7. يُوفُونَ بِٱلنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسْتَطِيرًا
yụfụna bin-nażri wa yakhāfụna yaumang kāna syarruhụ mustaṭīrā
7. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.
Tafsir :
Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan sifat orang-orang Al-Abrar adalah memenuhi nazar. Nazar pada ayat ini bukan hanya nazar sebagaimana pengertian yang kita ketahui seperti berjanji kepada Allah Subhanahu wa ta’ala akan melakukan sesuatu jika mendapatkan sesuatu. Bahkan para ulama mengatakan nazar yang seperti ini hukumnya adalah makruh. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
لَا تَنْذِرُوا، فَإِنَّ النَّذْرَ لَا يُغْنِي مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
“Janganlah kalian bernazar, karena nazar sedikitpun tidak akan merubah takdir. Dan nazar itu dikeluarkan hanya dari orang bakhil.”([1])
Nazar yang seperti ini adalah nazar muqayyad dan hukumnya makruh. Maka nazar yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah nazar tersebut, melainkan nazar mutlaq yang seseorang mengilzamkan dirinya untuk melakukan sesuatu tanpa ada syarat.
Atau maksud yang lain dia berusaha menunaikan nazarnya adalah dia benar-benar bertekad untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya para ulama mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala menggunakan kata يُوفُونَ yang termasuk fi’il mudhari yang menunjukkan mereka selalu menunaikan nazar mereka. Artinya adalah mereka senantiasa memperbaharui diri mereka dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala([2]).
Sifat kedua dari Al-Abrar adalah mereka takut kepada hari kiamat yang pada hari tersebut keburukannya (azab) akan mudah tersebar karena adanya hisab, persidangan, mizan, dan sirath. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala juga mengatakan hari kiamat dengan Ath-Thammah yang artinya malapetaka yang tersebar dan tidak seorang pun dapat menghindarinya. Dan lagi-lagi Allah Subhanahu wa ta’ala menggunakan kata يَخَافُونَ yang merupakan fi’il mudhari, sehingga maksudnya adalah mereka senantiasa takut pada hari kiamat waktu demi waktu, sehingga mereka senantiasa beramal saleh([3]). Akan tetapi perlu diperhatikan di sini bahwa ketakutan mereka bukan tatkala tiba hari kiamat, melainkan mereka takut pada hari kiamat ketika di dunia. Karena orang-orang beriman pada hari kiamat diberikan rasa tenteram oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ
“Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri.” (QS. ‘Abasa : 38)
Orang-orang beriman pada hari kiamat wajahnya akan berseri-seri tanpa rasa takut.
Allah juga berkata :
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَهُمْ مِنْ فَزَعٍ يَوْمَئِذٍ آمِنُونَ
“Barangsiapa yang membawa kebaikan, makai a memperoleh (balasan) yang lebih baik dari padanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tentram dari pada kejutan yang dahsyat pada hari itu” (QS An-Naml : 89)
Adapun rasa takut mereka terhadap hari kiamat adalah tatkala mereka masih hidup di dunia. Dan ketakutan tersebut berjalan terus waktu demi waktu.
_____________________________
Footnote :