Membaca “Bismilah”
Hukumnya adalah mustahab (dianjurkan) menurut mayoritas ulama([1]), dalam artian bahwa orang yang tidak mengucapkan basmalah ketika hendak berwudhu maka wudhunya tetap sah.
Dapatkan Informasi Seputar Shalat di Daftar Isi Panduan Tata Cara Sholat Lengkap Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) Perbedaan pendapat dalam masalah hukum membaca bismillah ketika berwudhu:
Pendapat pertama: Membaca bismillah hukumnya wajib, ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dalilnya adalah riwayat Abdurrahman Bin Abu Sa’id Al-Khudri, dari ayahnya, dari kakeknya:
لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ
“Tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah (membaca bismillah)” (HR. Ahmad No. 11372)
Pendapat kedua: Membaca bismillah termasuk mustahab bukan wajib, ini adalah pendapat mayoritas ulama, ini adalah pendapat yang kuat. Berikut alasan kuatnya pendapat kedua ini:
Pertama: Hadits yang dijadikan sandaran pendapat pertama adalah lemah, bahkan imam Ahmad sendiri tidak men-shahih-kannya:
وروى ابن عدي في “الكامل” 3/1034 عن أحمد بن حفص السعدي، قال: سئل أحمد بن حنبل -يعني وهو حاضر- عن التسمية في الوضوء، فقال: لا أعلم فيه حديثاً يثبت، أقوى شيء فيه حديث كثير بن زيد، عن ربيح، وربيح رجل ليس بمعروف.
ونقل الترمذي في “العلل الكبير” 1/113 قول البخاري: ربيح بن عبد الرحمن بن أبي سعيد منكر الحديث
“Ibnu ‘Adi meriwayatkan dalam kitab Al-Kamil 3/1034 dari Ahmad bin Hafsh As-Sa’di, ia berkata: Imam Ahmad ditanya tentang hukum tasmiyah ketika berwudhu (dan dia ada pada saat itu), beliau menjawab: Aku tidak mengetahui ada hadits yang shohih tentangnya, hadits yang paling kuat adalah riwayat Katsir bin Zaid dari Rubaih, dan Rubaih adalah seorang yang tidak dikenal. At-Tirmidzi menukilkan dalam kitabnya Al-‘Ilal Al-Kabir1/113 perkataan Imam Bukhori: Rubaih bin ‘Abdurrahman adalah munkarul hadits”. (Musnad Imam Ahmad 17/464-465)
Dan juga berkata al-Marrudzi:
لم يصححه أحمد، وقال: ربيح ليس بالمعروف، وليس الخبر بصحيح.
“Imam Ahmad tidak menshohihkannya, dan ia berkata: Rubaih tidaklah dikenal, dan khobarnya tidak shohih” (Musnad Imam Ahmad 17/465)
Kedua: Karena Nabi ketika mengajarkan seseorang berwudhu, beliau memerintahkan:
«فَتَوَضَّأْ كَمَا أَمَرَكَ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ»
“Berwudhulah sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkanmu” HR. Abu Dawud no 861
Dan ini merupakan isyarat kepada firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6 yang di dalamnya menyebutkan tentang perintah untuk berwudhu, akan tetapi tidak disebutkan di dalamnya perintah untuk membaca basmalah. (Lihat Al-Majmu’ 1/346-347)
Ketiga: Imam Nawawi menyebutkan bahwa seandainya hadits tersebut shohih maka maksudnya adalah penafian kesempurnaan, sehingga maksud sabda Nabi adalah “Tidak sempurna wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah (membaca bismillah)”.
Keempat: Juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Rifa’ah bin Rofi’:
«إِنَّهَا لَا تَتِمُّ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ الْوُضُوءَ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَيَغْسِلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ…. »
“Sesungguhnya tidak sempurna shalat seseorang di antara kalian sampai ia menyempurnakan wudhu sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla perintahkan, maka hendaknya ia membasuh wajahnya dan tangannya hingga lengannya….” (HR. Abu Dawud No. 858)
Berkata Imam al-Baihaqy: Berdasarkan hadits ini ulama-ulama madzhab Syafi’iyyah berhujjah dalam hukum tidak wajibnya membaca basmalah. (Lihat: Sunan al-Kubro No. 197)
Kelima: Karena di dalam ayat wudhu tidak terdapat perintah membaca basmalah.
Keenam: Dan juga para perowi yang menyebutkan hadits tentang sifat wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ada yang menyebutkan ucapan basmalah. Jika basmalah wajib, tentunya disebutkan.