Kemuliaan Shalat Malam
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Pada kesempatan ini kita akan membahas tentang keutamaan Qiyamullail atau shalat malam. Sesungguhnya di antara ibadah yang disyariatkan dalam Islam adalah berkhalwat bersama Allah ﷻ. Oleh karenanya Allah ﷻ memuji orang-orang yang berkhalwat dengan-Nya dalam rangka untuk mengagungkan Allah ﷻ. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: رَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh (golongan orang beriman) yang akan mendapat naungan (perlindungan) dari Allah di bawah naungan-Nya (pada hari kiamat) yang ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Yaitu; (di antaranya) seorang laki-laki yang berzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri sendirian hingga kedua matanya basah karena menangis.”([1])
Ini menunjukkan bahwasanya berkhalwat dengan Allah ﷻ adalah perkara yang dituntut dalam syariat. Oleh karenanya di antara hikmah yang disebutkan oleh para ulama tentang mengapa kita dianjurkan untuk Iktikaf di akhir bulan Ramadhan tidak lain adalah agar kita bisa berkhalwat bersama Allah ﷻ setelah setahun penuh kita sibuk berinteraksi dengan manusia, dan kita menyisihkan waktu di sepuluh hari terakhir Ramadhan untuk beriktikaf. Ibnu Rajab Al-Hanbali r tatkala berbicara tentang iktikaf beliau berkata,
فَمَعْنَى الْإِعْتِكَافِ وَحَقيقَتُهُ : قَطْعُ العَلائِقِ عَنْ الخَلائِقِ لِلْإِتْصَالِ بِخِدْمَةِ الخالِقِ
“Makna dan hakikat Iktikaf adalah memutuskan segala hubungan dengan makhluk untuk menyambung kepada Sang Pencipta.”([2])
Memutuskan segala hubungan saat Iktikaf itu melatih diri untuk berkhalwat dengan Allah ﷻ. Sampai-sampai para ulama yang di antaranya adalah Imam Ahmad h merajihkan bahwasanya tatkala seseorang beriktikaf dilarang untuk banyak berinteraksi dengan manusia. Bahkan Imam Malik r tatkala telah masuk bulan Ramadhan, maka beliau menghentikan pengajian agar bisa berkhalwat dengan Allah ﷻ.
Demikian juga di antara tujuh orang yang dinaungi oleh Allah pada hari kiamat kelak adalah,
رَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
“Dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah.” ([3])
Kalau berkumpul karena Allah, maka kita semua bisa paham maknanya. Contohnya adalah kita bertemu dengan teman dalam rangka menghadiri pengajian, acara dakwah, acara sosial, dan yang lainnya. Akan tetapi Nabi ﷺ juga mengatakan bahwa mereka juga berpisah karena Allah. Apa maksudnya berpisah karena Allah? Sebagian ulama mengatakan bahwa ketika mereka telah bersama-sama karena Allah, maka mereka juga harus berpisah karena Allah yaitu agar mereka bisa sibuk masing-masing dengan ibadah mereka dan agar mereka masing-masing bisa berkhalwat dengan Allah ﷻ melalui bacaan Al-Quran atau shalat malam. Jika seseorang terus-terusan bersama kawannya, maka kapan dia bisa berdua-duaan dengan Allah ﷻ? Oleh karenanya ini isyarat bahwasanya seseorang hendaknya menyisihkan waktu agar dia bisa berkhalwat bersama Allah ﷻ.
Di antara yang menunjukkan pentingnya berkhalwat dengan Allah ﷻ adalah syariat shalat malam. Tatkala Nabi ﷺ berdakwah pertama kali di kota Madinah, Abdullah bin Salam h berkata,
أَوَّلُ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ تَكَلَّمَ بِهِ، أَنْ قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ، وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Ucapan pertama kali yang aku dengar dari beliau adalah: “Wahai manusia, tebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah tali persaudaraan, shalatlah di malam hari ketika manusia terlelap tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.”([4])
Shalat malam tatkala seseorang sedang tidur pulas adalah saat-saat seseorang bisa berkhalwat dengan Allah ﷻ. Tatkala istri dan anak-anak kita tidur, atau kawan-kawan kita tertidur, kita menyempatkan diri untuk bangun untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ dengan shalat malam.
