Disiplin dan Cerdas Memahami Keadaan
Sebenarnya sudah lama kru Radio Rodja memintaku agar Syaikh dapat mengisi di Radio Rodja. Namun, seperti biasa aku ragu melihat kesibukan Syaikh yang begitu banyak dan teknis pengisian melalui skype yang terkadang mengalami kendala. Namun, akhirnya aku memberanikan diri untuk mengatakannya, “Bagaimana Syaikh, ini ada permintaan dari teman-teman di Radio Rojda agar Anda mengisi kajian rutin, meskipun seminggu sekali.” Nyatanya, Syaikh memberikan jawaban di luar dugaan. Beliau berkata, “Aku siap untuk mengisi kajian setiap hari.” Jawaban ini tentu membuatku bingung karena sebagai penerjemah, aku belum menyiapkan semuanya terkait hal-hal yang dibutuhkan. aku berkata, “Bagaimana Syaikh apabila dua kali dalam sepekan, mengingat kondisiku yang tidak siap?”Alhamdulillah, syaikh setuju.
Setelah kesepakatan tersebut, mulailah kajian bersama Syaikh. Ditemani sebuah komputer desktop dengan program skype akhirnya rencana ini berjalan. Tersedia dua buah kursi di hadapan komputer dan mic eksternal. Syaikh mempersilakanku untuk duduk di kursi yang bagus dan empuk, sedang beliau memilih kursi yang jelek dan datar tanpa spon. Tentu saja aku menolak, tetapi beliau bersikeras agar aku duduk di kursi yang bagus. Hal yang tidak pernah terlewat saat bersama Syaikh, kami biasa ditemani sebuah ceret kecil yang berisi teh, jahe, atau minuman beraroma kayu manis dalam setiap kajian. Seperti biasa di awal kajian, saat aku mempersiapkan komputer, Syaikh yang menuangkan minuman ke sebuah cangkir lalu menyodorkannya kepadaku. Demikian juga di tengah-tengah kajian, jika cangkir penulis sudah kosong, beliau kembali menuangkan teh ke dalam cangkirku. Beliau benar-benar memperhatikan saat aku menerjemahkan ceramahnya. Jika didapat ada yang terlewatkan atau aku salah dalam mengulangi ayat atau hadits yang beliau sampaikan, beliaupun langsung menegurku. Pernah suatu waktu beliau membaca sebuah ayat dalam surah Al-An’aam yang sangat panjang, namun saat itu aku lupa padahal Syaikh baru saja selesai menjelaskan kandungan makna ayat tersebut dan aku harus menerjemahkannya. Keringat inipun langsung bercucuran karena gugup, bagaimana bisa menjelaskan isi ayat tersebut, sementara aku tidak menghafalnya. Oleh karena itu, saat aku mulai menerjemahkan pembukaan isi ayat tersebut, Al-Hamdulillah, Syaikh segera menuliskannya di atas sebuah kertas tanpa diminta karena beliau paham bahwa aku tidak hafal ayat tersebut sehingga mempermudah proses penerjemahan.
Di lain kesempatan, terus terang hati merasa sesak saat program skype bermasalah sehingga ketika Syaikh sedang menyampaikan kajiannya tiba-tiba terputus. Bahkan terkadang berulang-ulang kali terputus sehingga Syaikh harus mengulang-ngulang kembali kajiannya. Hal itupun mengharuskan penulis untuk mengulang terjemahan yang terkadang membuat pekerjaan ini melelahkan. Akan tetapi, tidak demikian dengan Syaikh, beliau tetap tenang dan tidak menampakkan kekesalannya meskipun harus mengulang-ngulang menyampaikan kajian. Sikap beliau inilah yang menjadi pemacuku untuk lebih tenang.
