SEDEKAP
Disusun oleh ustadz DR. Firanda Andirja, Lc, MA.
Penjelasan
Ada 2 permasalahan:
- Permasalahan posisi antara kedua tangan.
- Di mana meletakkan kedua tangan tersebut.
Gerakan
Posisi antara kedua tangan
Ada 3 model dalam hal ini :
Pertama : Meletakkan telapak tangan kanan diatas pergelangan tangan kiri, berdasarkan hadits Sahl bin Sa’d, ia berkata :
«كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ اليَدَ اليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اليُسْرَى فِي الصَّلاَةِ»
“Dahulu orang-orang diperintahkan untuk meletakkan telapak tangan kanan di atas lengan kirinya ketika shalat” ([1])
Kedua : Tangan kanan menggenggam tangan kiri (yaitu menggenggap pergelangan tangan kiri), berdasarkan hadits Waa’il bin Hujr, ia berkata :
«رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ»
“Aku Melihat Nabi Shallallahu ’alaihi Wa sallam ketika berdiri dalam shalat, Beliau menggegamkan tangan kanannya ke tangan kirinya” ([2])
Caranya yaitu tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri.
Ketiga : Meletakkan sebagian telapak tangan kanan di punggung telapak tangan kiri, sebagiannya lagi (bagian yang lebih depan) di pergelangan tangan kiri, dan jari-jari tangan kanan di atas lengan tangan kiri.
Waa’il bin Hujr berkata :
ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى، وَالرُّسْغِ وَالسَّاعِدِ
“Lalu Nabi -shallallahu álaihi wa sallam- meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak tangan, pergelangan, serta lengan tangan kirinya” ([3])
Adapun posisi tangan kanan diletakkan di siku tangan kiri maka tidak ada riwayatnya dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga meletakan telapak tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri, juga tidak ada dalilnya. Wallahu A’lam.
Posisi bersedekap
Tidak ada satu pun hadits sahih yang menerangkan letak kedua tangan ketika bersedekap. Hadits yang datang tentang meletakkan kedua tangan di dada([4]) dan di bawah pusar([5]) ketika bersedekap, semuanya lemah.
Ibnul Mundzir berkata :
وَقَالَ قَائِلٌ: لَيْسَ فِي الْمَكَانِ الَّذِي يَضَعُ عَلَيْهِ الْيَدَ خَبَرٌ يَثْبُتُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنْ شَاءَ وَضَعَهُمَا تَحْتَ السُّرَّةِ، وَإِنْ شَاءَ فَوْقَهَا
“Ada yang mengatakan : “Tidak ada riwayat yang sahih dari Nabi -shallallahu álaihi wa sallam- tentang di mana seorang meletakkan tangannya (ketika berdiri dalam shalat). Maka boleh baginya untuk memposisikannya di bawah atau di atas pusar.” ([6])
Karenanya para ulama memandang bahwa hukum bersedekap pada kedua posisi ini (di atas atau di bawah pusar) adalah boleh dan sah. At-Tirmidzi berkata :
وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَالتَّابِعِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ، يَرَوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ يَمِينَهُ عَلَى شِمَالِهِ فِي الصَّلاَةِ، وَرَأَى بَعْضُهُمْ أَنْ يَضَعَهُمَا فَوْقَ السُّرَّةِ، وَرَأَى بَعْضُهُمْ: أَنْ يَضَعَهُمَا تَحْتَ السُّرَّةِ، وَكُلُّ ذَلِكَ وَاسِعٌ عِنْدَهُمْ
“Dan inilah yang diamalkan oleh para ulama dari kalangan para Sahabat Nabi -shallallahu álaihi wa sallam-, para tabiín, serta para ulama setelah mereka. Mereka memandang bahwa seseorang meletakan tangan kanannya di atas tangan kirinya ketika shalat. Kemudian sebagian mereka memandang bahwa seseorang meletakan kedua tangannya di atas pusar, dan sebagian yang lain memandang bahwa ia meletakan kedua tangannya di bawah pusar. Dan semua itu diperbolehkan menurut mereka.” ([7])
Hanya saja mereka berselisih perihal menentukan yang lebih afdal ([8]). Maka dengan demikian seseorang bebas meletakkan kedua tangannya pada posisi apa pun (di atas atau di bawah pusar) yang mudah baginya dan dapat membantunya untuk lebih khusyuk.
(persisi di dada tidak ada sunnahnya dan dianggap makruh oleh Imam Ahmad) & melepaskan kedua tangan juga menyelisihi sunnah.