Kenapa kita harus melakukan hal tersebut? Tidak lain karena hidup kita di atas muka bumi ini tidak lama. Usia manusia di antara kita hanya berkisar enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Setelah kita meninggal, kita akan masuk ke dalam alam barzakh sendirian. Istri, suami, anak-anak dan keluarga kita yang mengantarkan kita ke kuburan tidak akan menemani kita di kuburan. Padahal mungkin pernah pasangan kita berkata bahwa dia akan menemani diri kita hidup dan mati. Akan tetapi tatkala kita telah meninggal dunia, yang ada mungkin dia akan menikah lagi. Ingatlah bahwa Nabi ﷺ telah bersabda,
تْبَعُ المَيِّتَ ثَلاَثَةٌ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ: يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ} صحيح البخاري (8/ 107{(
“Mayyit diiringi tiga hal, yang dua akan kembali sedang yang satu terus menyertainya, ia diiringi oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Harta dan keluarganya akan kembali, sedang amalnya akan terus tetap bersamanya.”([5])
Maka tatkala seseorang selama di dunia tidak terbiasa sendiri dengan Allah, maka dia akan repot tatkala sendiri di alam barzakh. Kalau dia hanya bisa mendapatkan kebahagiaan tatkala berkumpul bersama kawan-kawannya, maka dia akan repot tatkala telah berada di alam barzakh. Maka saya menasihatkan kepada para ikhwan dan akhwat, biasakan diri untuk bahagia tatkala bersendirian dengan cara beribadah kepada Allah ﷻ. Rasakan kenikmatan tatkala Anda membaca Alquran dan tidak ada orang lain yang melihatnya. Rasakan kenikmatan tatkala Anda bangun malam kemudian shalat dan sujud kepada Allah ﷻ. Timbulkan kenikmatan atau kelezatan pada perkara tersebut. Kalau kita telah terbiasa dengan kelezatan bersendirian dan berkhalwat dengan Allah ﷻ, maka kita akan mudah melalui masa di alam barzakh meskipun kita sendirian tanpa suami atau istri, tanpa anak, tanpa keluarga, ataupun tanpa kawan. Bisa jadi akan lama berada di alam barzakh. Bisa jadi kita menunggu hari kiamat entah kapan datangnya. Sebagian nenek moyang kita telah berada ratusan, bahkan ribuan tahun berada di alam barzakh menantikan datangnya hari kiamat. Sedangkan hidup ini hanya sebentar, sekitar enam puluh atau tujuh puluh tahun, dan betapa banyak orang yang meninggal sebelum usia enam puluh tahun. Seorang penyair pernah berkata,
تَزَوَّدْ مِنَ التُّقَوى فَإنَّكَ لَا تَدْرِي *** إذَا جَنَّ لَيلٌ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الفَجْرِ
Berbekallah dengan takwa, karena sesungguhnya engkau tidak tahu jika telah tiba malam hari, apakah engkau masih hidup hingga pagi hari
وَكَمْ مِنْ صَحِيحٍ مَاتَ مِنْ غَيرِ عِلَّةٍ *** وكَمْ مِنْ سَقِيمٍ عَاشَ حِيناً مِنَ الدَّهْرِ
Betapa banyak orang sehat meninggal tanpa didhaului sakit. Betapa banyak orang sakit yang disangkan akan meninggal akan tetapi masih hidup
فَكَمْ مِنْ عَرُوسٍ زَيَّنُوهَا لِزَوجِهَا *** وَقَدْ نُسِجَتْ أكْفَانُهُ وَهُوَ لَا تَدْرِي
Betapa banyak mempelai wanita dirias untuk dipersembahkan kepada mempelai pria, akan tetapi kain kafannya telah dijahit sedangkan dia tidak mengetahui.
وَكَم مِنْ فَتَى أَمْسَى وَأَصْبَحَ ضَاحِكاً *** وَقَدْ أُدخِلَتْ أَرْوَاحُـــهُمْ ظُلمَـــةَ القَــبْرِ
Betapa banyak anak muda yang masih tertawa di pagi dan petang hari, akan tetapi malam hari dia dimasukkan ke dalam gelapnya kubur
Oleh karenanya kita tidak tahu sampai kapan umur kita di dunia. Maka di antara syariat yang dianjurkan dalam syariat Islam adalah membiasakan diir berkhalwat dengan Allah ﷻ untuk merasakan kenikmatan dan kelezatan beribadah tatkala bersendirian bersama Allah ﷻ. Sungguh sebaik-baik teman adalah Alquran,shalat malam, dan dzikir kepada Allah ﷻ.
Qiyamullail adalah salah satu amalan orang-orang salih. Karena untuk bisa melaksanakan qiyamullail itu tidak mudah. Terdapat banyak kelezatan lain yang harus dilawan untuk bisa melaksanakan qiyamullail di sepertiga malam terakhir, di antaranya adalah terkadang seseorang berada di puncak kelezatan tidur. Akan tetapi ciri-ciri orang yang salih adalah dia melawan rasa kantuknya, kemudian dia berwudhu dan melaksanakan qiyamullail. Oleh karenanya Nabi ﷺ menegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan di sahihkan oleh Al-Albani,
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ
“Hendaknya kalian melakukan shalat malam karena shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan mendekatkan kepada Tuhan kalian, menghapus keburukan, serta mencegah dosa.”([6])
Di dalam hadits ini, Nabi ﷺ mengumpulkan banyak keutamaan qiyamullail. Yang pertama Nabi ﷺ mengatakan bahwa qiyamullail adalah kebiasaan orang salih terdahulu. Maka jika kita semua tidak pernah shalat malam atau jarang melaksanakannya, kemudian mengklaim bahwa diri kita salih, maka patutlah untuk mempertanyakan kesalihan tersebut. Karena Nabi ﷺ mengatakan bahwa shalat malam adalah kebiasaan orang salih. Akan tetapi meskipun diri kita sudah senantiasa menjaga shalat malam, maka tidak juga kita merasa bahwa diri ini sudah salih. Akan tetapi ini adalah kabar gembira dari Nabi ﷺ bahwa ciri-ciri orang salih adalah dia senantiasa shalat malam. Kemudian yang kedua bahwa shalat malam aakan mendekatkan seseorang kepada Rabbnya. Kemudian yang ketiga shalat malam akan mengapuskan dosa-dosa. Dan yang keempat shalat malam akan mencegah seorang hamba dari berbuat keburukan.
