9. رَّبُّ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱتَّخِذْهُ وَكِيلًا
rabbul-masyriqi wal-magribi lā ilāha illā huwa fattakhiż-hu wakīlā
9. (Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.
Tafsir :
Maksud firman Allah Subhanahu wa ta’ala ini adalah,
هُوَ الْمَالِكُ الْمُتَصَرِّفُ فِي الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ
“Allah-lah yang mengatur segala urusan di timur maupun di barat, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia.”([1])
Allah-lah yang mengatur segala yang ada di alam semesta ini. Kalau seseorang tahu bahwa hanya Allah yang mengatur segala urusan di alam semesta ini, maka tidaklah dia beribadah kecuali hanya kepada Allah. Dan jika dia tidak beribadah kecuali kepada Allah, maka bertawakallah kepada Allah.
Allah Subhanahu wa ta’ala mengkhususkan penyebutan tawakal karena tawakal adalah ibadah yang sangat mulia. Sampai-sampai tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan tentang tujuh puluh ribu golongan orang yang masuk surga tanpa azab dan tanpa hisab, ciri mereka yang utama adalah tawakal. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang siapa orang tersebut, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هُمُ الَّذِينَ لاَ يَتَطَيَّرُونَ، وَلاَ يَسْتَرْقُونَ، وَلاَ يَكْتَوُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka itu adalah orang-orang yang tidak pernah bertathayyur, tidak pernah meminta untuk diruqyah dan tidak mau menggunakan Kay (pengobatan dengan besi panas), dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakal.”([2])
Kata para ulama, sifat yang ke-empat yaitu mereka bertawakal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah kesimpulan yang menggabungkan tiga sifat yang pertama. Tidak minta untuk diruqyah, tidak meminta disembuhkan dengan kay, dan tidak bertathayyur adalah karena tawakal yang tinggi. Maka dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa ta’ala menggabungkan ibadah hati yang sangat mulia yaitu bertawakal hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana pula firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ
“Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya.” (QS. Hud : 123)
Tatkala kita telah bertawakal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala maka pasti hati kita akan menjadi tenang. Oleh karenanya di antara kalimat dzikir pagi petang yang diajarkan kepada kita adalah,
يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرَفَةَ عَيْنٍ
“Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan Engkau serahkan aku pada diriku walau sekejap mata.”([3])
Maka tatkala kita tawakal kepada dunia atau manusia, maka sungguh kita telah menjadikan pegangan kita pada tempat yang sangat lemah dan rapuh. Maka jika kita ingin memiliki tempat berpegang yang kuat, maka bertawakallah hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Dunia hanyalah sebab, yang pertama yang harus kita pasang adalah hati yang bertawakal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dalam segala hal. Bahkan dalam beribadah pun seseorang harus bertawakal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena belum tentu seseorang bisa menjamin dirinya bisa khusyuk dalam shalat jika hanya mengandalkan ilmu dan sifat yang dimilikinya. Oleh karenanya kita meminta (tawakal) kepada Allah kekhusyukan dalam shalat. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengatakan,
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ، الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ، وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
“Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa, Maha Penyayang. Yang melihat engkau ketika engkau berdiri (untuk shalat), dan (melihat) perubahan gerakan badanmu di antara orang-orang yang sujud.” (QS. Asy-Syu’ara : 217-219)
Tawakal bukan hanya pada perkara dunia, akan tetapi dalam beribadah pun kita harus bertawakal seperti shalat, puasa, atau haji. Oleh karenanya tawakal adalah ibadah yang sangat spesial sehingga disebutkan secara khusus dalam ayat ini. Dan ayat yang sering kita baca dalam shalat,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5)
Maksudnya adalah kita mengakui bahwa hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala lah kita bertawakal.
Sekarang ini banyak di antara kita yang hilang atau kurang tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Banyak para pegawai yang bertawakal kepada pimpinan mereka, bahkan sebagian orang bertawakal pada apa-apa yang dia pilih untuk dirinya. Ketahuilah bahwa tatkala seseorang bertawakal kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala (dunia), maka dia akan mendapatkan kehinaan. Maka apapun kegiatan yang kita lakukan, yang pertama harus kita lakukan adalah bertawakal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita berdoa setiap kali keluar rumah dengan berkata,
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah.”([4])
Setiap kali seseorang keluar dari rumahnya, maka akan ada banyak kegiatan yang dihadapi, sehingga tawakal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala itu diperlukan.
Tawakal sejatinya adalah ibadah yang tidak dilihat oleh orang lain, namun memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Adapun tawakal itu diucapkan atau tidak, Allah Subhanahu wa ta’ala Maha tahu isi hati kita, apakah kita tawakal atau tidak. Oleh karenanya dalam ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala mengingatkan bahwa jika Allah pemilik dan pengatur timur dan barat, maka jangan sampai salah bertawakal. Bertawakallah hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang mengurus seluruh alam semesta dan yang menentukan segala keputusan.
______________________________
Footnote :
([1]) Tafsir Ibnu Katsir 8/255
([3]) HR. Al-Hakim no. 2000 dalam Al-Mustadrak; HR. An-Nasa’i no. 10330 dalam Sunan Al-Kubro