64. قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَٱرْتَدَّا عَلَىٰٓ ءَاثَارِهِمَا قَصَصًا
qāla żālika mā kunnā nabgi fartaddā ‘alā āṡārihimā qaṣaṣā
64. Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
Tafsir :
Nabi Musa ‘alaihissalam dan Yusya’ bin Nun akhirnya berjalan kembali ke tempat hilangnya ikan tersebut, karena itulah lokasi yang dicari-cari oleh Musa, karena Allah telah mengabarkan bahwa jika Nabi Musa telah kehilangan ikan tersebut, maka nabi Musa akan bertemu dengan nabi Khadhir. Ketika mereka kembali ke tempat tersebut, bertemulah nabi Musa ‘alaihissalam dengan hamba yang telah Allah maksud. Faedah dari ayat ini sebagaimana yang dikatakan oleh Qotadah:
لَوْ كَانَ أَحَدٌ يَكْتَفِي مِنَ الْعِلْمِ بِشَيْءٍ لَاكْتَفَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ وَلَكِنَّهُ قَالَ: {هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا}
“jika ada seseorang merasa cukup dengan ilmu syar’i maka seharusnya yang berhak merasa cukup adalah Nabi Musa ‘alaihis salam, akan tetapi ia berkata: {Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?}” ([1])
Bahkan Thahir Ibnu ‘Asyur dalam tafsirnya ia berkata bahwa ilmu yang dipelajari nabi Musa dari nabi Khadir bukanlah ilmu yang berkaitan dengan pengaturan Bani Israil, karena nabi Musa telah memiliki ilmu yang cukup dalam mengatur Bani Israil([2]). Akan tetapi dia ingin mendapatkan tambahan ilmu, sehingga dia melakukan perjalanan jauh. Juga kita perhatikan bahwa nabi Musa meninggalkan dakwahnya demi menuntut ilmu, menambah ilmu agar bisa berdakwah dengan lebih baik tentu lebih penting. Oleh karenanya dalam hidup ini ada yang namanya prioritas, terkadang kita meninggalkan sesuatu yang penting dalam rangka mendapatkan sesuatu yang lebih penting. Ini juga isyarat kepada para da’i agar terkadang istirahat dari dakwahnya untuk menuntut ilmu, sehingga ketika dia kembali berdakwah maka dakwahnya semakin kuat. Ini juga yang dilakukan oleh sebagian dosen-dosen Universitas di Arab Saudi yang diizinkan untuk cuti selama setahun (yang biasa disebut dengan سَنَةُ التَّفَرُّغِ ), dalam waktu itu mereka gunakan untuk membaca kitab-kitab yang berjilid-jilid atau digunakan untuk menulis. Begitu juga seorang da’i, hendaknya dia bisa mengatur waktunya, ada saatnya dia ceramah, menuntut ilmu, dan ada waktunya dia berdiskusi dengan kawan-kawannya dalam masalah ilmu. Jika seseorang seluruh waktunya hanya disibukkan dengan ceramah, maka kapan dia bisa belajar?
_____________
Footnote :