Oleh karenanya tatkala Imam Ahmad r ditanya tentang orang yang tidak shalat witir yang merupakan bagian dari shalat malam, beliau mengatakan,
هَذَا رَجُلٌ سُوءٌ يَتْرُكُ سُنَّةً سَنَّها رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا ساقِطُ العَدالَةِ إِذَا تَرَكَ الوِتْرَ مُتَعَمِّدًا
“Orang itu (yang meninggalkan shalat witir) adalah orang yang buruk. Bagaimana mungkin dia meninggalkan sunnah yang diajarkan oleh Nabi ﷺ. Orang seperti ini jatuh kepercayaannya jika dia meninggalkan shalat witir secara sengaja.” ([7])
Kemudian dalam riwayat yang lain Imam Ahmad berkata,
مَنْ تَرَكَ الوِتْرَ عَمْدًا فَهُوَ رَجُلٌ سُوءٌ وَلَا يَنْبَغِي أَنْ تُقْبَلَ لَهُ شَهادَةٌ
“Siapa yang meninggalkan witir dengan sengaja, maka dia termasuk orang jelek. Tidak layak diterima persaksiannya.” ([8])
Keutamaan Shalam Malam berdasarkan Alquranh dan Sunnah
Di antara hal-hal yang menunjukkan keutamaan shalat malam, kita dapati bahwa syariat shalat malam adalah syariat yang termasuk di awal-awal yang Allah ﷻ syariatkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara surah-surah yang pertama turun adalam surah Al-Muzzammil yang di awal surahnya ada perintah untuk shalay malam. Allah ﷻ berfirman,
يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4) إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا (5) إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6) إِنَّ لَكَ فِي النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلًا (7)
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil,(yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu,atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu.Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan pada waktu itu) lebih berkesan.Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang panjang.” (QS. Al-Muzzammil : 1-7)
Surah Al-Muzzammil ini adalah salah satu surah yang turun di awal-awal Islam dan menjelaskan tentang disyariatkannya shalat malam. Bahkan shalat malam di awal-awal Islam hukumnya adalah wajib, dan berlangsung kurang lebih selama satu tahun. Dalil yang menunjukkan akan hal ini adalah hadits yang meriwayatkan bahwa ‘Aisyah berkata kepada Sa’ad bin Hisyam bin Amir,
أَلَسْتَ تَقْرَأُ يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ؟ قُلْتُ: بَلَى، قَالَتْ: فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ افْتَرَضَ قِيَامَ اللَّيْلِ فِي أَوَّلِ هَذِهِ السُّورَةِ، فَقَامَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَوْلًا، وَأَمْسَكَ اللهُ خَاتِمَتَهَا اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا فِي السَّمَاءِ، حَتَّى أَنْزَلَ اللهُ فِي آخِرِ هَذِهِ السُّورَةِ التَّخْفِيفَ، فَصَارَ قِيَامُ اللَّيْلِ تَطَوُّعًا بَعْدَ فَرِيضَةٍ.} صحيح مسلم (1/ 513{(
“Bukankah engkau pernah membaca surat Al Muzammil? Aku (Sa’ad) menjawab; “Benar” Kata Aisyah; “Allah Azza waJalla pernah mewajibkan qiyamullail (shalat malam) di awal surat ini turun, sehingga Nabiyullah ﷺ dan para sahabatnya mendirikannya selama setahun, dan Allah menahan penutupnya di langit selama dua belas bulan hingga Allah turunkan akhir surat ini sebagai bentuk keringanan, sehingga shalat malam menjadi sunnah setelah diwajibkan.”([9])
Shalat lima waktu baru diwajibkan tatkala peristiwa Isra’ Mi’raj, sekitar setelah sepuluh tahun Nabi ﷺ berdakwah di kota Mekkah. Akan tetapi sebelum diwajibkannya shalat lima waktu, kaum muslimin telah melakukan shalat. Dan di antara shalat yang dilakukan oleh kaum muslimin pada waktu itu adalah shalat malam. Dan Nabi ﷺ dan para sahabat melaksanakannya kurang lebih selama setahun. Allah menunda turunnya ayat penutup dari surah Al-Muzzammil yang menjelaskan bahwa shalat malam menjadi sunnah (tidak wajib lagi) selama dua belas bulan. Setelah itu barulah Allah menurunkan firmannya,
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ… (20)
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau (Muhammad) berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu. Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an…” (QS. Al-Muzzammil : 20)
Maka ayat ini memansukhkan ayat-ayat yang awal sehingga shalat malam tidak menjadi wajib, melainkan menjadi sunnah. Oleh karenanya ini menunjukkan bahwa shalat malam bukanlah syariat yang sepele, karena syariat shalat malam pernah diwajibkan dan dikerjakan oleh para sahabat setahun penuh sebelum shalat malam hukumnya dijadikan sunnah oleh Allah ﷻ.
Surah Al-Muzzammil ini dinamakan oleh sebagian para ulama dengan sebutan زاد الداعية (Zaadu Ad-Da’iyah) yaitu bekal seorang Dai. Dan kita tahu bahwa Dai yang paling hebat adalah Nabi ﷺ. Di waktu siang hari Nabi ﷺ akan berdakwah dan akan menghadapi berbagai macam gangguan dan cobaan yang dilancarkan oleh kaum musyrikin Arab, maka Nabi ﷺ harus punya bekal dan beliau harus meneguhkan imannya di malam hari. Dan di antara hal yang paling kuat dalam meneguhkan iman beliau agar keesokan harinya bisa kuat dan tegar dalam dakwahnya adalah dengan shalat malam. Oleh karenanya surah Al-Muzzammil disebut sebagai bekal seorang Dai. Tentunya ini pun menjadi bekal bagi setiap muslim karena kita juga setiap hari menghadapi ujian. Seorang pedagang akan berhadapan dengan orang-orang di pasar, yang berjalan akan berhadapan dengan pemandangan hal-hal yang haram, dan banyak hal-hal atau fitnah-fitnah lain yang merebak di zaman sekarang ini. Maka jika kita tidak meneguhkan iman kita, maka kita akan susah menghadapi cobaan dan ujian-ujian di siang hari. Oleh karenanya hendaknya seseorang berusaha untuk menyisihkan waktunya untuk shalat malam. Shalat malam mampu menambah dan menguatkan imannya, karena keesokan hari dia akan menghadapi banyak cobaan dan ujian. Oleh karenanya shalat malam adalah bekal yang paling utama bagi seorang muslim.