FOOTNOTE:
([1]) HR. Bukhari 1/148 no. 740
([2]) HR. An-Nasa-i 2/125 no. 887
([3]) HR. Ahmad no 18870, Abu Daud no 727, An-Nasaa’i no 889, dan disahihkan oleh Al-Albani.
([4]) Telah datang hadits dari Waa’il bin Hujr -radhiyallahu ‘anhu- yang menjelaskan posisi kedua tangan diletakan di dada, namun haditsnya lemah karena ia merupakan hadits syaadzdz. Berikut pohon sanad hadits tersebut :
Maka bisa disimpulkan bahwa :
Pertama : Puluhan jalur riwayat hadits Waa’il bin Hujr semuanya hanya menjelaskan bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersedekap (meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya), tanpa menjelaskan di mana posisi sedekap tersebut. Kecuali hanya dua jalur yang menyebutkan bahwa Nabi bersedekap di atas dada Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua : Dua jalur riwayat tersebut semuanya lemah :
- Jalur riwayat Mua’ammal bin Isma’il → Sufyan At-Tsauri → ‘Aashim bin Kulaib → ayahnya yaitu Kulaib bin Syihab → Waa’il bin Hujr. (HR Al-Baihaqi no 2336). Akan tetapi sangat jelas bahwa riwayat ini adalah syaadzdzah karena :
- Status Mu’ammal bin Isma’il sendiri adalah صَدُوْقٌ سَيِّءُ الْحِفْظِ “Seorang shaduuq yang buruk hafalannya” (Lihat Taqriib at-Tahdziib no 7029). Dan tentu derajat perawi yang shaduuq di bawah derajat perawi yang tsiqah, terlebih lagi jika si shaduuq tersebut disifati dengan hafalan yang buruk.
- Muámmal bin Ismaíl dalam meriwayatkan dari Ats-Tsaury telah menyelisihi 9 perawi yang tsiqah, yang semuanya meriwayatkan dari Ats-Tsaury tanpa menyebutkan tambahan “Nabi meletakan kedua tangannya di atas dadanya”.
- Jalur Muhammad bin Hujr Al-Hadromi bin Abdil Jabbar bin Waa’il → pamannya yaitu Saíd bin Abdul Jabbar → Abdul Jabbar bin Waa’il → Ibunya → Waa’il bin Hujr (HR Al-Baihaqi no 2335). Akan tetapi riwayat ini juga lemah dan syaadzdzah karena :
- Status Muhammad bin Hujr dikatakan oleh Adz-Dzahabi لَهُ مَنَاكِيْرُ “Ia memiliki riwayat-riwayat yang munkar.” (Mizaan al-Iktidal 3/511), demikian juga status pamannya Saíd bin Abdu-l Jabbar adalah seorang perawi yang dha’iif. (Lihat Taqriib At-Tahdziib no 2357)
- Muhammad bin Hujr menyelisihi perawi yang tsiqah yaitu Zuhair bin Muáwiyah yang meriwayatkan dari Abu Ishaq melalui jalur Abdul Jabbar bin Waa’il langsung dari ayahnya Waa’il bin Hujr (Abdul Jabbar bin Waa’il → Waa’il bin Hujr). Dan riwayat Abdul Jabbar bin Waa’il langsung dari ayahnya Waa’il bin Hujr adalah riwayat yang lemah karena Abdul Jabbar tidak bertemu dengan ayahnya, ayahnya meninggal tatkala ia masih dalam kandungan.
Adapun Muhammad bin Hujr meriwayatkan melalui ibunya Abdul Jabbar (Abdul Jabbar bin Waa’il → Ibunya → Waa’il bin Hujr).
- Muhammad bin Hujr meriwayatkan tambahan lafaz “Nabi bersedekap di atas dadanya”
Demikian juga telah datang riwayat dari Thaawus -rahimahullah-, beliau berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى، ثُمَّ يَشُدُّ بَيْنَهُمَا عَلَى صَدْرِهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ»
“Rasulullah –shallallahu ’alaihi wa sallam– meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya kemudian mengencangkan keduanya di atas dadanya ketika Beliau shalat” (HR. Abu Daud 1/201 no. 759)
Akan tetapi sangat jelas bahwa riwayat ini adalah mursal sehingga ia dihukumi sebagai riwayat yang daif, karena Thaawus adalah seorang tabiin dan tidak bertemu dengan Nabi -shallallahu álaihi wa sallam-.
