Menjadi Wanita Penduduk Surga
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Berbicara tentang wanita penduduk surga, maka mau tidak mau kita akan berbicara tentang ciri-ciri wanita salihah, karena yang bisa masuk surga dari kalangan wanita hanyalah wanita yang salihah, dan wanita yang tidak salihah tentunya tempatnya adalah neraka jahanam.
Pembahasan ini tentu sangat penting untuk kita ketahui. Terlebih lagi untuk zaman ini yang begitu banyak godaan yang bisa memalingkan para wanita dari jalan yang lurus. Zaman dahulu, ketika belum ada internet dengan segala fasilitasnya, maka para wanita tidak mudah untuk terjatuh dalam maksiat. Wanita zaman dahulu hanya bisa terjerumus dalam kemaksiatan ketika memang mereka salah dalam pergaulan.
Adapun di zaman sekarang ini, wanita yang mungkin hanya duduk-duduk saja bisa rusak perangainya dan terjerumus dalam kemaksiatan. Mengapa? Karena internet yang digunakan menjadikan dia bisa melihat berbagai macam hal, dari hal-hal yang baik sampai yang paling terburuk, dan tidak ada yang bisa menyelamatkannya kecuali Allah ﷻ. Maka, ketika seorang wanita tidak memiliki landasan agama yang baik, maka penglihatannya akan menjadi liar, dia akan belajar hal-hal yang buruk dan sangat berbahaya, dan yang seperti ini terjadi di zaman sekarang.
Oleh karenanya, membekali para wanita baik yang belum menikah maupun yang sudah menikah dengan ilmu agama sangatlah penting, karena kehidupan di dunia ini sangat singkat, dan kemudian kita akan meninggal dunia dan mulai merasakan hasil perbuatan kita selama hidup di atas muka bumi ini, dan semua orang mengakui hal itu.
Pada pembahasan kita ini, kita akan menyebutkan ciri-ciri wanita salihah, agar kita bisa menilai apakah ciri-ciri tersebut ada pada diri kita, dan tentunya agar bisa kita amalkan dalam kehidupan kita, agar kita bisa termasuk dalam golongan wanita penghuni surga.
Sifat Wanita Shalihah
Islam telah menyebutkan di dalam Al-Qur’an maupun dalam hadis-hadis serentetan sifat wanita salihah. Tentunya, secara umum semua ciri-ciri orang yang bertakwa bagi laki-laki juga berlaku kepada wanita, karena hukum asal dari sebuah perintah kepada laki-laki adalah sama terhadap para wanita. Namun, ketika kita ingin menjelaskan semuanya secara keseluruhan, maka pembahasan akan sangat panjang lebar. Oleh karenanya, kita hanya akan mengkhususkan pembahasan terhadap sifat-sifat yang secara khusus Allah ﷻ sebutkan kepada para wanita, baik dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ.
- Senantiasa menunaikan hak Rabbnya dan hak suaminya
Allah ﷻ berfirman di dalam Al-Qur’an pada surah An-Nisa’,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Maka perempuan-perempuan yang salihah adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).” (QS. An-Nisa’: 34)
Pada ayat ini, Allah ﷻ menyebutkan dua sifat wanita salihah tersebut:
Pertama: Taat kepada Allah ﷻ. Kata قَانِتَاتٌ diambil dari kata قُنُوت, yang artinya adalah الْمُدَاوَمَة عَلَى طَاعَةِ ‘senantiasa menjalankan ketaatan kepada Allah ﷻ’.[1]
Kedua: Menjaga tatkala suami mereka tidak ada. Apa yang mereka jaga? Para ahli tafsir menyebutkan bahwasanya mereka menjaga harga diri mereka dan suami mereka, menjaga kesucian mereka, dan menjaga harta suami mereka, ketika suami mereka tidak ada.[2] Dari sini juga memberikan kesimpulan bahwasanya apabila Allah ﷻ memerintahkan untuk menjaga hak-hak suami mereka ketika suami mereka tidak ada, maka terlebih lagi ketika suaminya hadir bersamanya, maka tentu dia lebih wajib lagi untuk menjaga hak-hak suaminya.
Jika kita melihat kepada dua sifat wanita salihah dalam firman Allah ﷻ, dan juga dari penjelasan para ahli tafsir, maka kita melihat bahwasanya sifat tersebut menggabungkan dua hal, yaitu sifat seorang wanita yang menunaikan hak Rabbnya dan juga hak suaminya. Oleh karenanya, jika ditanyakan tentang siapa laki-laki atau wanita salihah, maka jawabannya mudah, yaitu dia yang menunaikan hak Rabbnya dan hak manusia.
Manusia dalam kehidupannya tentu diliputi dengan hak dan kewajiban. Seorang suami terhadap istrinya memiliki hak, di antarnya seperti istri dan anak-anaknya harus taat kepadanya. Namun, sebagai seorang suami, dia juga memiliki kewajiban, baik terhadap istrinya, anak-anaknya, dan juga kewajiban terhadap orang tuanya. Demikian pula seorang istri atau wanita, tentunya dia punya hak dan juga punya kewajiban.
