63. قَالَ أَرَءَيْتَ إِذْ أَوَيْنَآ إِلَى ٱلصَّخْرَةِ فَإِنِّى نَسِيتُ ٱلْحُوتَ وَمَآ أَنسَىٰنِيهُ إِلَّا ٱلشَّيْطَٰنُ أَنْ أَذْكُرَهُۥ ۚ وَٱتَّخَذَ سَبِيلَهُۥ فِى ٱلْبَحْرِ عَجَبًا
qāla a ra`aita iż awainā ilaṣ-ṣakhrati fa innī nasītul-ḥụta wa mā ansānīhu illasy-syaiṭānu an ażkurah, wattakhaża sabīlahụ fil-baḥri ‘ajabā
63. Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali”.
Tafsir :
Yusya’ bin Nun menyatakan bahwa setan-lah yang telah membuatnya lupa. Hal ini karena seharusnya perkara tersebut tidak ia lupakan, karena (1) Ikan tersebut adalah makanan majikannya yaitu nabi Musa. (2) Perkara tersebut (hidupnya ikan yang tadinya sudah mati bahkan sudah jadi ikan asin) merupakan perkara yang menakjubkan yang seharusnya tidak dilupakan. Bahkan ikan yang masuk ke lautan tersebut membuat terowongan yang terus ada dan tidak hilang dikarenakan Allah subhanahu wa ta’ala menahan air tersebut. (3) anehnya lupa tersebut berlanjut hingga akhirnya Musa yang bertanya tentang ikan, baru kemudian Yusya’ bin Nun ingat. Seharusnya perkara-perkara ini tidak membuatnya lupa akan hal ini, maka tidak ada kemungkinan lain kecuali syaithan yang telah membuatnya melupakan hal ini. Ini menunjukan bahwa syaitan selalu siap menggoda manusia kapan saja, bahkan membuat seseorang lupa. ([1])
Ada juga yang mengatakan bahwa yang membuatnya lupa adalah karena kejadian ikan tersebut adalah perkara yang biasa bagi Yusya’ bin Nun. Hal ini dikarenakan Yusya’ bin Nun sudah terbiasa melihat mukjizat-mukjizat nabi Musa yang luar biasa, sehingga dia melihat kejadian ikan tersebut sebagai hal yang biasa, jadi kalau pun dia lupa maka ini adalah hal yang wajar. ([2])
______________
Footnote :