Seperti biasa kajian dimulai langsung setelah shalat ashar. Jadi aku pun harus shalat ashar di masjid Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad. Setelah shalat ashar kami langsung berjalan menuju rumah beliau –yang jaraknya mungkin sekitar 100 meter dari masjid- untuk segera mengisi kajian. Sering kali banyak orang yang ikut shalat di masjid untuk bertemu dengan beliau selepas shalat ashar, namun beliau hanya menjawab salam mereka dan meminta udzur sambil berkata, “Maaf para ikhwah sekalian sekarang aku harus mengajar”, lalu beliau beranjak menuju rumah beliau. Demikianlah pribadi Syaikh Abdurrazzaq, jika telah melazimi sebuah pengajian maka beliau akan disiplin. Jika beliau telah menetapkan pengajian mulai selepas shalat ashar maka tetap harus berjalan. Meskipun terkadang ada orang penting yang ingin bertemu, atau bahkan kerabat beliau, maka beliau tunda pertemuan dengan mereka setelah mengisi pengajian di Radio Rodja. Demikianlah Syaikh Abdurrazzaq, beliau memang dikenal di kalangan para mahasiswa sebagai orang yang sangat disiplin dan tepat waktu, terutama para mahasiswa yang pernah dibimbing oleh beliau dalam menulis tesis, hal ini tidaklah asing bagi mereka.
Sering kali aku diingatkan kakak-kakak kelas, para ustadz senior yang berada di program strata tiga dari Indonesia ataupun dari negara-negara yang lain bahwa Syaikh dikenal sangat tegas dalam membimbing murid-muridnya untuk penulisan tesis. Bahkan sempat ada yang mengingatkan, “Hati-hati Firanda, jangan sampai terlambat saat isyraaf (waktu bimbingan, yaitu seminggu sekali), meskipun hanya 1 menit. Karena kebiasaan Syaikh apabila ada murindnya yang terlambat meskipun 5 menit maka akan ditegur dengan keras. Aku cukup tersentak mendengar hal ini, namun batin ini berkata, “Ndak papa lah, biar semangat dalam menulis tesis agar dapat menyerahkannya tepat waktu.” Selain itu, aku berpikir tentu sikap tegas dan disiplin Syaikh ini bukan untuk kemaslahatan beliau, tetapi demi kemaslahatan para mahasiswa itu sendiri.
Masih hangat di ingatanku saat Syaikh mengajar di semester pertama untuk mata kuliah hadits tingkat strata 1, beliau selalu tepat waktu untuk masuk maupun keluar kelas. Bahkan pernah ada seorang Syaikh lain yang mengajar kami sebelum mata kuliah Syaikh. Di saat jam beliau seharusnya ada jeda 5 sampai 10 menit untuk pergantian jam pelajaran, sebagai waktu untuk mahasiswa istirahat atau rileks sebentar. Akan tetapi, Syaikh tersebut tidak juga keluar dari kelas padahal jam beliau sudah selesai. Akhirnya, Syaikh Abdurrazzak mengetuk pintu kelas dengan memberi salam kepada syaikh tersebut, kemudian beliau menasihati Syaikh tersebut dengan perkataannya, “Maaf ya Syaikh, waktu istirahat buat mahasiswa jangan diambil”, maka Syaikh tersebut pun berkata, “Na’am, na’am…” dengan wajah tersipu-sipu dan penuh rasa malu. Lihatlah dalam masalah seperti ini beliau tidak basa basi, dan tetap menegur dosen yang lain yang tidak disiplin dalam jam mengajar. Rupanya teguran beliau ini tidak terlupakan oleh sang dosen karena pada pekan selanjutnya sang dosen sudah bersiap-siap agar tidak kebablasan dalam mengajar, sampai-sampai ia berkata, “Wahai para mahasiswa, jika sudah hampir habis waktu tolong ingatkan aku, agar kita tidak ditegur lagi oleh syaikh Abdurrazzaq”.
Demikianlah syaikh Abdurrazzaq sebagai seorang dosen yang disiplin dalam mengajar dan mengisi pengajian. Beliau selalu berusaha untuk tidak absen dalam jadwal pengajian di Radio Rodja. Pernah saat beliau mengisi pengajian untuk yang ketiga atau keempat kalinya, beliau lupa pernah berjanji untuk menemani ibunya berangkat umrah. Jadwal antara keberangkatan ke Mekah dari Madinah saat itu bertabrakan dengan jadwal pengajian di Radio Rodja. Hal ini membuat beliau sempat bingung dan bimbang, kemudian aku sampaikan kepada beliau, “Ya sudah ya Syaikh, bagaimana jika pekan ini diliburkan, atau kita ganti jadwal di hari yang lain”. Beliau berkata, “Tidak bisa begitu Firanda, aku tidak ingin mengubah jadwal, kasihan apabila ada pendengar yang menunggu tiba-tiba kita mengubah jadwal, semoga saja jadwal keberangkatan ke Mekah bisa diubah waktunya. Aku akan kabari engkau nanti sore atau besok”. Al-Hamdulillah, ternyata jadwal keberangkatan beliau ke Mekah bisa diubah, dan akhirnya pengajian berjalan sebagaimana waktunya.