Adapun keutaman shalat malam yang lain adalah Allah ﷻ memuji orang-orang yang shalat malam dalam banyak ayat di Alquran. Di antaranya adalah firman Allah ﷻ,
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan mata air,mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik, mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah).” (QS. Adz-Dzariyat : 15-18)
Ayat ini mengabarkan tentang ciri-ciri penghuni surga. Mereka tidak tidur pulas semalam suntuk, melainkan mereka menyisihkan waktu mereka untuk bangun malam, kemudian mereka shalat. Tatkala mereka telah selesai shalat, mereka tidak ujub, karena mereka senantiasa beristigfar di penghujung malam. Mereka sadar bahwa mereka memiliki banyak kekurangan, sadar bahwa mereka belum mampu untuk bersyukur kepada Allah sebagaimana mestinya. Inilah ciri-ciri penghuni surga. Ternyata shalat malam adalah sebab utama yang bisa memasukkan seseorang ke dalam surga. Karena dalam ayat ini Allah sebutkan ciri-ciri pertama penghuni surga adalah mereka yang malam hari tidurnya sedikit dalam artian mereka bangun malam untuk shalat.
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ sebutkan tentang ciri -ciri penghuni surga. Allah ﷻ berfirman,
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (16) فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (17)
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah : 16-17)
Makna firman Allah ﷻ yang menyebutkan bahwa lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur artinya mereka bangun shalat malam. Dalam shalat malam itu mereka berdoa dengan cemas dan penuh rasa harap. Ini menunjukkan bahwa mereka tidaklah ujub dengan amalan mereka, melainkan mereka khawatir jika dimasukkan ke dalam neraka, akan tetapi di sisi lain mereka berharap di masukkan ke dalam surga. Ayat ini juga menggambarkan bahwa mereka menggabungkan antara hubungan dengan manusia dengan berinfak dan hubungan dengan Allah ﷻ dengan bangun malam untuk shalat malam. Seharusnya demikianlah seseorang yang saleh, menjaga hubungannya dengan keluarganya, tetangganya, dan juga hubungan dengan Allah ﷻ.
Dalam ayat ini pula Allah ﷻ sebutkan bahwa gara-gara shalat malam yang mereka lakukan, Allah ﷻ akan memasukkan mereka ke dalam surga. Allah juga akan siapkan kenikmatan yang mereka tidak tahu. Sebagian ulama mengatakan hal ini dikarenakan tatkala mereka shalat malam, tidak ada yang tahu tentang ibadah yang mereka lakukan. Mereka beribadah secara diam-diam di malam hari, maka demikian Allah ﷻ juga akan mengejutkan mereka dengan nikmat yang luar biasa yang tidak pernah mereka bayangkan. Maka ini isyarat bahwa shalat malam itu harus dikerjakan dengan keikhlasan tanpa ujub, tanpa rasa bangga, tanpa merasa sudah saleh. Jangan kemudian tatkala kita bisa bangun untuk shalat malam, kemudian menceritakannya kepada orang lain melalui media sosial. Oleh karenanya janganlah merasa sombong, hendaknya kita menyembunyikan amalan kita, karena di ayat yang telah kita sebutkan berbunyi,
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)
“Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah).” (QS. Adz-Dzariyat:18)
Maknanya adalah seseorang tidak ujub dengan amalannya. Mereka masih meyakini bahwa mereka masih memiliki kesalahan dan kekurangan dalam shalat malamnya.
Banyak orang yang bertanya tentang bagaimana cara agar seseorang bisa ikhlas? Maka di antara hal yang bisa membuat seseorang ikhlas dan cuek dari komentar manusia adalah dengan shalat malam. Karena tatkala seseorang sedang shalat malam, kebanyakan manusia sedang tertidur. Maka komentar apa yang diharapkan oleh seseorang yang shalat malam terhadap mereka yang tertidur pulas? Maka yang terjadi kemudian adalah seseorang yang bangun shalat malam hanya bisa konsentrasi menunggu komentar dari Allah ﷻ, karena yang memperhatikan hanya Allah ﷻ.
Dua ayat di atas yaitu dalam surah Adz-Dzariyat dan As-Sajdah menunjukkan bahwa sebab utama masuk surga adalah dengan shalat malam yang tidak disertai dengan ujub dan ikhlas karena Allah ﷻ.
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ menjelaskan bahwa orang yang senantiasa shalat malam adalah bukti bahwa dia adalah orang yang berilmu. Orang yang benar akan ilmunya, maka dia harus beramal. Allah ﷻ berfirman,
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ (9)
“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar : 9)
Ayat ini merupakan dalil yang kuat bahwasanya konsekuensi dari ilmu adalah amal. Kalau seseorang memiliki ilmu dan yakin akan adanya hari akhirat, ada azab, maka dia akan termotivasi untuk beramal saleh. Dan di antara bukti bahwa seseorang itu mengamalkan ilmunya adalah dengan dia shalat malam. Oleh karenanya setelah Allah ﷻ menyebutkan tentang orang-orang yang shalat malam dalam ayat di atas, Allah kemudian mengatakan, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”, maka tentunya tidak akan sama. Oleh karenanya para ikhwan dan akhwat, ayat ini juga memuji orang-orang yang shalat malam.