Orang yang cerdas dalam hidupnya adalah yang berusaha menunaikan kewajibannya. Adapun haknya, maka tidak masalah baginya, karena di akhirat dia bisa mengambil haknya, yang terpenting adalah bagaimana dia meninggal dalam keadaan tidak menanggung hak orang lain atasnya (baca: kewajibannya) yang belum dia tunaikan, karena itu akan menjadi musibah pada hari kiamat kelak.
Oleh karenanya, ketika Allah ﷻ berfirman,
فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ، يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ، وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ، وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ
“Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya.” (QS. ‘Abasa: 33-36)
Orang-orang pada hari kiamat kelak akan lari dari orang tuanya, akan lari dari saudara-saudaranya, dan bahkan akan lari dari anak dan istrinya, padahal hari itu seseorang sangat membutuhkan teman untuk menolongnya, namun ternyata pada hari itu orang-orang akan lari. Mengapa demikian? Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa sebabnya adalah karena dia tidak ingin dituntut oleh orang tuanya, kakak dan adiknya, oleh istri dan anak-anaknya, atas kewajiban-kewajiban yang dia tidak tunaikan ketika di dunia.
Oleh karena itu, yang dikatakan sebagai wanita salihah adalah mereka yang menunaikan hak Rabbnya, dan juga menunaikan hak orang lain yang memiliki hak atasnya, seperti orang tuanya, suaminya, atau anak-anaknya. Maka dalam firman Allah ﷻ dalam surah An-Nisa’ tersebut menggabungkan dua sifat ini.
Allah ﷻ menyebutkan di antara sifat wanita salihah adalah menjaga hak suaminya ketika suaminya tidak hadir di sisinya. Demikianlah, hak terbesar setelah hak terhadap Allah yang harus ditunaikan oleh seorang istri adalah hak suaminya, lebih daripada hak kedua orang tuanya. Bahkan, jika terjadi perselisihan urusan rumah tangga antar suaminya dan orang tuanya, maka sang istri wajib mendahulukan keputusan suaminya daripada keputusan orang tuanya. Hal ini karena syariat telah menetapkan demikian. Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Jika saya boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan seorang istri sujud kepada suaminya.”[3]
Ini menunjukkan bahwasanya hal yang paling besar untuk ditunaikan oleh seorang istri setelah hak Allah adalah hak suaminya.
Maka dari itu, jika seorang wanita ingin masuk surga, maka laksanakanlah dua ciri-ciri ini, yaitu menunaikan hak Allah ﷻ dan hak suami. Menunaikan hak Allah ﷻ yaitu sibuk dengan ketaatan, seperti rajin membaca Al-Qur’an, zikir pagi dan petang, sering mendengarkan pengajian, berpuasa baik yang wajib maupun yang sunnah, senantiasa shalat sunah, bersedekah dikala lapang, dan yang lainnya. Ini semua adalah ciri-ciri wanita salihah yang taat kepada Allah ﷻ. Kemudian setelah itu dia menunaikan hak-hak suaminya.
Bahkan, jika sekiranya seorang wanita tidak bisa menjalankan ibadah-ibadah yang sunnah, dan hanya bisa menjalankan yang wajib-wajib saja untuk menunaikan hak Allah, itu pun sudah cukup. Hal ini sebagaimana hadis yang masyhur, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya, ‘Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu inginkan’.”[4]
Pada hadis tersebut tergabung dua hak, yaitu hak Allah dan hak suami. Hadis ini juga menunjukkan dua ciri tersebut merupakan inti dari kesalehan seorang wanita. Maka hendaknya seorang wanita di dalam benaknya senantiasa memikirkan agar bagaimana dia berusaha semampunya untuk menunaikan hak Allah ﷻ dan suaminya.
- Waspada dari godaan setan
Di antara sifat wanita salihah adalah dia waspada terhadap godaan setan. Allah ﷻ berfirman,
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Di antara tujuan setan adalah bagaimana agar seorang wanita bisa cerai dari suaminya. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam Shahih Muslim, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ، ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ، فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، فَيَقُولُ: مَا صَنَعْتَ شَيْئًا، قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ، قَالَ: فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ: نِعْمَ أَنْتَ
“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, lalu mengirim bala tentaranya. Pasukan yang kedudukannya paling dekat bagi Iblis adalah yang paling besar godaannya. Salah satu di antara mereka datang lalu berkata, ‘Aku telah melakukan ini dan itu.’ Iblis menjawab, ‘Kau tidak melakukan apa pun.’ Lalu yang lain datang dan berkata, ‘Aku tidak meninggalkannya hingga aku memisahkannya dengan istrinya.’ Iblis mendekatinya lalu berkata, ‘Bagus kamu’.”[5]
Ketika seorang wanita telah mengetahui hal ini, maka tentunya dia harus semakin waspada, agar jangan sampai dia melakukan hal-hal yang bisa mengantarkan kepada perceraian, karena jika itu terjadi maka dia telah terjerat dengan tipu daya iblis.
- Menyenangkan hati suami
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ؟ قَالَ: الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Dikatakan kepada Rasulullah ﷺ, ‘Siapakah wanita yang paling baik?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling menyenangkannya jika dilihat suaminya, dan menaatinya jika ia memerintahkannya, dan tidak menyelisihinya dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya’.”[6]
Di antara ciri terbaik wanita salihah adalah dia menyenangkan suaminya, baik itu ketika dia dilihat oleh suaminya, atau ketika dia taat kepada suaminya, atau dengan tidak melakukan hal yang dibenci oleh suaminya.