Demikian juga datang riwayat dari Hulb -radhiyallahu ánhu- (HR. Ahmad no 21967) akan tetapi sanadnya juga lemah karena pada jalur periawayatannya terdapat Qubaishoh bin Hulb yang majhuul. (Lihat Ashl Sifat Shalat An-Nabi, Albani 1/216) dan juga dari Ali bin Abi Thalib -radhiallahu ánhu- (HR. Al-Baihaqi no 2371) akan tetapi sanadnya juga lemah (Lihat Ashl Sifat Shalat An-Nabi, Albani 1/217)
Dengan demikian semua hadits yang menjelaskan bahwa Nabi -shallallahu álaihi wa sallam- meletakkan kedua tangannya di dada adalah lemah.
([5]) HR. Ahmad no 875 dan dinilai lemah oleh para pentahqiq Musnad Al-Imam Ahmad dan Al-Albani di Irwaa al-Gholiil 2/69 no 353
([6]) Al-Awshoth fi as-Sunan wa al-Ijmaa’ wa al-Ikhtilaaf 3/94 no 1291
([7]) Sunan At-Tirmidzi 1/336 no 252
([8]) Para ulama berbeda pendapat tentang letak sedekap:
Pendapat pertama: Bersedekap dengan meletakkan tangan di bawah pusar berdalil dengan hadits Ali Ibn Abi Thaalib -radhiyallahu ‘anhu-:
«مِنَ السُّنَّةِ وَضْعُ الْكَفِّ عَلَى الْكَفِّ فِي الصَّلَاةِ تَحْتَ السُّرَّةِ»
Termasuk di antara sunah, adalah meletakkan telapak tangan (kanan) di atas telapak tangan (kiri) ketika shalat di bawah pusar” (HR. Abu Daud 1/201 no. 756, namun hadits ini lemah)
Dalam riwayat lain:
إِنَّ مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَّلاةِ وَضْعُ الْأَكُفِّ، عَلَى الْأَكُفِّ تَحْتَ السُّرَّةِ
Termasuk di antara sunah, adalah meletakkan telapak tangan (kanan) di atas telapak tangan (kiri) ketika shalat di bawah pusar” (HR. Ahmad no.875 dalam musnadnya, namun hadits ini lemah)
Dalam Mazhab Hambali terdapat tiga riwayat berkenaan dengan masalah bersedekap, dan ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad, Ibn Qudamah mengatakan: “Telah terjadi perbedaan riwayat dalam masalah bersedekap, dan telah diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwasanya seorang yang shalat meletakkan kedua tangannya dibawah pusar.” (Lihat: Al-Mughni 1/341)
Pendapat kedua: Bersedekap dengan meletakkan kedua tangan di atas dada berdalil dengan hadits Thaawus -radhiyallahu ‘anhu-:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى، ثُمَّ يَشُدُّ بَيْنَهُمَا عَلَى صَدْرِهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ»
“Rasulullah –shallallahu ’alaihi wa sallam– meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya kemudian mengencangkan keduanya di atas dadanya ketika beliau shalat” HR. Abu Daud 1/201 no. 759 dan disahihkan oleh Al-Albani.
dan ini adalah riwayat kedua dari Imam Ahmad, dan juga pendapat ulama Mazhab Syafii. Akan tetapi mereka menafsirkan “di atas dadanya” yaitu dengan meletakannya diatas pusar dan di bawah dada, berkata An-Nawawi: “Sesungguhnya dalam mazhab kami (Syafii) yang disunahkan adalah meletakkan keduanya dibawah dada, di atas pusar.” (Lihat: Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab 3/313)
Pendapat ketiga: Boleh memilih antara bersedekap dibawah pusar atau di atas dada, dan ini adalah riwayat ketiga dari Imam Ahmad, hal tersebut dikarenakan kedua posisi tersebut telah diriwayatkan dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Dan pendapat terkuat -sebagaimana telah lalu penjelasannya- adalah bahwa seluruh hadits tentang hal ini adalah lemah, maka seseorang bebas meletakan kedua tangannya di mana saja, baik di dada, di bawah pusar, atau di antara dada dan pusar. Wallahu a’lam.
Adapun meletakan kedua tangan persis di dada, maka tidak seorangpun dari imam mazhab dari 4 mazhab dan juga para ulama yang sezaman dengan mereka yang berpendapat demikian. Bahkan Imam Ahmad memandang posisi tersebut makruh. (Lihat Al-I’laam bi Takhyiiri-l Mushalli bi Makaani Wadh’i-l Yadain ba’da Takbiirati-l Ihraam, hal 23 dan Ashl Shifat Shalaat An-Nabi, Al-Albani 1/224). Akan tetapi menyatakan makruh juga butuh dalil, dan tidak ada dalil yang menunjukan hal tersebut adalah makruh. Hanya saja memang penulis belum menemukan seorang pun dari kalangan salaf yang menganjurkan untuk bersedekap persis di dada, wallahu a’lam.