Di antara ayat yang lain yang menjelaskan tentang keutamaan shalat malam adalah firman Allah di akhir surah Al-Furqan yang menyebutkan tentang sifat-sifat ‘ibadurrahman yang akan masuk surga. Allah ﷻ berfirman di akhir ayat,
أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا (75)
“Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka, dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam.” (QS. Al-Furqan : 75)
Sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama, bahwa sabar itu ada tiga. Akan tetapi kebanyakan orang hanya terfokus pada salah satu kesabaran yaitu sabar terhadap musibah. Padahal masih ada dua kesabaran yang lain yaitu sabar dari perbuatan maksiat, seperti sabar dalam menundukkan pandangan, sabar tidak memakan yang haram; dan kesabaran dalam menjalankan ketaatan, seperti berbakti kepada kedua orang tua membutuhkan kesabaran, bersilaturahmi membutuhkan kesabaran, puasa membutuhkan kesabaran, dan shalat malam juga membutuhkan kesabaran.
Oleh karenanya ketika Allah ﷻ menyebutkan tentang ciri-ciri ‘ibadurrahman, Allah ﷻ sebutkan di antara ciri-ciri mereka adalah shalat malam. Allah ﷻ berfirman,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66)
“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam,” dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri. Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami, karena sesungguhnya azabnya itu membuat kebinasaan yang kekal,” sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Al-Furqan : 63-66)
Maka jika seseorang ingin menjadi ‘ibadurrahman, maka harus melaksanakan shalat malam. Dan sebagaimana ayat yang telah kita sebutkan bahwa ‘ibadurrahmah akan dimasukkan ke dalam surga atas kesabaran mereka, maka shalat malam itu butuh kesabaran.
Inilah di antara ayat-ayat yang menyebutkan tentang keutamaan shalat malam.
Selain ayat-ayat di dalam Alquran, juga datang dalam hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan shalat malam. Di antaranya adalah hadits yang telah kita sebutkan sebelumnya. Rasulullah ﷺ bersabda,
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ
“Hendaknya kalian melakukan shalat malam karena shalat malam adalah kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, dan mendekatkan kepada Tuhan kalian, menghapus keburukan, serta mencegah dosa.” ([10])
Sebelumnya telah kita sebutkan bahwa surah Al-Muzzammil sebagai bekal seorang Dai. Kalau malam hari seseorang meneguhkan atau mencharging iman mereka dengan shalat malam, bermunajat kepada Allah, maka siang hari dia tidak akan mudah untuk terpancing bermaksiat, dia akan mudah untuk menundukkan pandangan, mudah untuk tidak berdusta, dan akan lebih mudah untuk menghidari berbagai macam hal gangguan. Maka benarlah kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ} سنن الترمذي (5/ {(552
“dan (shalat mala itu) mencegah dosa.”([11])
Di antara hadits lain yang menunjukkan keutamaan shalat malam adalah hadits dari Abdullah bin Umar h, Rasulullah ﷺ bersabda,
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ، لَوْ كَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ
“Sungguh Abdullah Ibnu Umar akan menjadi sebaik-baik laki-laki jika dia mau shalat malam.” ([12])
Setelah mendengar perkataan Nabi ﷺ ini, Ibnu Umar akhirnya terus melaksanakan shalat malam agar bisa menjadi laki-laki yang terbaik. Maka jika Anda ingin menjadi laki-laki yang terbaik, maka shalat malamlah.
Sejauh mana perhatian Anda terhadap shalat malam, maka sejauh itulah Anda akan menjadi laki-laki terbaik. Dan yakinlah wahai saudaraku bahwa ini adalah kaidah yang selalu diwasiatkan oleh para salaf, jika Anda memperbaiki hubungan dengan Allah, maka Allah ﷻ akan memperbaiki hubungan Anda dengan manusia. Tatkala Anda bangun setiap malam untuk shalat dan berdoa kepada Allah, yakinlah bahwa urusan dunia Anda akan di atur oleh Allah ﷻ.
أَصْلَحْ فِيمَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ اللَّهِ يُصْلِحُ اللَّهُ فِيمَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ النّاسِ
“Perbaiki hubunganmu dengan Allah, maka Allah akan perbaiki hubunganmu dengan manusia yang lain.”
Setelah Ibnu Umar mendengar perkataan Nabi ﷺ tentang dirinya, maka Salim berkata,
فَكَانَ بَعْدُ لاَ يَنَامُ مِنَ اللَّيْلِ إِلَّا قَلِيلًا
“Setelah peristiwa ini ‘Abdullah bin ‘Umar tidak tidur malam kecuali sedikit.” ([13])
Ibu Hajar dalam mengomentari hadits Ibnu Umar ini, beliau mengatakan,
فَمُقْتَضَاهُ أَنَّ مَنْ كَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ يُوصَفُ بِكَوْنِهِ نِعْمَ الرَّجُلُ
“Konsekuensi hadits ini adalah siapa yang melakukan shalat malam maka akan dikatakan sebagai sebaik-baik laki-laki.” ([14])
Untuk mendapatkan predikat manusia terbaik dalam pandangan manusia, mungkin bisa dengan harta yang banyak, mobil mewah, jabatan tertinggi. Akan tetapi agar menjadi laki-laki terbaik di sisi Allah ﷻ adalah dengan shalat malam.