Di antara cara mengukur apakah seorang suami senang terhadap istrinya adalah dengan melihat apakah sang suami senang ketika memandang istrinya. Namun, untuk menjadi seorang istri yang menyenangkan di mata suami tentu harus dengan persiapan. Seorang wanita harus mempersiapkan diri dari sisi penampilan dan akhlaknya, dia harus memperbagus penampilan, dan memperbaiki akhlaknya.
- Bersiap dari sisi penampilan
Di antara sunah bagi seorang wanita adalah dia bersiap untuk menyambut suaminya. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِذَا قَدِمَ أَحَدُكُمْ لَيْلًا، فَلَا يَأْتِيَنَّ أَهْلَهُ طُرُوقًا، حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ، وَتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ
“Jika salah seorang dari kalian tiba (dari perjalanan) janganlah kalian pulang ke rumah keluargamu tengah malam, supaya keluarga yang ditinggalkan dapat bersiap-siap dan menyisir rambut (menyambut kedatanganmu).”[7]
Di zaman dahulu, Nabi Muhammad ﷺ melarang seorang suami pulang ke rumahnya di waktu malam, karena khawatir istrinya tidak bisa bersiap-siap untuk menyambutnya, dan tampil di hadapan suaminya dalam keadaan yang tidak menyenangkan suaminya. Ini merupakan dalil bahwa seorang istri dianjurkan untuk mempersiapkan dirinya, dan agar seorang suami juga memberi kesempatan kepada istrinya untuk mempersiapkan dirinya. Oleh karenanya, khitab dari hadis tersebut tertuju kepada suami maupun istri.
Adapun di zaman sekarang, sarana komunikasi semakin mudah, sehingga seorang suami yang pulang tengah malam pun tidak jadi masalah, karena dia bisa mengirimkan pesan kepada istrinya, dan istrinya pun bisa bersiap kapa saja dia mendapat kabar dari suaminya.
Oleh karena itu, penulis ingatkan kepada para istri untuk benar-benar menerapkan hal ini. Jadikan suami-suami kalian tersenyum ketika memandang kalian. Sungguh menyedihkan apabila seorang suami pulang ke rumah dan mendapati istrinya dalam kondisi tidak rapi, rambutnya semrawut, baju dan badan mengeluarkan bau tidak sedap. Padahal, suaminya melihat pemandangan wanita yang indah selama di luar rumahnya. Tentu kita paham bagaimana perasaan suami ketika pulang dan mendapati istrinya jauh dari apa yang dia harapkan.
Sungguh aneh di zaman sekarang ini, di mana seorang wanita hanya pandai berhias ketika hendak keluar rumah, adapun untuk berhias di hadapan suaminya di dalam rumahnya dia tidak pandai. Maka, bagaimana mungkin wanita yang semacam itu bisa menjadi wanita yang terbaik, sementara suaminya tidak senang ketika melihatnya? Oleh karenanya, hendaknya seorang istri berusaha mempersiapkan diri semampunya untuk menyambut suaminya, jangan sampai suaminya melihat sesuatu yang tidak menyenangkan dari tubuhnya.
Tentunya, hal ini juga menjadi isyarat agar seorang suami juga memberi kesempatan kepada istrinya untuk menyiapkan dirinya. Di antaranya adalah dengan memberi uang untuk pergi ke salon, perawatan, dan yang lain-lain. Hal ini juga perlu, yang penting tidak berlebih-lebihan.
Lihatlah, Nabi Muhammad ﷺ ketika hendak bertemu istrinya, beliau bersiwak, dan beliau tidaklah bersiwak kecuali karena dua hal, untuk bertemu dengan Allah ﷻ (salat) dan untuk bertemu istri-istri beliau.[8] Ini menunjukkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ memperhatikan penampilan tubuhnya, agar ketika berbicara dengan istrinya tidak mengeluarkan aroma yang tidak disenangi oleh istrinya. Bahkan, ketika Nabi Muhammad ﷺ ingin menikah lagi, Nabi Muhammad ﷺ memerintahkan seseorang untuk mengecek kepada mulut wanita tersebut, yaitu apakah sang wanita tersebut menjaga kebersihan mulutnya atau tidak.[9]
Maka dari itu, penulis menasihatkan kepada para istri agar memperhatikan penampilannya. Pakailah pakaian yang menarik, atau pakailah pakaian yang suami Anda senang ketika melihatnya. Pakailah parfum yang membuat suami Anda senang ketika mencium aromanya. Intinya, lakukan apa yang bisa menyenangkan hati suami dari sisi penampilan, selama hal tersebut tidak haram. Hal tersebut tidak lain agar kalian para istri termasuk dalam kategori istri terbaik, yaitu yang jika dipandang oleh suaminya, maka suaminya menjadi senang.
- Bersiap dari sisi akhlak
Di antara hal yang membuat seorang suami senang kepada istrinya adalah karena sang suami melihat istrinya memiliki akhlak yang mulia. Mungkin istrinya murah senyum, tidak suka marah-marah, tidak mengangkat suara di hadapan suaminya, sabar dengan segala kekurangan suami dan rumah tangganya, maka pasti suami senang melihat istri yang seperti itu.
