2. وَلَآ أُقْسِمُ بِٱلنَّفْسِ ٱللَّوَّامَةِ
wa lā uqsimu bin-nafsil-lawwāmah
2. dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).
Tafsir :
Kata اللَّوَّامَةِ diambil dari kata لاَمَ – يَلُوْمُ yang artinya adalah mencela. Artinya adalah Allah Subhanahu wa ta’ala bersumpah demi jiwa (sifat) yang suka mencela. Pendapat yang rajih di kalangan Ahli Tafsir, النَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (jiwa yang selalu mencela) adalah jiwa yang baik yang dimiliki oleh seorang mukmin. Oleh karenanya penyebutan sifat ini merupakan pujian. Dan karena jiwa ini adalah jiwa yang terpuji, maka Allah Subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan jiwa tersebut. ([1])
Sebagaimana kita ketahui bahwa jiwa itu ada tiga, ada yang namanya jiwa yang selalu mencela (النَّفْسِ اللَّوَّامَةِ), jiwa yang tenang (النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ), dan jiwa yang mengajak kepada keburukan (النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ). Dan disetiap jiwa orang yang beriman terdapat pada diri mereka yang namanya jiwa yang selalu mencela. Dan para Ahli Tafsir menyebutkan bahwa ada tiga perkara yang selalu dicela,
Pertama adalah mencela kebaikan. Yaitu jiwa tersebut mencela pemilik jiwa tersebut jika kurang dalam berbuat kebajikan dan ketaatan. Sehingga orang yang memiliki jiwa tersebut tidak akan ujub.
Kedua adalah mencela keburukan. Yaitu jiwa tersebut akan mencela pemiliknya ketika berbuat keburukan, sehingga akhirnya penyesalan akan timbul. Dan di antara tafsiran النَّفْسِ اللَّوَّامَةِ adalah jiwa yang selalu menyesali. Oleh karenanya sering penulis ingatkan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan di dalam tubuh manusia itu ada sinyal yang akan menegur jika seseorang sedang bermaksiat. Selama orang itu beriman, maka akan timbul kegelisahan. Berbeda dengan orang-orang kafir, mereka bisa jadi tidak memiliki jiwa seperti ini, karena fitrah mereka telah berubah. Akhirnya mereka tidak peduli dengan apa saja yang mereka lakukan. Dan hal ini berbeda dengan orang-orang beriman yang apabila mereka melakukan suatu maksiat, maka pasti jiwa mereka akan berontak. Bahkan jika seorang berlaku riya’, pasti ada sinyal yang akan menegur bahwa dia sedang riya’. Maka jika seseorang mau untuk memeriksa dirinya dengan teliti, maka dia akan bisa membedakan kapan dia bersikap riya’ dan tidak.
Ketiga adalah mencela yang telah lewat. Yaitu jiwa tersebut mencela baik kebaikan yang kurang, atau keburukan yang telah lewat sehingga akhirnya menimbulkan penyesalan. ([2])
Demikianlah jiwa ini, tugasnya adalah mencela pemilik jiwa tersebut dengan memberikan sinyal ketika pemilik jiwa tersebut melakukan keburukan dan maksiat. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan jiwa tersebut karena jiwa tersebut adalah jiwa yang baik([3]). Dan semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menganugerahkan kita jiwa seperti ini, karena jiwa yang seperti ini sangat kita perlukan.
_______________________________
Footnote :
([1]) Tafsir Al-Mawardiy 6/151 dan Tafsir Al-Qurthubiy 19/93.
([2]) Tafsir Ath-Thabariy 24/49, Tafsir Ibnu Katsir 8/276 dan At-Tafsir Al-Ma’tsur 22/446.