Di antara hadits yang menjelaskan tentang shalat malam adalah hadits yang disahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, Rasulullah ﷺ bersabda,
أَتَانِي جِبْريلٌ فَقَالَ : يَا مُحَمَّدٌ ! عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفارِقُهُ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ المُؤْمِنِ قيامُهُ بِاللَّيْلِ وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنْ النَّاسِ
“Jibril datang kepadaku dan berkata, ‘Ya Muhammad, Hiduplah semaumu sesungguhnya engkau akan mati. Cintailah siapa yang engkau suka sesungguhnya engkau kelak akan berpisah dengannya. Berbuatlah sekehendak hatimu sesungguhnya engkau akan diberikan balasan. Ketahuilah, sesungguhnya kemuliaan seorang mukmin terletak pada sholat malamnya dan kemuliaannya pula terletak pada rasa tidak butuhnya kepada manusia’.”([15])
Seseorang yang mau melakukan maksiat atau ketaatan, semuanya akan mendapatkan balasannya. Seseorang berbuat zalim, atau melakukan maksiat yang lain, maka pasti aka nada balasannya. Begitu pula orang yang mau melakukan ketaatan seperti shalat, baca Alquran, semuanya akan dibalas kelak. Tidak ada yang luput dari catatan Allah ﷻ, bahkan seseorang yang tersenyum kepada saudaranya akan tercatat. Rasulullah ﷺ bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu merupakan sedekah.”([16])
Perkara sekecil ini (senyum) juga akan tercatat dan akan dibalaas oleh Allah ﷻ. Jangankan dengan hal yang tampak, sesuatu yang tidak tampak seperti niat dalam hati, jika niat itu baik maka pasti akan tercatat dan Allah ﷻ mengetahuinya. Allah ﷻ berfirman,
وَهُوَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (6)
“Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Al-Hadid : 6)
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ (19)
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir : 19)
Dan di akhir perkataan Jibril kepada Nabi ﷺ,
واعلم أن شرف المؤمن قيامه بالليل وعزه استغناؤه عن الناس
“Ketahuilah, sesungguhnya kemuliaan seorang mukmin terletak pada sholat malamnya. Dan kemuliaannya pula terletak pada rasa tidak butuhnya kepada manusia’.”([17])
Maka hendaknya kita memperhatikan hadits ini bahwa kemuliaan seorang mukmin adalah dengan shalat malam dan tidak ketergantungannya kepada manusia.
Di antara keutamaan shalat malam adalah waktunya yang lezat untuk bermunajat kepada Allah ﷻ terutama di sepertiga malam yang terakhir. Nabi ﷺ bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita Tabaaraka wa Ta’ala turun di setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berkata, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku pasti akan Aku kabulkan, dan siapa yang meminta kepada-Ku pasti Aku akan penuhi, dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku pasi akan Aku ampuni’.” ([18])
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maha Kaya, turun ke langit dunia mencari hamba-hambanya yang fakir dan penuh dengan dosa untuk dikabulkan doanya dan diampuni dosa-dosanya. Kurang baik apalagi Allah ﷻ? Ibaratnya seperti ada orang yang kaya kemudian keluar dari rumahnya untuk mencari orang-orang miskin. Apakah ada orang yang seperti itu? Allah ﷻ Dzat yang Maha Kaya mendekatkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya di sepertiga malam terakhir, kemudian Anda masih tertidur menikmati mimpi ingin jadi orang kaya? Maka jika Anda ingin mewujudkan mimpi itu maka harusnya Anda bangun kemudian berdoa kepada Allah ﷻ.
Ketahuilah bawah semua perkara itu ada di tangan Allah ﷻ. Betapa banyak permasalahan bisa hilang dengan shalat malam. Jika Allah ﷻ berkehendak, maka Allah hanya berkata ‘Jadilah’, maka akan terjadi. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (82)
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” (QS. Yasin : 82)
Sesungguh segala urusan itu ada di tangan Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1)
“Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk : 1)
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ (5)
“Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. As-Sajdah : 5)
Oleh karenanya jika Allah ﷻ ingin mengabulkan doa seseorang, maka itu adalah perkara yang sangat mudah bagi Allah ﷻ. Oleh karenanya Iman Syafi’i r berkata,
أَتَهزَأُ بِالدُعاءِ وَتَزدَريهِ وَما تَدري بِما صَنَعَ الدُّعاءُ
“Apakah engkau meremehkan dan mencela doa? Engkau tidak tahu apa yang bisa diperbuat oleh doa.”
Oleh karenanya kelezatan akan dirasakan oleh orang-orang yang bangun malam kemudian shalat dan berdoa kepada Allah ﷻ. Seseorang akan merasakan kelezatan karena yakin bahwa Allah Maha Melihatnya, dia yakin bahwa Allah Maha Mengabulkan doa-doanya.
Oleh karenanya diriwayatkan bahwa Thawus bin Kaisan salah seorang salaf heran tatkala dia mengetuk pintu rumah seseorang yang dia cari di waktu sahur, akan tetapi dikatakan bahwa orang yang hendak dia temui sedang tidur. Beliau heran, bagaimana bisa orang yang dia cari itu tidur di waktu sahur? Kalau di zaman kita sekarang mungkin tidak akan ada sikap seperti ini, yang ada hanyalah orang-orang akan heran tatkala ada orang tidur sementara final piala dunia sedang berlangsung. Akan tetapi para salaf terdahulu heran ketika di sepertiga malam terakhir ada orang yang tidak bangun untuk shalat malam. Padahal Allah ﷻ sedang turun mencari hamba-hamba-Nya di waktu tersebut. Maka seharusnya waktu itulah seseorang mencari muka di hadapan Allah ﷻ. Di waktu itu hendaknya seseorang meminta kepada Allah ﷻ dengan mengeluhkan segala permasalahan yang dimilikinya. Seorang penyair berkata,
لَبِسْتُ ثوبَ الرَّجا والنَّاس قد رقدوا … وقمتُ أشكو إلى مولايَ ما أجِدُ
“Aku memakai pakaian harapanku sementara orang-orang tidur, maka aku bangun shalat mengeluhkan urusanku kepada Rabbku.”
