27. إِنَّكَ إِن تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا۟ عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوٓا۟ إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا
innaka in tażar-hum yuḍillụ ‘ibādaka wa lā yalidū illā fājirang kaffārā
27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.
Tafsir :
Selain karena Nabi Nuh ‘alaihissalam telah diberi kabar bahwa tidak akan ada lagi yang akan beriman, sehingga beliau berdoa untuk membinasakan seluruh orang-orang kafir, Nabi Nuh ‘alaihissalam juga mengemukakan alasan yang lain. Yaitu jika Allah ﷻ masih membiarkan mereka (orang-orang kafir) hidup, maka keberadaan mereka tidak lain hanya menambah kesesatan di muka bumi. ([1])
Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Nuh ‘alaihissalam selama ratusan tahun telah menjumpai kaumnya yang usianya tidak sepanjang Nabi Nuh ‘alaihissalam. Namun dia melihat keadaan dimana seorang bapak yang memiliki anak, namun anaknya juga ikut kafir. Tidaklah Nabi Nuh ‘alaihissalam menyaksikan seorang bapak yang kafir melainkan anaknya juga kafir, bahkan cucu dan cicitnya nya pun ikut kafir. ([2])
Secara umum ada lima alasan mengapa Nabi Nuh ‘alaihissalam mendoakan kebinasaan bagi kaumnya. Alasan pertama adalah karena Nabi Nuh ‘alaihissalam mendapati kaumnya kafir sampai keturunan-keturunannya. Alasan kedua adalah Allah ﷻ juga telah mengabarkan kepadanya bahwa kaumnya tidak akan beriman kecuali yang memang telah beriman sebelumnya. Alasan ketiga adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak ingin mereka semakin sesat dan menyebarkan kesesatannya kepada orang lain. Alasan keempat, Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak ingin pengikutnya yang telah beriman menjadi berpaling darinya lalu mengikuti jalan orang-orang fajir dan kafir. Alasan kelima, Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak rela terus-terusan menyaksikan dan mendengar Allah ﷻ dihinakan dan disekutukan oleh kaumnya. ([3])
Akhirnya Allah mengabulkan doa Nabi Nuh ‘alaihissalam, lalu diperintahkan membuat kapal. Akan tetapi ketika Nabi Nuh ‘alaihissalam membuat kapal, dia senantiasa masih diejek oleh kaumnya. Setiap siapa yang lewat dan melihat Nabi Nuh ‘alaihissalam membuat kapal, maka pasti mereka mengejek Nabi Nuh ‘alaihissalam([4]). Allah ﷻ berfirman,
وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلَأٌ مِنْ قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِنْ تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنْكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ، فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ مُقِيمٌ
“Dan mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, ‘Jika kamu mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami). Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal’.” (QS. Hud : 38-39)
Akan tetapi karena doa Nabi Nuh ‘alaihissalam bagi kehancuran orang-orang kafir, maka terjadilah azab yang dijanjikan oleh Allah ﷻ bagi mereka (kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam). ([5])
Ayat-ayat ini menunjukan kepedulian Nabi Nuh terhadap generasi-generasi yang akan datang, jangan sampai tumbuh generasi-generasi yang kafir kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa Al-Mushlih (Reformis) yang sesungguhnya adalah orang yang memperhatikan kebaikan generasi yang ada di zaman mereka, serta tidak lalai untuk meletakan dasar-dasar sebagai pondasi untuk memperbaiki genarasi yang akan datang setelah mereka karena dalam pandangan mereka semua generasi adalah sama berhak mendapatkan kebaikan yang sama sebagaimana generasi sebelumnya.
Dari sinilah Umar bin al-Khottoh berdalil dengan firman Allah:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka….” (QS. Al-Hasyr: 10)
Untuk tidak membagikan tanah-tanah subur di Iroq -yang berhasil ditaklukan oleh para pasukan mujahidin- kepada pasukan mujahidin tersebut. Karena hasil pertanian/perkebunan dari tanah subur tersebut akan disalurkan untuk penduduknya dan juga untuk generasi kaum muslimin yang akan datang. ([6])
___________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Ath-Thabariy 23/642.
([2]) Lihat: Tafsir Al-Baghawiy 8/234 dan Tafsir Ibnu Katsir 8/237.
([3]) Lihat: At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibn ‘Asyur 29/214.
([4]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 9/31.