. Bukhari No. 15 di dalam al-Adab al-Mufrad, At-Tirmidzi No. 1944 dan dinyatakan sahih oleh al-Albani.
([14]) Lihat: Fath al-Bari (10/443).
([15]) HR. Bukhari No. 119 di dalam al-Adab al-Mufrad.
([16]) Lihat: Mirqah al-Mafatih, (8/3126).
([17]) HR. Ahmad No. 23854 dengan sanad jayid dan Bukhari No. 103 di dalam al-Adab al-Mufrad.
([19]) Lihat: Fath al-Bari (13/507).
([20]) Al-Jawab al-Kafi, (hlm. 112).
([21]) HR. Bukhari No. 116 di dalam al-Adab al-Mufrad.
([22]) HR. Bukhari No. 111 di dalam al-Adab al-Mufrad.
([23]) HR. An-Nasai No. 7886 di dalam as-Sunan al-Kubra.