Ketahuilah para istri, bahwasanya ketika suami Anda memandang Anda, maka suami Anda akan tahu siapa yang dia pandang. Ketika Anda memiliki akhlak yang mulia, tentu dia akan tersenyum senang, karena dia tahu bahwa yang dia pandang adalah wanita yang sangat berbakti kepadanya. Namun, jika ternyata seorang istri senantiasa bersikap tidak baik, berakhlak buruk, maka pasti sang suami juga tahu bahwa yang dipandangnya adalah wanita yang buruk akhlak, sehingga tidak ada kesenangan di dalam hati suami.
Maka dari itu, penulis menasihatkan kepada para istri agar berakhlak yang baik terhadap suaminya masing-masing. Ketika suami Anda pulang, cium tangannya, bukakan pakaiannya, penuhi permintaannya, dan yang lainnya. Dengan begitu, seorang istri akan menyenangkan ketika dipandang oleh suaminya.
- Penyayang, subur, dan senantiasa kembali kepada suaminya
Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ الْوَدُودُ، الْوَلُودُ، الْعَؤُودُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِي إِذَا آذَتْ أَوْ أُوذِيَتْ، جَاءَتْ حَتَّى تَأْخُذَ بَيْدَ زَوْجِهَا، ثُمَّ تَقُولُ وَاللهِ لَا أَذُوقُ غُمْضًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah kalian aku beritahu wanita di antara kalian yang menjadi penghuni surga? Yaitu setiap wanita yang penuh kasih (kepada suaminya), banyak keturunannya, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata, ‘Demi Allah, aku tidak dapat tidur sebelum engkau rida’.”[10]
Ada beberapa sifat yang Nabi Muhammad ﷺ sebutkan dalam hadis tersebut, di antaranya:
- Sifat subur (banyak keturunan)
Para ulama menyebutkan, jika seorang wanita ditakdirkan oleh Allah ﷻ sebagai wanita yang subur, maka di antara sifatnya adalah dia tidak menghalangi suaminya untuk menginginkan anak kembali. Adapun jika dia menginginkan ada jarak antara anak-anaknya, maka hal itu bisa dia diskusikan kembali kepada suaminya. Tapi intinya, dia tidak berniat untuk membatasi jumlah anak dengan jumlah tertentu, tidak menghalangi suaminya jika suaminya menginginkan anak lagi.
Adapun jika seorang wanita ditakdirkan oleh Allah ﷻ belum memiliki anak karena sebab-sebab tertentu, atau sudah berusaha namun hanya memiliki satu atau dua anak, maka tentunya hal ini di luar kemampuannya sebagai manusia.
Teruntuk wanita yang subur, kita semua tahu bahwa hamil dan melahirkan seorang anak itu merupakan perjuangan yang besar, kita semua tahu bahwa hal itu tidak mudah. Akan tetapi, jika Anda melakukan itu semua karena Allah ﷻ, maka semua keletihan dan kesusahan yang Anda rasakan akan berpahala di sisi Allah ﷻ, dan tentunya wanita yang banyak keturunan adalah di antara ciri-ciri wanita penghuni surga.
- Sayang kepada suami
Seorang istri yang sayang kepada suaminya tentu akan terlihat pada sikapnya. Jika dia memanggil suaminya maka dipanggil dengan panggilan yang terhormat, jika suaminya sakit dirawat, jika suaminya hendak berangkat kerja maka dia menyiapkan segala keperluan suaminya, tidak sering menuntut kepada suaminya, dan sikap-sikap baik lainnya yang menunjukkan bahwa sang istri benar-benar sayang kepada suaminya.
Ketahuilah para istri, jika sekiranya suami Anda membanggakan Anda di hadapan orang lain, maka Anda telah berhasil meraih keridaan suami Anda, dan insya Allah itu adalah ciri penghuni surga. Akan tetapi, jika suami Anda mengeluhkan Anda di mana-mana, maka berhati-hatilah, itu berarti sang suami merasa tidak disayang oleh istrinya.
- Suka kembali kepada suaminya
Di antara ciri wanita penghuni surga yang disebutkan dalam hadis tersebut adalah seorang istri yang suka kembali kepada suaminya ketika ada masalah. Dalam riwayat yang lain disebutkan,
إِذَا غَضِبَت أَو أُسِيءَ إِلَيهَا أَو غَضِبَ زَوجُهَا، قَالَت: هَذِه يَدِي فِي يَدِكَ، لَاْ أَكْتَحِلُ بِغُمضٍ َحتَّى تَرضَى
“Jika dia marah, atau suaminya marah kepadanya, dia berkata, ‘Tanganku di tanganmu, mataku tak dapat terpejam sebelum engkau rida kepadaku’.”[11]
Ciri wanita salihah ini adalah istri yang jika ada masalah dengan suaminya, baik suaminya yang salah atau bahkan dia yang salah, dia tetap ingin segera menyelesaikan permasalahannya dengan mengalah, dia tidak ingin masalah yang ada di antara mereka itu berlarut-larut.