وقُلْتُ يَا عُدَّتي في كلِّ نائبةٍ … ومَنْ عليه لكَشْفِ الضرِّ أَعْتَمِدُ
Dan aku berkata, “Wahai Dzat tempat aku kembali dalam berbagai permasalahan, dan kepada Dzat tempat aku bersandar untuk menghilangkan penderitaanku.”
أَشْكُو إِلَيْك أمورا أَنْت تعلمهَا … مَالِي على حملهَا صَبر وَلَا جلد
“Aku keluhkan kepadamu perkara-perkara yang telah Engkau ketahui, sungguh Aku tidak mampu memikul kesulita-kesulitan tersebut.”
وَقد مَدَدْتُ يَدَيَّ باِلضرِّ مُبتَهِلاً … إِلَيْك يَا خَيرَ مَن مُدَّتْ إِلَيْهِ يَدٌ
“Aku telah mengadahkan tanganku dengan mengakui kehinaanku kepadamu wahai Dzat yang terbaik yang diarahkan kepadaNya tangan-tangan.”
Sebagaimana perkataan Nabi Ya’qub u yang diabadikan di dalam Alquran,
إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (86)
“Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Yusuf : 86)
Banyak orang yang tatkala berkeluh kesah, mereka mengeluh kepada kawannya, istrinya, ustazd, sedangkan dia lupa untuk mengeluh kepada Allah ﷻ. Maka dari itu hendaknya seseorang tidak lupa untuk menyisihkan waktu untuk shalat malam.
Perkara Yang Perlu Diperhatikan Terkait Shalam Malam
Berikut ini ada beberapa perkara yang hendaknya diperhatikan oleh seseorang berkaitan dengan shalat malam.
- Jika seseorang ingin agar bisa bangun shalat malam, hendaknya dia tidak begadang.
Jika seseorang ingin agar bisa bangun shalat malam, jika malam telah tiba hendaknya seseorang berbincang-bincang atau melakukan pekerjaan secukupnya. Hendaknya seseorang memiliki pengingat untuk mengingatkan waktu tidur. Jika ada kawan yang hendak mengadakan janji di malam hari, jika bisa dihindari maka di hindari. Kalau sekiranya harus bertemu dengan kawan di waktu setelah isya, maka hendaknya tidak lama. Karena banyak berbincang-bincang akan membawa kemudharatan bagi diri kita yang akhirnya membuat kita tidak bisa bangun shalat malam, bahkan terkadang sampai terlewat shalat subuh karena begadang. Oleh karenanya hendaknya kita membiasakan untuk tidur lebih awal.
- Jika seseorang ingin agar bisa shalat malam, hendaknya tidak makan terlalu banyak pada malam hari.
Di antara yang disebutkan oleh para ulama, jika seseorang ingin agar bisa bangun shalat malam, hendaknya tidak makan di malam hari terlalu banyak. Di khawatirkan karena banyaknya makanan di malam itu membuat badan berat untuk bangun untuk shalat malam.
- Jika seseorang ingin agat bisa shalat malam, hendaknya memasang alarm (pengingat)
Hendaknya seseorang berusaha melakukan sebab-sebab yang bisa membuatnya mudah untuk shalat malam yang di antaranya adalah memasang alarm. Di zaman sekarang ini, gawai yang kita miliki sangat memudahkan kita untuk memasang alarm dengan banyak waktu, sehingga kita bisa lebih mudah untuk bangun karena banyaknya waktu alarm yang terpasang.
- Jika seseorang ingin agar bisa shalat malam, hendaknya sebelum tidur telah berniat untuk bangun shalat malam.
Hal ini jauh lebih membantu seseorang untuk bisa bangun shalat malam daripada beberapa langkah yang telah disebutkan sebelumnya. Dan di antara faidah seseorang berniat untuk bangun shalat malam sebelum tidur adalah meskipun kita tidak bangun, maka akan tetap dicatat oleh Allah bahwa kita telah shalat malam. Dalam hadits Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ، وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُومَ فَيُصَلِّيَ مِنَ اللَّيْلِ، فَغَلَبَتْهُ عَيْنُهُ حَتَّى يُصْبِحَ، كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى، وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ
“Barangsiapa mendatangi tempat tidurnya tidurnya dengan niat untuk bangun dan shalat malam, namun kantuk mengalahkannya hingga tiba pagi, maka akan ditulis baginya apa yang dia niatkan, dan tidurnya dihitung sebagai sedekah dari Rabbnya. “([19])
Orang yang telah berniat untuk bangun shalat malam, akan tetapi ternyata tidak bangun, maka seakan-akan Allah kasihan dan memberikan sedekah berupa tidur, karena mungkin rasa capai setelah beraktivitas, akan tetapi pahala shalat malam juga tetap diberikan.
- Jika seseorang telah bangun untuk melaksanakan shalat malam, maka hendaknya dia membuka shalat dengan dua rakaat yang ringan.
Nabi ﷺ bersabda,
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ، فَلْيَفْتَتِحْ صَلَاتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
“Apabila salah seorang dari kalian bangun hendak menunaikan shalat malam, hendaklah ia memulai shalatnya dengan dua raka’at ringan.”([20])
Inilah sunnah yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana kalau kita hendak melaksanakan shalat malam hendaknya kita memulai dengan dua rakaat yang ringan. Dalam bahasa kita maknanya adalah sebuah pemanasan, agar kita bisa tersambung terlebih dahulu kepada Allah ﷻ.
