35. وَدَخَلَ جَنَّتَهُۥ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِۦ قَالَ مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدًا
wa dakhala jannatahụ wa huwa ẓālimul linafsih, qāla mā aẓunnu an tabīda hāżihī abadā
35. Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.
Tafsir :
Lelaki kaya tersebut masuk ke dalam kebunnya bersama kawannya tersebut dan dia berbuat zalim kepada dirinya sendiri. Bagaimana bisa seseorang berbuat zalim kepada dirinya sendiri? Para ulama mengatakan maksudnya adalah orang yang berbuat maksiat, berbuat kekufuran, berbuat kesyirikan maka dia telah berbuat zalim kepada dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan :
- Dia telah mengantarkan dirinya sendiri ke neraka dengan kekafirannya tersebut. Sehingga dia menzalimi dirinya ketika di akhirat dengan mengantarkan dirinya ke dalam neraka jahannam karena kekufuran dan kesyirikan yang dia lakukan([1]).
- Demikian juga ia telah menyebabkan kenikmatan yang ia dapatkan akan sirna.
- Atau dikatakan ia telah berbuat dzalim karena telah menempatkan sesuatu tidak pada tempatny Seharusnya dia bersyukur malah ia kufur([2]).
Lelaki tersebut tidak bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Harta yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepadanya dia gunakan untuk mengejek kawannya. Ini sangat perlu kita ingat bahwasanya kelebihan yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada kita bukan untuk kita pamerkan, kita sombongkan, atau untuk merendahkan orang lain, karena kelebihan yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada kita adalah untuk kita syukuri. Nah, ternyata lelaki yang kaya ini tidak mensyukuri harta yang telah Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepadanya, dia menganggap seakan-akan kalau dia telah memiliki harta banyak berarti menunjukkan bahwa dia lebih mulia. Adapun orang yang beriman meyakini bahwa ukuran kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala bukan harta akan tetapi ketakwaan.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا
“ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.”
Kemudian lelaki kaya itu berkata bahwa kebun miliknya tidak akan rusak selama-lamanya. Maksudnya dia merasa bahwa kekayaannya akan terus dia miliki dan harta bendanya akan senantiasa banyak. Al-Alusy menyebutkan maksud dari perkataan lelaki yang kaya itu bahwa lelaki tersebut menyangka bahwa kebun tersebut akan panjang umur, dan dia akan senantiasa menikmati hasil kebunnya selama dia hidup([3]). Bukanlah maksud dari أَبَدًا adalah abadi, karena lelaki yang kaya tersebut tahu bahwa tidak ada sesuatu yang abadi dan suatu saat pasti akan rusak. Akan tetapi yang dimaksud dari ucapannya adalah bahwa kebun tersebut akan bertahan lama dan hartaku akan terus ada dan akan bisa terus aku manfaatkan seumur hidupku. Seakan-akan dia berkata bahwasanya dia akan senantiasa kaya hingga dia mati.
________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Ath-Thobari 18/22
([2]) Lihat Ruuhul Maáni 8/262
([3]) Lihat: At-Tahrir Wat Tanwir 15/320 dan Ruuhul Maáni 8/262