Pernah juga saat aku bersafar ke luar kota. Tiba-tiba Syaikh Abdurrazzaq menelepon, untuk menanyakan bagaimana pelaksanaan kajian mendatang karena beliau harus berlibur bersama keluarganya ke luar kota, tepatnya ke kota Thaif dalam waktu seminggu. Seperti biasa, dengan mudahnya aku menjawab, “Ya sudah syaikh, kajian minggu ini kita liburkan saja”. Syaikh pun menjawab, “Tidak bisa demikian yaa Firanda, usahakan agar pengajian tidak libur”. Kemudian beliau berkata,”Coba pikirkan bagaimana jalan keluarnya.” Aku pun mengatakan, “Yaa Syaikh, bisa caranya dengan menggunakan sistem converence, antum tetap menyampaikan pengajian di Thaif, sedangkan aku menerjemahkan dari Madinah. Atau ada pilihan kedua, ana ikut pergi ke Thaif, dan kita mengisi pengajian bersama seperti biasa.” Lalu Syaikh berkata, “Yang kedua lebih baik, kalau begitu engkau ajak saja keluarga dan anak-anakmu untuk pergi ke Thaif, nanti aku yang atur masalah penginapannya.” Akhirnya, aku pun berangkat ke Thaif bersama keluarga dengan senang hati karena selama ini aku belum pernah ke Thaif, kota yang subur dan indah. Sesampainya di sana bukan hanya uang penginapan yang diberikan oleh Syaikh, bahkan uang jajan pun diberikan oleh beliau. Beliau juga memberitahu tempat-tempat rekreasi yang ada di Thaif, dan menunjukan jalan untuk bisa sampai ke tempat-tempat tersebut. Beberapa kali beliau menelepon penulis untuk memastikan apakah sudah sampai di tempat-tempat rekreasi tersebut atau belum. Beliau juga menunjukan kepadaku lokasi restoran Indonesia.
Saat pengajian di Thaif, salah satu materi yang diberikan Syaikh yaitu terkait wajibnya menaati tata tertib lalu lintas. Setelah dua hari di Thaif, aku pun kembali ke Madinah, sementara beliau masih tetap melanjutkan liburan di Thaif. Setelah sampai di Madinah, ternyata Syaikh kembali menelponku dan bertanya kapan sampai di Madinah. Aku katakan, waktu pulang dari Thaif ke Madinah membutuhkan waktu perjalanan sekitar 8 jam. Beliaupun kaget karena saat penulis berangkat dari Madinah ke Thaif menempuh waktu 5 jam (dengan kecepatan 160 km/jam). Syaikh pun bertanya, “Kok terlambat?” Aku jawab, “Kan antum baru saja ceramah tentang wajibnya menaati tata tertib lalu lintas, jadi waktu pulang ke Madinah aku menyetir mobil hanya dengan kecepatan 120 km/jam.” Beliau pun tertawa mendengar penjelasanku.
Kedisiplinan beliau ini tentu merupakan pelajaran berharga bagi kita para dai maupun penuntut ilmu. Betapa seringnya para penuntut ilmu ataupun da’i yang terlambat hadir dalam pengajian. Bagi para da’i hal ini secara tidak langsung menunjukkan ketidaksiplinan sekaligus mengajarkan kepada para hadirin untuk melakukan hal yang sama. Yang lebih menyedihkan lagi, betapa seringkali para dai tidak hadir memenuhi jadwal rutin mengisi pengajian, yang akhirnya mengikis minat para hadirin untuk datang. Oleh karena itu, sebagai para dai hendaknya dapat memberikan contoh kedisiplinan kepada para mad’u. Perhatikan juga semangat Syaikh yang bersedia untuk mengisi pengajian di Radio Rodja setiap hari, padahal waktu beliau sangat padat. Namun demikianlah, tidaklah kita menuntut ilmu kecuali untuk bisa berdakwah.
Penulis: Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Tema: SEPENGGAL CATATAN PERJALANAN
DARI MADINAH HINGGA KE RADIORODJA
(Mendulang Pelajaran Akhlaq dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr hafizohulloh)