- Jika seseorang bangun shalat malam, hendaknya dia juga membangunkan pasangannya untuk shalat malam
Hal sebagaimana hadits yang mahsyur bahwa Nabi ﷺ bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ، نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى، نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah akan merahmati seseorang yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan istrinya, apabila istrinya menolak, dia akan memercikkan air ke mukanya, dan semoga Allah akan merahmati seorang istri yang bangun malam lalu shalat, kemudian dia membangunkan suaminya, apabila suaminya enggan, maka istrinya akan memercikkan air ke muka suaminya.”([21])
Tentunya hal ini memerlukan kerja sama antara seorang suami-istri. Maka sebelum tidur hendaknya sepasang suami-istri membuat kesepakatan akan hal ini.
- Jika seseorang bangun malam dalam kondisi masih sangat mengantuk dan tidak tahu apa yang diucapkan, maka hendaknya dia tidak memaksakannya dan kembali tidur.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi ﷺ,
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ، فَاسْتَعْجَمَ الْقُرْآنُ عَلَى لِسَانِهِ، فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ، فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila salah seorang diantara kalian mengerjakan shalat malam kemudian tidak mampu membaca Al Quran (karena mengantuk), sehingga tidak mengerti apa yang ia baca maka hendaknya ia tidur dahulu.” ([22])
Akan tetapi seseorang bisa mempersiapkan alarmnya satu jam kemudian, karena bisa jadi satu jam kemudian dia sudah bisa segar dan bisa melaksanakan shalat malam.
Demikian pula riwayat dari Anas bin Malik,
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا حَبْلٌ مَمْدُودٌ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ، فَقَالَ: «مَا هَذَا الحَبْلُ؟» قَالُوا: هَذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ حُلُّوهُ لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ
“Pada suatu hari Nabi ﷺ masuk ke masjid, kemudian Beliau mendapati tali yang diikatkan dua tiang. Kemudian Beliau berkata: “Apa ini?” Orang-orang menjawab: “Tali ini milik Zainab, bila dia shalat dengan berdiri lalu merasa letih, dia berpegangan tali tersebut”. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Jangan ia lakukan sedemikian itu, putuskan tali itu. Hendaklah seseorang dari kalian tekun dalam ibadah shalatnya dan apabila dia merasa letih, shalatlah sambil duduk”.([23])
- Jika seseorang ingin agar terbiasa shalat malam, hendaknya dilakukan secara bertahap.
Cara bertahap yang dimaksud adalah kalau seseorang tidak mampu shalat dalam waktu satu jam, maka tidak mengapa dia memulai dengan tiga rakaat atau sekitar sepulub menit. Yang penting adalah agar seseorang tidak meninggalkannya. Jika iman sudah bertambah, barulah kemudian bisa ditingkatkan menjadi lebih lama atau lebih banyak jumlahnya secara bertahap. Karena kontinu itu sangat penting. Nabi ﷺ bersabda,
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا، وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus (dilakukan) meskipun sedikit.” (HR. Muslim 1/541 no. 783)
Maka lebih baik seseorang shalat malam hanya tiga rakaat setiap hari akan tetapi n putus daripada shalat sebelah rakaat namun hanya sesekali. Oleh karenanya perlu untuk memperhatikan amalan yang berkesinambungan karena amalan tersebut lebih dicintai oleh Allah ﷻ. Nabi ﷺ juga bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا
“Wahai sekalian manusia, beramalah menurut yang kalian sanggupi, sesungguhnya Allah tidak akan bosan sehingga kalian merasa bosan.”([24])
- Jika seseorang bisa bersemangat dalam shalat malam, hendaknya menambah hafal Alquran.
Kalau seseorang memiliki hafalan Alquran, maka dia akan semangat untuk memuraja’ah hafalannya tatkala dia bangun malam. Dalam setiap rakaat dia bisa membaca surah yang berbeda. Akan tetapi jika seseorang memiliki hafalan yang sangat sedikit, maka terkadang dia akan bosan dan tidak memiliki motivasi untuk memuraja’ahnya. Maka jika seseorang memiliki hafalan minimal satu juz, maka Insya Allah akan mengubah kehidupan dalam hal keimanan dan ketakwaan.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hambanya yang rajin melaksanakan qiyamullail (shalat malam). Semoga di mulai dari malam ini kita bisa melakukan shalat malam minimal shalat witir tiga rakaat yang mungkin hanya memakan waktu lima sampai sepuluh menit, semoga kita bisa istiqamah dalam melaksanakannya.
Footnote:
_________________
([1]) HR. Bukhari 2/111 no. 1423
([3]) HR. Bukhari 2/111 no. 1423
([4]) HR. Ibnu Majah 2/1083 no. 3251
([5]) HR. Bukhari 8/107 no. 6514
([6]) HR. Tirmidzi 5/552 no. 3549
([9]) HR. Muslim 1/513 no. 746
([10]) HR. Tirmidzi 5/552 no. 3549
([11]) HR. Tirmidzi 5/552 no. 3549
([12]) HR. Bukhari 2/55 no. 1157
([13]) HR. Bukhari 2/49 no. 1121
([15]) Silsilah Ash-Shahihah 2/483 no. 831
([16]) HR. Tirmidzi 4/339 no. 1956
([17]) Silsilah Ash-Shahihah 2/483 no. 831
([18]) HR. Bukhari 2/53 no. 1145
([19]) HR. Ibnu Majah 1/426 no. 1344
([20]) HR. Muslim 1/532 no. 768
([21]) HR. Abu Daud 2/33 no. 1308
([22]) HR. Muslim 1/543 no. 787