5. وَلَقَدْ زَيَّنَّا ٱلسَّمَآءَ ٱلدُّنْيَا بِمَصَٰبِيحَ وَجَعَلْنَٰهَا رُجُومًا لِّلشَّيَٰطِينِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ ٱلسَّعِيرِ
wa laqad zayyannas-samā`ad-dun-yā bimaṣābīḥa wa ja’alnāhā rujụmal lisy-syayāṭīni wa a’tadnā lahum ‘ażābas-sa’īr
5. Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.
Tafsir :
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat (langit dunia) dengan bintang-bintang.”
Langit dunia adalah langit yang paling bawah([1]). Maka apakah seluruh benda-benda langit itu berada di langit pertama? Sebagian ulama berpendapat bahwa seluruh benda-benda langit yang kita lihat telah bertebaran ke seluruh lapisan langit. Dan karena mereka menganggap bahwa langit itu bening, maka benda-benda langit bisa terlihat meskipun dia berada di langit tertentu ([2]). Hanya saja kita tidak tahu benda-benda langit tersebut berada di langit keberapa.
Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa segala benda-benda langit yang kita lihat selama ini hanya berada di langit pertama (langit dunia) ([3]). Karena dalam ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا (sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat), dan Allah Subhanahu wa ta’ala tidak mengatakan وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاوَات (dan sungguh Kami telah menghiasi seluruh langit-langit). Ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala hanya menghiasi satu langit yang paling dasar dengan bintang-bintang. Oleh karenanya bintang-bintang yang kita lihat ini berada di langit pertama (langit dunia). Maka jika benda-benda langit yang kita lihat itu hanya berada di langit pertama, maka bagaimana lagi dengan langit yang berikutnya? Sungguh luar biasa alam semesta ini yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Kemudian firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِّلشَّيَاطِينِ
“Dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaithan.”
Di antara ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala adalah langit, dan Dia menghiasi langit tersebut dengan bintang-bintang sehingga langit menjadi indah. Selain sebagai hiasan, di antara fungsi lain dari bintang-bintang adalah sebagai pelempar syaithan. Dan Qatadah As-Sadusy rahimahullah berkata,
خَلَقَ اللَّهُ تَعَالَى النُّجُومَ لِثَلَاثٍ: زِينَةً لِلسَّمَاءِ، وَرُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ، وَعَلَامَاتٍ يُهْتَدَى بِهَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَالْأَوْقَاتِ. فَمَنْ تَأَوَّلَ فِيهَا غَيْرَ ذَلِكَ فَقَدْ تَكَلَّفَ مَا لَا عِلْمَ لَهُ بِهِ، وَتَعَدَّى وَظَلَم
“Sesungguhnya Allah hanya menciptakan bintang untuk tiga tujuan, (1) Sebagai hiasan langit dunia; (2) Sebagai pelempar syaithan; (3) sebagai penunjuk arah di daratan, laut, dan waktu. Maka barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain daripada itu, maka ia telah menyusahkan dirinya dengan berbicara yang ia tidak memiliki ilmu sama sekali, dan dia telah melampaui batas dan berbuat zalim.”([4])
Fungsi bintang dalam ayat ini sebagai pelempar syaithan bukanlah maksudnya bintang itu sendiri yang digunakan untuk melempar syaithan, akan tetapi maksudnya adalah cahaya yang terlepas dari bintang tersebut. Oleh karenanya ditafsirkan dalam ayat yang lain, dimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِلَّا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ
“Kecuali (syaithan) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang menyala.” (QS. Ash-Shaffat : 10)
Bintang sebagai pelempar maksudnya adalah percikan api kecil dari bintang, atau bahkan bisa jadi apilah yang mengenai syaithan tersebut. Tentunya hal ini tidak bisa dilihat oleh mata kita karena kecilnya api tersebut ([5]), terlebih lagi letaknya di langit yang sangat jauh dari kita.
وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا
“Dan sesungguhnya kami (jin) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (QS. Al-Jinn : 9)
Dukun zaman sekarang hampir-hampir tidak bisa benar dalam memberikan ramalan. Berbeda halnya dengan dukun zaman dahulu sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus sangat banyak benarnya dalam memberikan ramalan. Oleh karenanya kita dapati kisah benarnya para dukun Fir’aun yang meramal bahwa akan lahir dari keturunan Bani Israil yang akan menghancurkan singgasananya. Demikian pula tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak diutus, para dukun waktu itu meramal bahwa akan diutus seorang Nabi, dan hal itu benar. Akan tetapi ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus, maka para Jin susah untuk mendapatkan berita di langit sebagaimana perkataan mereka. Bahkan Ibnu Hajar mengatakan bahwa hampir-hampir tidak ada lagi yang bisa mencuri berita.
Kemudian firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ، وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya akan mendapat azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
Yaitu para Jin yang mencuri berita-berita di langit, disiapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala azab yang membakar, karena kata السَّعِيرِ maknanya adalah membakar ([6]). Demikian pula orang-orang kafir, bagi mereka adalah azab neraka Jahannam, sedangkan neraka ada tempat kembali yang buruk.
____________________
Footnote :
([1]) Tafsir Al-Baghawiy 8/177 dan Tafsir Al-Ma’tsur 22/69.
([2]) Lihat: Fathul Qadir 5/310
([3]) Lihat: Al-Muharror Al-Wajiz fii Tafsir Al-Kitab Al-‘Aziz 5/339
([4]) Tafsir Al-Qurthubi 18/211
([5]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 18/210-211, ia berkata:
(وَجَعَلْناها رُجُوماً) أي جعلنا شهبها، فحذف المضاف….وَعَلَى هَذَا فَالْمَصَابِيحُ لَا تَزُولُ وَلَا يُرْجَمُ بِهَا
“(Dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaithan) yaitu kami menjadikan percikan-percikan api dari bintang-bintang, lalu dihapuskan mudhofnya….dengan ini maka bintang-bintang tidaklah hilang dan juga tidak dilempar.
Juga beliau membawakan penafsiran lain yang menyebutkan bahwa dhomir ها pada firman-Nya (وَجَعَلْناها رُجُوماً) itu tetap kembali kepada bintang-bintang itu sendiri, dan yang dijadikan sebagai pelempar syaithan adalah bagian kecil dari bintang-bintang tersebut tanpa mengurangi cahayanya dan bentuknya.