105. أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمْ وَلِقَآئِهِۦ فَحَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ وَزْنًا
ulā`ikallażīna kafarụ bi`āyāti rabbihim wa liqā`ihī fa ḥabiṭat a’māluhum fa lā nuqīmu lahum yaumal-qiyāmati waznā
105. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.
Tafsir :
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala masih menyebutkan sifat orang-orang kafir yang paling merugi tersebut. Di antaranya adalah mereka kafir dan tidak beriman terhadap ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala, mereka tidak beriman kepada pertemuan dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun maksud dengan mereka tidak beriman kepada pertemuan dengan Allah subhanahu wa ta’ala; maka ada yang mengatakan bahwasanya mereka kafir dengan hari kebangkitan, hal ini dikarenakan orang yang dibangkitkan akan bertemu dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah mereka mengingkari melihat Allah subhanahu wa ta’ala, hal ini dikarenakan orang yang berjumpa dengan Allah subhanahu wa ta’ala melazimkan untuk melihat-Nya.
Kemudian firman-Nya,
فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ
“maka hapuslah amalan-amalan mereka.”
Ini menunjukkan bahwasanya mereka beramal, akan tetapi amalan-amalan mereka semuanya gugur dan mereka tidak mendapatkan manfaat sama sekali dari amal mereka. Ini dikarenakan mereka melakukan kesyirikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang melakukan kesyirikan sebanyak apapun, amal mereka maka percuma dan tidak akan ada manfaatnya, sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqon: 23)
Kemudian firman-Nya,
فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
“dan Kami tidak tegakkan timbangan bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.”
Terdapat khilaf ulama tentang maksud dari ayat ini:
Pertama: Pendapat yang mengatakan bahwa maksudnya adalah amalan mereka tidak ditimbang([1]). Karena amal mereka hancur, maka tidak ada yang perlu ditimbang.
Kedua: Maksudnya adalah amalan mereka tidak ada nilainya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, namun amalan mereka tetap ditimbang. Ini adalah pendapat Syaikh Utsaimin rahimahullah ta’ala([2]). Amalan mereka ditimbang untuk menentukan derajat mereka di neraka, untuk menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala Maha adil. Jadi meskipun mereka kafir, tetapi amal mereka tetap ditimbang, untuk menentukan tingkatan mereka di neraka. Penulis lebih condong kepada pendapat ini, karena ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ
“Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qari’ah: 8-9)
Jadi dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala bercerita tentang orang kafir dan ternyata orang kafir amalannya ditimbang juga. Begitu juga dalam ayat lain,
وَأَمَّا وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ
“Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam.” (QS. Al-Mu;minun: 103)
Ini menunjukkan bahwa orang kafir amalannya juga ditimbang akan tetapi ditimbangnya amalan mereka untuk menunjukkan keburukan mereka dan juga untuk mengetahui tingkatan mereka di neraka jahanam. Semakin mereka jahat maka semakin dalam tingkatan neraka mereka, maka tidak sama tingkatan nerakanya orang kafir yang baik dengan nerakanya orang kafir yang jahat.
_______________
Footnote :