Mendahulukan wajah sebelum kedua tangan
Di dalam hadits Ámmar bin Yaasir yang telah lalu terdapat penyebutan dua tata cara tayammum:
Pertama: Mendahulukan kedua tangan daripada wajah
«إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا، فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ، ثُمَّ نَفَضَهَا، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ»
“Sebenarnya cukup buatmu bila kamu melakukan begini.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian memukulkan telapak tangannya ke permukaan tanah dan mengibaskannya, lalu mengusap punggung tangan kanannya dengan telapak tangan kirinya, atau punggung telapak kirinya dengan telapak tangan kanannya, kemudian beliau mengusap wajahnya.”
Dan disini disebutkan bahwa mengusap kedua pergelangan tangannya lebih di dahulukan daripada mengusap wajah
Kedua: Mendahulukan wajah daripada kedua tangan
«إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا. وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً»
“Sebenarnya kamu cukup melakukan begini. Beliau lalu memukulkan telapak tangannya ke tanah, lalu mengusap muka dan kedua telapak tangannya sekali.”
Dan disini disebutkan bahwa mengusap wajah lebih di dahulukan dari pada tangan. Ibnu Hajar mengatakan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori diatas menunjukkan akan tidak wajibnya tartib:
وَفِيهِ أَنَّ التَّرْتِيبَ غَيْرُ مشترط فِي التَّيَمُّم
“Dan di dalamnya terdapat dalil bahwa berurutan bukan hal yang disyaratkan dalam tayammum.” ([1])
Maka dari sini boleh bagi seseorang ketika bertayammum untuk mendahulukan wajahnya dari kedua pergelangan tangannya atau sebaliknya.
وَمِمَّا يُقَوِّي رِوَايَةَ الصَّحِيحَيْنِ فِي الِاقْتِصَارِ عَلَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ كَوْنُ عَمَّارٍ كَانَ يُفْتِي بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ وَرَاوِي الْحَدِيثِ أَعْرَفُ بِالْمُرَادِ بِهِ مِنْ غَيْرِهِ وَلَا سِيَّمَا الصَّحَابِيَّ الْمُجْتَهِدَ
Dan termasuk yang emnguatkan riwayat yang ada pada shohihain dalam membatasi tayammum dengan wajan dan kedua telapak tangan saja yaitu karena Ammar berfatwa setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan hal tersebut, dan periwayat hadits lebih mengetahui terhadap apa yang diinginkan dari pada orang yang lain, terlebih lagi sahabat yang mujtahid.”
Dapatkan Informasi Seputar Shalat di Daftar Isi Panduan Tata Cara Sholat Lengkap Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________