Keteladanan Akhlak Dalam Bermuamalah
(Hikmah Perjalanan Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr Hafizhahullah Dari Madinah ke Radio Rodja)
Kata Pengantar
Semangat beribadah, tidak terkecuali menuntut ilmu yang ada dalam diri seseorang terkadang memudar, meskipun ia mengetahui bahkan menghapal banyak dalil mengenai keutamaannya. Demikian sifat jiwa yang terkadang dijangkiti rasa malas, dan diserang kebosanan. Oleh karena itu, perlu adanya dorongan positif agar jiwa dapat menggerakkan pribadi tetap dinamis dan cenderung pada kebaikan. Tidak sedikit orang yang akhirnya kembali bersemangat, bahkan memiliki dorongan yang sangat kuat sehingga mencapai derajat yang tinggi disebabkan sejarah yang dibacanya atau cerita yang didengarnya. Terlebih lagi, jika cerita teladan yang didengar atau dibacanya tersebut berasal dari orang yang hidup di zamannya. Namun di sisi lain, terkadang pada saat diceritakan sejarah para sahabat atau sejarah para salafusshaleh, jiwa tersebut berbisik, seraya mengeluh, “Itu kan cerita orang-orang dulu, masanya pun berbeda. Kita sekarang berada di zaman penuh fitnah, zaman di mana kita sangat membutuhkan materi. Ini tentu tidak dapat disamakan dengan zaman salafusshaleh”. Demikian cara jiwa mencari-cari alasan untuk melegitimasi kekurangan yang ada padanya.
Namun, bagaimana jika cerita teladan tersebut merupakan cerita tentang seorang di zamannya, terlebih masih hidup dan pernah ia temui? Selain itu, ia juga dapat menimba ilmu darinya. Hal ini tentu akan lebih membekas dalam jiwa dan mengarahkannya pada perubahan yang positif. Inilah yang mendorong penulis untuk memberanikan diri berbagi percikan pelajaran yang diperoleh dari salah seorang ulama di kota Madinah saat Allah memberi kesempatan untuk bersafar bersama beliau, Prof. Dr. Asy-Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbaad Al-Badr hafizhahumallah.
Bukan maksud penulis agar para pembaca bersikap ghuluw atau mengkultuskan beliau. Karena kita semua tahu betapapun kedudukan dan akhlak beliau, masih banyak para ulama yang lebih berhak untuk dikultuskan, apabila pengkultusan itu diperbolehkan. Beliau tentu tidak dapat dibandingkan dengan para ulama yang merupakan ujung tombak dakwah Ahlus Sunnah di zaman ini seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-‘Utsaimin, dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani rahimahumulla yang lebih utama untuk dijadikan teladan. Kehadiran buku ini juga tidak berarti tidak ada lagi ulama yang masih hidup yang seperti Syaikh Abdurrazzaq karena tentu masih banyak para ulama yang berakhlaq mulia dan berilmu tinggi, bahkan mungkin lebih utama. Akan tetapi, ini hanya masalah kesempatan, Allah telah memberikan penulis kesempatan untuk bersafar dengan beliau. Adapun para ulama yang lain, penulis tentu tidak dapat mengetahuinya secara detail. Selain itu, bukan berarti pula bahwa Syaikh tidak memiliki kekurangan dan kesalahan, karena yang terjaga dari kesalahan hanyalah para nabi. Buku ini hanya bermaksud menyebutkan keutamaan dan contoh-contoh teladan dari beliau, dengan harapan dapat menggugah semangat yang sedang terpendam atau mengendur. Hal yang perlu dicatat bahwa apa yang disebutkan di sini tentu masih terdapat banyak kekurangan. Banyak keutamaan lain yang beliau miliki yang tidak terdapat dalam tulisan karena situasi dan kondisi serta keterbatasan penulis
Akhirnya, penulis memohon kepada Allah agar menjadikan tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca, terutama bagi penulis yang jauh dari akhlak dan ilmu Syaikh Abdurrazzaq. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa penulis, baik yang tampak maupun tersembunyi. Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, bahkan rahmat-Nya mencakup hamba-hamba-Nya yang penuh dosa. Aaamiin Yaa Rabbal ‘aalamiin.
Penulis: Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Tema: SEPENGGAL CATATAN PERJALANAN
DARI MADINAH HINGGA KE RADIORODJA
(Mendulang Pelajaran Akhlaq dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr hafizohulloh)