Lihatlah, Nabi Muhammad ﷺ mengatakan bahwa jika ada orang yang saling bermusuhan, maka yang terbaik di antara mereka adalah yang lebih dahulu memulai salam. Maka demikian pula seorang wanita dengan suaminya, jika terjadi pertengkaran dan perselisihan di antara mereka, kemudian dia lawan hawa nafsu dan egonya, kemudian datang kepada suaminya dan meletakkan tangannya di tangan suaminya seraya berkata, ‘mataku tak dapat terpejam sebelum engkau ridha kepadaku’, maka dialah wanita yang terbaik, sehingga tidak mengherankan jika ternyata sifat tersebut merupakan sifat wanita penghuni surga.
Namun, kenyataannya di zaman sekarang, banyak para istri yang ketika marah kepada suaminya, entah karena kesalahannya atau kesalahan suaminya, mereka tetap saja tidur dalam keadaan marah, dan bahkan marahnya tetap berlanjut hingga esok harinya. Dia tidak peduli dengan suaminya, dia tidak peduli dengan keridaan suaminya. Dia memperpanjang masalahnya selama berhari-hari. Maka, bagaimana bisa kita katakan bahwa wanita yang demikian bisa menjadi wanita penghuni surga?
- Muwatiyah dan Muwasiyah
Disebutkan dalam riwayat Al-Baihaqi, Nabi Muhammad ﷺ bersabda tentang sebaik-baik wanita,
خَيْرُ نِسَائِكُمُ الْوَدُودُ الْوَلُودُ الْمُوَاتِيَةُ الْمُوَاسِيَةُ، إِذَا اتَّقَيْنَ اللهَ
“Sebaik-baik wanita (istri) kalian adalah yang penyayang kepada suaminya, banyak keturunan, yang meringankan beban kalian, jika mereka bertakwa kepada Allah.”[12]
Sebagian dari ciri yang disebutkan hadis ini telah kita bahas pada poin sebelumnya. Namun, pada hadis ini ditambah sifat الْمُوَاتِيَةُ dan الْمُوَاسِيَةُ.
Sifat الْمُوَاتِيَةُ adalah sifat taat seorang istri kepada suaminya, selama bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah ﷻ. Demikianlah sifat wanita penduduk surga, dia taat kepada suaminya dalam segala hal, selama hal tersebut bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah ﷻ.
Apakah seorang istri benar-benar tidak boleh membangkang terhadap perintah suami? Ya, tidak boleh seorang istri membangkang kepada suami, yang dibolehkan baginya adalah berdiskusi dengan suami. Namun, jika suami telah bersikeras pada suatu hal, dan itu bukan bentuk maksiat kepada Allah ﷻ, maka wajib untuk sang istri taat kepada suaminya.
Hal ini sebagaimana yang telah kita sebutkan tentang keutamaan wanita yang taat kepada suaminya.[13] Oleh karenanya, taat kepada suami menunjukkan bahwa hal tersebut pahalanya sangatlah besar, sampai-sampai seorang wanita ditawarkan untuk masuk ke dalam surga melalui pintu mana saja yang dia inginkan.
Namun, penulis mengingatkan bahwasanya amalan yang berpahala besar itu ujiannya berat. Oleh karenanya, taat kepada suami bukanlah perkara yang mudah. Tapi, jika seseorang berdoa kepada Allah ﷻ meminta kemudahan dalam taat kepada suaminya, dan dia berusaha semaksimal mungkin untuk menunaikan hak-hak suaminya, maka pasti akan mudah baginya untuk bisa taat kepada suaminya.
Adapun sifat الْمُوَاسِيَةُ adalah sifat seorang istri yang selalu menyenangkan suaminya dengan mengondisikan dirinya. Misalnya, jika seorang suami sedih, maka dia hibur, atau bahkan mungkin ikut bersedih, dia mengondisikan dirinya agar suaminya merasa tenteram. Demikian pula jika suaminya gembira, maka dia pun ikut gembira. Sifat ini merupakan di antara sifat yang dimiliki oleh Khadijah radhiallahu ‘anha. Ketika Nabi Muhammad ﷺ dalam kondisi sulit, beliau menghibur Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karenanya, sifat ini merupakan di antara sifat wanita penghuni surga.
- Tidak bertabarruj dan tidak sombong
Pada riwayat hadis yang sama, yaitu dari Al-Baihaqi, Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda,
وَشَرُّ نِسَائِكُمُ الْمُتَبَرِّجَاتُ الْمُتَخَيِلَّاتُ وَهُنَّ الْمُنَافِقَاتُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْهُنَّ، إِلَّا مِثْلُ الْغُرَابِ الْأَعْصَمِ
“Dan seburuk-buruk istri kalian adalah yang suka tabarruj, yang takabur dan bangga pada dirinya sendiri. Mereka itulah para munafik dan mereka tidak akan masuk surga kecuali seperti burung gagak Al-A’sham (yang merah paruh dan kedua kakinya).”[14]
Sifat yang disebutkan dalam hadis ini adalah sifat yang harus dijauhi oleh seorang wanita mana pun, yaitu menjauhi tabarruj dan sifat sombong.
