Berniat Wudhu
Niat termasuk syarat wudhu([1]) sehingga yang berwudhu tanpa meniatkan wudhu tersebut untuk shalat untuk maka wudhunya tidak sah.
Dalilnya adalah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” ([2])
Berkata Imam Nawawi berdalil dengan ayat ini akan wajibnya niat ketika berwudhu:
لِأَنَّ مَعْنَاهُ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ لِلصَّلَاةِ وَهَذَا مَعْنَى النِّيَّةِ
“Karena maknanya: maka basuhlah wajah-wajah kalian untuk shalat dan ini adalah makna niat.” ([3])
Dan juga menjadi dalil akan wajibnya niat adalah sabda Nabi yang diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khotthob:
«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى»
“Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat, dan setiap orang tergantung dengan niatnya.” ([4])
Berkata Imam An-Nawawi menjelaskan tentang hadits ini:
قَالَ جَمَاهِيرُ الْعُلَمَاءِ مِنْ أَهْلِ الْعَرَبِيَّةِ وَالْأُصُولِ وَغَيْرُهُمْ لَفْظَةُ إِنَّمَا مَوْضُوعَةٌ لِلْحَصْرِ تُثْبِتُ الْمَذْكُورَ وَتَنْفِي مَا سِوَاهُ فَتَقْدِيرُ هَذَا الْحَدِيثِ إِنَّ الأعمال تحسب بنية ولا تحسب إِذَا كَانَتْ بِلَا نِيَّةٍ وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أن الطهارة وَهِيَ الوضوء والغسل والتيمم لا تصح إلا بالنية وكذلك الصلاة والزكاة وَالصَّوْمُ وَالْحَجُّ وَالِاعْتِكَافُ وَسَائِرُ الْعِبَادَاتِ
“Berkata mayoritas ulama ahli bahasa, ushul, dan lainnya: lafaz “Innama“ diletakkan untuk pembatasan, menetapkan apa yang disebutkan dan menafikan selainnya, maka makna hadits ini adalah: Sesungguhnya amalan-amalan dihitung (dianggap) dengan niatnya, dan tidak dihitung tanpa niat, di dalamnya terdapat dalil bahwa bersuci yaitu wudhu, mandi, dan tayammum tidak sah dengan kecuali dengan niat, begitu juga shalat, zakat, puasa, haji, i’tikaf, dan seluruh ibadah.” ([5])
Dapatkan Informasi Seputar Shalat di Daftar Isi Panduan Tata Cara Sholat Lengkap Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum niat ketika berwudhu:
Pendapat pertama: Niat adalah syarat wudhu, ini adalah pendapat mayoritas ulama dari madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah. (Lihat Al-Kafi karya Ibnu Abdil Bar 1/164, Raudhotu At-Tholibin 1/47, Kasysyaf Al-Qina’ 1/85)
Pendapat kedua: Niat ketika berwudhu hukumnya sunnah, adapun niat untuk tayammum hukumnya wajib, ini adalah pendapat madzhab Hanafiyyah. Berkata Az-Zaila’i ketika membantah pendapat ulama yang mengatakan bahwa niat adalah syarat wudhu:
وَلَنَا أَنَّهُ – عَلَيْهِ السَّلَامُ – لَمْ يُعَلِّمْ الْأَعْرَابِيَّ النِّيَّةَ حِينَ عَلَّمَهُ الْوُضُوءَ مَعَ جَهْلِهِ، وَلَوْ كَانَ فَرْضًا لَعَلَّمَهُ، وَلِأَنَّهُ شَرْطُ الصَّلَاةِ فَلَا يَفْتَقِرُ إلَى النِّيَّةِ كَسَائِرِ شُرُوطِهَا بِخِلَافِ التَّيَمُّمِ؛
“Dalil kami adalah Rasulullah ‘alahis salaam tidak mengajarkan kepada orang Arab badui untuk berniat ketika mengajarkannya wudhu padahal dia tidak tahu (tentang wudhu), kalau saja niat adalah fardhu maka Nabi pasti mengajarkannya, dan karena wudhu adalah syarat (sahnya) shalat maka tidak membutuhkan niat seperti syarat-syarat shalat lainnya, berbeda dengan tayammum.” (Lihat: Tabyiinul haqooiq 1/5)
Pendapat ketiga: Boleh wudhu, mandi junub, dan tayammum tanpa niat. Ini adalah pendapat Al-Auza’i. (Lihat: Al-Awsath Fis Dunani Wal Ijma’ Wal Ikhtilaf 1/369)
([4]) HR. Bukhori No. 1 dan Muslim No. 45 dengan lafaz Bukhori.