8. وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
wa yuṭ’imụnaṭ-ṭa’āma ‘alā ḥubbihī miskīnaw wa yatīmaw wa asīrā
8. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Tafsir :
Sifat yang ketiga dari Al-Abrar adalah memberi makan yang dia sukai kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Memberi makan adalah sifat yang sangat mulia dalam Islam, dan banyak disebutkan dalam Alquran maupun hadits-hadits tentang keutamaannya. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُونَ الجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan dan laksanakanlah shalat pada saat manusia tertidur niscaya kalian masuk surga dengan selamat.”([1])
Oleh karenanya di antara yang menyebabkan orang-orang kafir masuk neraka adalah karena tidak memberi makan. Dalam surah Al-Muddatstsir Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ، قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ، وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ
“(ditanyakan kepada mereka) ‘Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?’ Mereka menjawab, ‘Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat, dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin’.” (QS. Al-Muddatstsir : 42-44)
Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ، فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ، وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.” (QS. Al-Ma’un : 1-3)
Adapun sifat orang yang beriman adalah sebaliknya yaitu senantiasa memberi makan kepada orang miskin.
Dan yang perlu kita perhatikan di sini adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa makanan yang diberikan kepada orang lain adalah makanan yang mereka sukai. Artinya adalah makanan yang diberikan bukan makanan yang tidak disukai. Oleh karenanya dalam ayat lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu tidak akan memperoleh (tingkatan) kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Ali-‘Imran : 92)
Banyak di antara kita tatkala memberi suatu pemberian kepada tetangga biasanya dengan sesuatu yang tidak kita butuhkan, atau karena takut makanan tersebut basi, atau bahkan untuk mengurangi perabot isi rumah atau dapur. Akan tetapi yang Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam ayat ini adalah kita memberikan barang yang kita butuh atau sukai.
Kepada siapa pemberian itu dikasih? Yaitu orang-orang miskin, anak yatim dan tawanan.
- Orang miskin
Orang miskin disebut pertama kali karena jumlahnya lebih banyak daripada anak yatim dan tawanan, sehingga orang-orang miskin sangat mudah kita jumpai disekitar kita. Miskin terbagi menjadi dua, pertama adalah orang miskin yang langsung meminta kepada kita (mengetuk pintu), dan yang kedua adalah orang miskin yang kita mengetuk pintu mereka (mencari). Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta” (QS. Al-Ma’arij : 25)
Orang miskin jenis pertama yang meminta-minta kita tahu modelnya seperti apa. Yaitu mereka yang meminta-minta di jalan, di rumah, dan yang lainnya. Dan orang seperti ini juga perlu kita bantu. Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan jenis orang miskin kedua yang beliau isyaratkan dalam sabda beliau,
لَيْسَ المِسْكِينُ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَلَكِنِ المِسْكِينُ الَّذِي لاَ يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ، وَلاَ يُفْطَنُ بِهِ، فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ وَلاَ يَقُومُ فَيَسْأَلُ النَّاسَ
“Bukanlah disebut miskin orang berkeliling meminta-minta kepada manusia dan bisa diatasi dengan satu atau dua suap makanan atau satu dua butir kurma. Akan tetapi yang disebut miskin adalah orang yang tidak mendapatkan seseorang yang bisa memenuhi kecukupannya, dan kondisinya tidak diketahui orang sehingga orang tidak bersedekah kepadanya, dan orang yang tidak meminta-minta kepada manusia.”([2])
Inilah jenis orang miskin kedua yang harus kita cari, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan bahwa orang seperti inilah orang miskin yang sesungguhnya. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Orang jahil yang tidak tahu, (mereka) menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 273)
Pada ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa orang miskin yang tidak meminta-minta bisa untuk dikenali ciri-cirinya. Bukankah raut wajah orang kaya dan orang miskin berbeda? Mungkin dia kerja di kantor dengan pakaian berdasi, akan tetapi bisa saja ternyata penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Dan orang seperti ini adalah orang dengan ciri yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
المِسْكِينُ الَّذِي لاَ يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ
“Orang miskin adalah orang yang tidak mendapatkan seseorang yang bisa memenuhi kecukupannya.” ([3])
Yaitu dia telah berusaha bekerja namun tidak mencukupi kebutuhannya.
Maka lihatlah teman-teman kita, terlebih teman-teman kita di masjid. Kita bisa tahu mana yang membutuhkan bantuan dari raut wajahnya, dari air matanya ketika berdoa, dan yang lainnya. Contohnya adalah ada orang yang anaknya berminggu-minggu tidak masuk sekolah padahal telah waktunya masuk sekolah. Setelah dicek ternyata dia tidak bisa beli baju sekolah, atau tidak bisa bayar iuran bulanan, sehingga akhirnya tidak sekolah. Ada pula sebagian orang ketika hari raya, anak-anak mereka tidak keluar rumah karena malu tidak memiliki baju baru saat lebaran. Bahkan mungkin shalat Ied pun mereka tidak keluar karena saking malunya. Oleh karenanya orang miskin seperti inilah yang kita cari, kita ketuk rumahnya, lalu kita bantu.
Maka ingatlah bahwa orang miskin itu ada dua, orang miskin yang mengetuk pintu rumah kita dan kita memberikan apa yang dibutuhkan, dan orang miskin yang kita mengetuk pintu rumahnya untuk memberi bantuan. Akan tetapi ketahuilah bahwa orang yang mencari orang miskin untuk dibantu itu lebih utama daripada menunggu orang miskin datang ke rumahnya.
- Anak Yatim
Definisi anak yatim secara syar’i adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sementara ia belum baligh([4]). Sehingga selama dia telah baligh maka tidak lagi dia dikatakan sebagai anak yatim. Adapun jika ibu yang meninggal maka anak tidak dikatakan anak yatim karena ayahnya masih bisa mencari nafkah untuknya atau nikah lagi untuk mendapatkan ibu untuk mengayomi sang anak. Akan tetapi kebanyakan yatim di tanah air kita, ketika mereka telah baligh tetap menjadi orang miskin. Status yatim mereka mungkin telah lepas, akan tetapi mereka masuk kategori miskin karena tidak ada yang memperhatikan mereka atau bahkan mereka belum bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Maka jika sebelumnya kita telah menyantuni mereka ketika masih yatim, maka tidak mengapa untuk kita lanjutkan bantuan tersebut karena status mereka menjadi orang miskin.
- Tawanan
Orang yang selanjutnya disebutkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala adalah tawanan. Biasanya yang menjadi tawanan orang-orang muslim adalah orang-orang kafir. Dan ijma’ para ulama menyebutkan bahwa ini dalil yang menunjukkan bahwa berbuat baik kepada orang kafir yang menjadi tawanan pun bernilai pahala meskipun disebutkan terakhir, selama hal tersebut mendatangkan maslahat. Maka meskipun tawanan itu orang kafir, maka tidak mengapa untuk kita bantu. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita membantu orang-orang yang kesusahan baik itu muslim ataupun kafir.
_________________________________
Footnote :
([2]) HR. Bukhari no. 1479 dan HR. Muslim no. 1039, dengan lafal Al-Bukhari
([4]) Lihat Tafsir Al-Bahrul Muhith 10/361.