Tabarruj
Adapun sifat tabarruj, Allah ﷻ telah berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Jika kita membandingkan antara ayat ini dan sabda Nabi Muhammad ﷺ, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya di antara ciri wanita penghuni surga adalah dia yang senang tinggal di rumahnya. Bahkan, semakin seorang wanita berada di bagian terdalam dari rumahnya, jauh dari jangkauan laki-laki lain, maka dia menjadi semakin mulia.
Oleh karenanya Nabi Muhammad ﷺ juga telah bersabda kepada seorang wanita yang ingin salat bersama beliau di masjid,
قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي، وَصَلَاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِي
“Aku sudah tahu jika kamu suka shalat denganku, namun salatmu di rumahmu (kamar) lebih utama dari shalat di ruang tengah rumahmu. Salatmu di ruang tengah rumahmu lebih utama dari salatmu di ruang terdepan rumahmu (ruang terbuka -pent). Salatmu di ruang luar rumahmu lebih utama dari shalat di masjid kaummu. Shalat di masjid kaummu lebih utama dari shalat di masjidku ini (masjid Nabawi).”([15])
Ini menunjukkan bahwasanya jika wanita berada di tempat yang semakin jauh dari jangkauan laki-laki asing baginya, maka dia semakin mulia di sisi Allah ﷻ, dan tempat tersebut ada di dalam rumahnya. Maka, ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwasanya wanita dianjurkan untuk menetap di rumahnya, dan dia akan mendapatkan pahala atas hal tersebut, karena dia telah menjalankan perintah Allah ﷻ.
Jangan kemudian seseorang istri kemudian mengira bahwa dengan tinggalnya dia di rumahnya tidak mendatangkan pahala baginya. Bahkan sebaliknya, dengan tinggalnya seorang istri di rumahnya, melakukan hal-hal yang bermanfaat, menjalankan kewajibannya sebagai istri di rumahnya, berkhidmah kepada suaminya, maka tentu tidak sama pahala yang dia dapatkan jika dibandingkan dengan wanita yang senangnya keluar rumah.
Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan mengintainya (untuk dijadikan indah di padangan para laki-laki).”[16]
Oleh karenanya, hendaknya para istri berusaha untuk tinggal di rumahnya, tidak keluar kecuali karena suatu keperluan yang mendesak, tidak suka keluar rumah dengan bertabarruj, tidak menjadikan dirinya sebagai sumber fitnah bagi para laki-laki, karena Nabi Muhammad ﷺ telah mengisyaratkan bahwa wanita yang suka keluar rumah dengan tabarruj itu adalah seburuk-buruk istri.
Sombong
Di antara hal yang juga harus dijauhi adalah sifat sombong. Nabi Muhammad ﷺ menggandengkan dalam sabdanya antara sifat tabarruj dan sifat sombong. Mengapa demikian? Ketahuilah bahwasanya wanita yang suka berhias untuk keluar rumah (baca: tabarruj), biasanya itu dilakukan dalam rangka untuk pamer dan sombong.
Terkadang, seorang wanita yang keluar dari rumahnya dengan berhias, baik dengan tasnya, dengan jilbabnya, atau dengan pakaiannya yang modern, seringnya hanya ingin memamerkan apa yang di pakai ketika itu, dan itu adalah sikap angkuh dan sombong yang tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ mengatakan bahwa sifat ini adalah seburuk-buruk sifat seorang istri.
Apakah mereka bisa masuk surga?
Maksud dari perkataan ‘dan mereka tidak akan masuk surga kecuali seperti burung gagak Al-A’sham’ adalah jarang ada wanita dengan sifat yang seperti itu bisa masuk surga. Artinya, seorang wanita atau istri yang memiliki sifat tabarruj, senantiasa berhias ketika keluar rumah, sombong, bisa saja masuk ke dalam surga, baik itu dengan amalannya yang lain, atau karena Allah ﷻ mengampuni dia, atau sebab-sebab yang lain. Namun, hendaknya yang diperhatikan adalah Nabi Muhammad ﷺ mengisyaratkan bahwa hal itu jarang terjadi, sebagaimana jarang ada buruk gagak yang memiliki warna putih di kaki dan paruhnya. Artinya, sangat susah bagi wanita-wanita seperti itu untuk masuk surga.
Maka dari itu, penulis kembali menasihatkan agar para wanita, para istri untuk banyak tinggal di rumahnya, karena suka keluar rumah tanpa ada uzur syar’i bukanlah merupakan ciri wanita penghuni surga.
- Pandai bersyukur kepada suaminya
Di antara ciri wanita salihah penduduk surga adalah pandai bersyukur kepada suaminya, tidak kufur nikmat atas apa yang telah diberikan oleh suaminya. Hal ini dikarenakan hadis yang masyhur menunjukkan bahwa wanita yang tidak pandai bersyukur, sering mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya, itu adalah ciri-ciri wanita penghuni neraka. Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda kepada para wanita,
تَصَدَّقْنَ، فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ، لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ
“Bersedekahlah kalian, karena kebanyakan kalian akan menjadi bahan bakar neraka jahanam, karena kalian banyak mengeluh dan mengingkari kebaikan suami.”[17]
Istri yang tidak bersyukur kepada suami merupakan di antara sebab banyaknya wanita yang dimasukkan ke dalam neraka. Demikianlah sebagian besar para wanita, lupa terhadap kebaikan-kebaikan suaminya. Suaminya telah lelah kerja dari pagi hingga malam, namun ketika pulang tidak disambut dengan hangat oleh istrinya, malah disambut dengan makian dan cacian. Ingatlah wahai para istri, Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
لَا يَشْكُرُ اللَّهُ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak bersyukur kepada Allah yang tidak bersyukur kepada manusia.”[18]
Oleh karena itu, jika Anda para istri ingin menjadi wanita penghuni surga, maka pandai-pandailah bersyukur kepada suami. Apa susahnya mengucapkan ‘Terima kasih’, atau ‘Jazakallahu khairan’ kepada suami? Mengapa Anda mudah untuk berterima kasih kepada orang lain, sedangkan tidak pandai berterima kasih kepada suami Anda?
