18. فَإِذَا قَرَأْنَٰهُ فَٱتَّبِعْ قُرْءَانَهُۥ
fa iżā qara`nāhu fattabi’ qur`ānah
18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
Tafsir :
Perlu untuk diperhatikan di sini, Allah Subhanahu wa ta’ala menggunakan kata “Kami” dalam ayat ini bukan menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala yang membacakan Alquran kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan kita tahu bahwa yang membacakan Alquran kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah malaikat Jibril. Oleh karenanya maksud kata “Kami” dalam ayat ini adalah malaikat([1]), dan yang seperti ini juga datang dalam beberapa ayat di mana Allah Subhanahu wa ta’ala menggunakan kata “Kami” sebagai kata ganti malaikat. Oleh karenanya penggunaan kata “kami” di dalam Alquran bisa bermakna dua, yaitu bermakna Allah Subhanahu wa ta’ala langsung dengan tujuan pengagungan, atau bermakna malaikat sebagaimana datang dalam banyak ayat. Oleh karenanya yang dimaksud “Kami” dalam ayat ini adalah malaikat([2]). Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat yang lain,
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.” (QS. Al-Waqi’ah : 85)
Maksud “Kami” di dalam ayat ini adalah malaikat. Karena malaikatlah yang akan mencabut nyawa manusia ketika telah menjelang sakratul maut([3]). Contoh lain adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat nadinya.” (QS. Qaf : 16)
Di dalam ayat ini “Kami” juga maksudnya adalah malaikat([4]). Maka demikian pula firman Allah Subhanahu wa ta’ala ini bahwa yang dimaksud membacakan Alquran adalah malaikat.
Hal ini perlu untuk dijelaskan untuk membantah perkataan sebagian orang-orang kafir yang tidak mengerti bahasa Arab. Mereka mengatakan Tuhannya orang Islam juga banyak karena dalam Alquran Allah Subhanahu wa ta’ala juga menggunakan kata “Kami”, sebagaimana mereka juga menyebut ketiga Tuhan mereka dengan “Kami”. Maka kita bisa membantahnya dengan penjelasan bahwa bukan berarti penyebutan “Kami” itu banyak, melainkan tetap kembali merujuk satu. Dan Abu Jahal, Abu Lahab, dan orang-orang musyrikin lainnya tidak pernah memahami kata “Kami” bermakna jamak. Kalau sekiranya kata “Kami” dipahami sebagai bentuk jamak, maka tentu hal tersebut telah dijadikan bahan olok-olok orang-orang musyrikin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi mereka paham bahwa kata “Kami” di dalam Alquran tidak melazimkan bentuk jamak. Maka sungguh aneh jika kemudian datang orang-orang yang tidak paham bahasa Arab, kemudian mencela Alquran dengan mengatakan bahwa kata “Kami” dalam Alquran menunjukkan bahwa Tuhan orang Islam juga banyak.
____________________________
Footnote :
([1]) Tafsir Al-Baghawiy 8/284 dan Tafsir Ar-Razi 30/728.
([2]) Tafsir Ibnu Katsir 8/278.