23. وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
wa qālụ lā tażarunna ālihatakum wa lā tażarunna waddaw wa lā suwā’aw wa lā yagụṡa wa ya’ụqa wa nasrā
23. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”.
Tafsir :
Kemudian Nabi Nuh ‘alaihissalam mengadukan kepada Allah ﷻ tentang perkataan kaumnya kepada yang lain dalam membuat tipu daya terhadap Nabi Nuh ‘alaihissalam.
Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, Nasr, adalah lima berhala yang disembah di zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam. Disebutkan oleh para ulama bahwa kedudukan berhala-berhala ini bertingkat-tingkat, sebagian lebih diagungkan dari sebagian yang lain, sebagaimana kemampuan mereka juga berbeda-beda di mata para penyembahnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa Wad dan Suwa’ disebutkan secara khusus karena keduanya merupakan berhala yang lebih utama dari yang lainnya menurut kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam([1]). Tentang kelima berhala ini, Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata,
هَؤلاء أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ، فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ، أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ، فَفَعَلُوا، فَلَمْ تُعْبَدْ، حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ العِلْمُ عُبِدَتْ
“Itulah nama-nama orang Saleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, syaithan membisikkan kepada kaum mereka untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan menamakannya dengan nama-nama mereka. Maka mereka pun melakukan hal itu, dan saat itu berhala-berhala itu belum disembah. Ketika mereka wafat dan ilmu telah tiada, maka patung-patung itu pun disembah.”([2])
Perhatikanlah bagaimana metode syaithan menyesatkan kaum Nabi Nuh. Para Ahli Tafsir menyebutkan bahwa awalnya syaithan tidak langsung mengarahkan kepada penyembahan patung berhala, tetapi diarahkan untuk mengagungkan orang-orang saleh terlebih dahulu dengan membuat patung-patungnya. Maka setelah berlangsung generasi demi generasi, mulailah dilupakan tujuan awal dibuatnya patung-patung tersebut, ditambah lagi ilmu di tengah-tengah mereka telah dilupakan, akhirnya muncullah bibit-bibit penyembahan terhadap patung-patung tersebut, dan terjadilah kesyirikan pertama kali di muka bumi ini([3]). Lihatlah bagaimana kesabaran syaithan dalam menjerumuskan anak cucu Adam ‘alaihissalam. Oleh karenanya hendaknya kita juga bersabar dalam berdakwah. Hendaknya kita berdakwah dengan perlahan dan dengan cara yang baik. Bukan kemudian seseorang datang berdakwah lalu kemudian mengatakan ini dan itu, sehingga membuat orang lari dari dakwah tersebut. Ketahuilah bahwa dakwah yang benar bukan hanya tentang apa yang disampaikan, akan tetapi juga tentang bagaimana cara menyampaikannya.
Dari ayat ini juga kita pahami bahwa patung-patung tersebut jelas disembah. Karena ketika Nabi Nuh ‘alaihissalam mulai mengingatkan kaumnya agar tidak menyembah berhala-berhala tersebut, para pembesar-pembesar kaumnya berusaha menghalangi dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam([4]). Mereka ikut berdakwah sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah, hanya saja mereka mendakwahkan kebatilan. Adapun Nabi Nuh ‘alaihissalam mendakwahkan kebenaran. Ternyata sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam bersabar di atas dakwahnya, mereka juga bersabar terus berdakwah mengajak kepada penyembahan berhala. Allah ﷻ berfirman,
وَانطَلَقَ الْمَلَأُ مِنْهُمْ أَنِ امْشُوا وَاصْبِرُوا عَلَىٰ آلِهَتِكُمْ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ يُرَادُ
“Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata), ‘Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki’.” (QS. Shad : 6)
Intinya kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam saling menasihati dalam kemaksiatan dan mewasiatkan agar bersabar di atas kemaksiatan tersebut. Dan hal ini juga dilakukan oleh kaum musyrikin Arab ketika menghadapi dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Satu sama lain saling menyuruh bersabar agar tidak mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam([5]). Allah ﷻ berfirman,
إِن كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنْ آلِهَتِنَا لَوْلَا أَن صَبَرْنَا عَلَيْهَا وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ الْعَذَابَ مَنْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“(mereka berkata) ‘Sungguh, hampir saja dia menyesatkan kita dari sesembahan kita, seandainya kita tidak tetap bersabar (menyembah)nya’. Dan kelak mereka akan mengetahui pada saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya.” (QS. Al-Furqan : 42)
Maka karena kaumnya yang demikian membangkang dari dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam, maka Nabi Nuh ‘alaihissalam pun mengadukan hal tersebut kepada Allah ﷻ.
_____________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Al-Mawardiy 6/105.
([3]) Lihat: Tafsir Al-Mawardiy 6/104.
([4]) Lihat: Al-Kassyaf Li Az-Zamakhsyari 4/619 dan At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 29/206.