Wahai para istri, jika Anda masih memiliki suami saat ini, renungkanlah bagaimana nasib para wanita yang telah jadi janda saat ini. Mereka sangat membutuhkan teman cerita, membutuhkan teman dalam mendidik anak-anaknya. Anda yang masih memiliki suami, bersyukurlah kepada Allah ﷻ dengan tidak kufur terhadap suami. Jangan sampai Anda baru bersyukur ketika nikmat itu telah tiada.
- Hormat kepada suami
Sifat hormat kepada suami merupakan di antara sifat wanita penghuni surga. Hal ini sebagaimana hadis yang juga telah kita sebutkan,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Jika saya boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan seorang istri sujud kepada suaminya.”[19]
Meskipun asalnya istri tidak boleh sujud kepada selain Allah ﷻ, tapi seorang istri tetap harus tunduk, hormat, dan merendah di hadapan suaminya. Dia hendaknya senantiasa meminta izin kepada suaminya dalam berbagai hal, seperti ketika ingin keluar rumah, ketika ingin memasukkan keluarganya dalam rumahnya, atau yang lainnya, ini adalah bentuk seorang istri menghormati suaminya, dan itu adalah ciri wanita penghuni surga.
Adapun kemudian jika seorang istri bersikap cuek terhadap suaminya, tidak menghargai suaminya, tidak mendengar perkataan suaminya, tidak minta izin keluar dari rumah, tidak minta izin memasukkan orang lain ke dalam rumah suaminya, dan yang lainnya, maka dia tidaklah menghormati suaminya, dan itu bahkan merupakan ciri wanita penghuni neraka jahanam.
- Menundukkan pandangan
Sifat wanita penghuni surga ini Allah ﷻ sebutkan dalam Al-Qur’an,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 31)
Hukum asal dari wanita melihat laki-laki adalah tidak haram, selama pandangan tersebut tidak menimbulkan ketertarikan syahwat. Namun, sesuatu yang terbaik bagi seorang wanita adalah menundukkan pandangan, baik ada syahwat atau tidak. Maka, ketika wanita memandang laki-laki dan menimbulkan ketertarikan, maka para ulama sepakat hukumnya haram.
Oleh karenanya, jangan sampai seorang wanita kemudian dalam kesehariannya malah menonton televisi yang menampilkan acara-acara yang tidak benar, acara-acara yang membuat mereka tidak menundukkan pandangan. Ingatlah bahwasanya wanita salihah adalah yang bisa menundukkan pandangannya.
- Tidak menampakkan perhiasan
Allah ﷻ juga berfirman,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31)
Dari sini, janganlah seorang wanita menggunakan pakaian dan perhiasan yang mencolok, hingga akhirnya menjadi perhatian para laki-laki. Wanita salihah tentu tidak demikian, mereka bersih dan rapi, namun dia mereka tidak berhias dengan pakaian atau perhiasan yang bisa menarik perhatian laki-laki lain.
Di antara hal yang banyak digunakan wanita muslimah saat ini dan menarik perhatian laki-laki adalah jilbabnya. Jika sekiranya jilbab yang dikenakan oleh seorang wanita itu bisa menarik perhatian para laki-laki, maka tentu ada yang salah pada jilbabnya, baik karena warnanya yang mencolok, baik karena modelnya yang berlebihan, atau yang lainnya. Maka pakaian seperti itu haram untuk digunakan.
- Pemalu
Allah ﷻ telah mengisahkan tentang kisah dua orang wanita salihah yang ditemui oleh Nabi Musa ‘alaihissalam. Allah ﷻ berfirman mengisahkan,
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya), dan dia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan sedang menghambat (ternaknya). Dia (Musa) berkata, ‘Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?’ Kedua (perempuan) itu menjawab, ‘Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya’.” (QS. Al-Qashash: 23)
Ketika Nabi Musa ‘alaihissalam lari dari kejaran Firaun, Nabi Musa ‘alaihissalam kemudian pergi ke negeri Madyan. Di negeri tersebut, Nabi Musa mendapati sumber air yang di mana orang-orang sedang memberi minum hewan ternaknya. Ternyata, Nabi Musa ‘alaihissalam melihat dua orang wanita yang sedang menghalangi hewan ternaknya untuk minum di sumber air tersebut. Ketika Nabi Musa ‘alaihissalam bertanya kepada dua wanita tersebut terkait perbuatannya menahan hewan ternaknya untuk minum, ternyata wanita tersebut malu untuk bercampur dengan laki-laki, sehingga dia menunggu laki-laki yang sedang meminumkan ternaknya pergi terlebih dahulu.
Setelah Nabi Musa ‘alaihissalam membantu kedua wanita tersebut untuk memberi minum kepada ternaknya, Allah ﷻ kembali berfirman,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, ‘Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas kebaikanmu memberi minum (ternak) kami’.” (QS. Al-Qashash: 25)
Ini adalah ciri wanita salihah, yaitu berusaha untuk tidak bercampur dengan laki-laki, dan malu jika bertemu dengan laki-laki.
Di zaman kita sekarang ini, kita melihat seakan-akan wanita telah kehilangan rasa malunya. Bahkan menjadi terbalik, laki-lakilah yang banyak malu kepada para wanita, sedangkan banyak wanita yang tidak merasa malu terhadap laki-laki, tidak malu bercampur baur dengan laki-laki. Padahal, Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
اسْتَأْخِرْنَ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ
“Hendaklah kalian memperlambat dalam berjalan (terakhir), sebab kalian tidak berhak untuk memenuhi jalan. Hendaklah kalian berjalan di pinggiran jalan.”[20]
Sesungguhnya Allah ﷻ telah menjadikan sifat malu merupakan fitrah dan perhiasan seorang wanita. Ketika sifat malu pada seorang wanita itu sudah tidak ada, maka itu bukanlah ciri wanita salihah. Bagaimana mungkin bisa dikatakan seorang wanita itu salihah, sementara dia seenaknya berbicara dengan laki-laki lain, seenaknya tertawa dengan suami orang lain? Bagaimana mungkin bisa dikatakan seorang wanita salihah sementara teman-teman yang dia temani mengobrol di media sosial semuanya adalah laki-laki? Bahkan kebanyakan tidak dikenal sebelumnya.
Oleh karena itu, hendaknya para wanita untuk memiliki sifat malu tersebut. Bahkan, penulis ingatkan kepada para orang tua untuk mengajarkan anak perempuannya rasa malu ketika harus bertemu dengan laki-laki. Ketika seorang anak telah dilatih sejak awal untuk memiliki rasa malu, maka rasa malu itulah yang akan membentengi dia dari bermaksiat kepada Allah ﷻ suatu saat, karena orang yang tidak malu itu akan mudah untuk bermaksiat kepada Allah ﷻ.
- Tidak mendayu-dayu tatkala berbicara
Allah ﷻ berfirman kepada istri-istri Nabi Muhammad ﷺ,
يَانِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32)
Perintah Allah ﷻ terhadap istri-istri Nabi Muhammad ﷺ ini tentu berlaku bagi seluruh wanita secara umum, yaitu jangan seorang wanita berbicara dengan mendayu-dayu, dengan melenggak lenggokkan suara, agar tidak ada laki-laki yang terfitnah dengan hal tersebut.
Penulis mengingatkan kepada para wanita, ketika Anda berbicara, dan bahkan ketika Anda menulis atau berkomentar, hendaknya bersuara atau berkata-kata dengan biasa-biasa saja, dengan cara yang wajar, karena suara dan tulisan sama-sama bisa menimbulkan godaan bagi laki-laki.
Maka dari itu, latihlah diri kita untuk tidak berbicara dengan mendayu-dayu, untuk tidak berkomentar dengan kata-kata yang memancing syahwat laki-laki, karena yang demikian bukanlah ciri wanita salihah penduduk surga.
Footnote:
_________
[1] Lihat: Tafsir al-Kabir, karya A-Razi (6/448).
[2] Lihat: Tafsir ath-Thabari, tahqiq Asyakir (8/295)
[3] HR. Tirmizi No. 1159, dinyatakan hasan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
[4] HR. Ahmad No. 1661, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ No. 660.
[5] HR. Muslim No. 2813.
[6] HR. An-Nasai No. 3231, dinyatakan hasan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
[7] HR. Muslim No. 1928.
[8] Lihat: HR. Muslim No. 253.
[9] Lihat: HR. Ahmad No. 13424.
[10] HR. An-Nasai No. 9094 dalam Sunan an-Nasai al-Kubra (8/251), Syekh Al-Albani berkata, para perawinya tsiqah standar perawi Imam Muslim, hanya saja ada perawi yang bercampur, akan tetapi hadis ini memiliki beberapa riwayat yang menguatkan. [Lihat: As-Silsilah ash-Shahihah No. 287].
[11] HR. Thabrani No. 118 dalam Mu’jam ash-Shaghir li ath-Thabrani.
[12] HR. Al-Baihaqi No. 13478 dalam Sunan al-Kubra li Al-Baihaqi (7/131).
[13] Lihat: HR. Ahmad No. 1661.
[14] HR. Al-Baihaqi No. 13478 dalam Sunan al-Kubra li Al-Baihaqi (7/131).
([15]) HR. Ahmad No. 27090, dinyatakan hasan oleh Al-Arnauth.
[16] HR. Tirmizi No. 1173, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
[17] HR. Muslim No. 885.
[18] HR. Bukhari No. 218 dalam al-Adab al-Mufrad.
[19] HR. Tirmizi No. 1159, dinyatakan hasan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
[20] HR. Abu Daud No. 5272, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani.