1. إِنَّآ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِۦٓ أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
innā arsalnā nụhan ilā qaumihī an anżir qaumaka ming qabli ay ya`tiyahum ‘ażābun alīm
1. Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih”,
2. قَالَ يَٰقَوْمِ إِنِّى لَكُمْ نَذِيرٌ مُّبِينٌ
qāla yā qaumi innī lakum nażīrum mubīn
2. Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu,
3. أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ
ani’budullāha wattaqụhu wa aṭī’ụn
3. (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku,
4. يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرْكُمْ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ أَجَلَ ٱللَّهِ إِذَا جَآءَ لَا يُؤَخَّرُ ۖ لَوْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
yagfir lakum min żunụbikum wa yu`akhkhirkum ilā ajalim musammā, inna ajalallāhi iżā jā`a lā yu`akhkhar, lau kuntum ta’lamụn
4. niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”.
5. قَالَ رَبِّ إِنِّى دَعَوْتُ قَوْمِى لَيْلًا وَنَهَارًا
qāla rabbi innī da’autu qaumī lailaw wa nahārā
5. Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,
6. فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَآءِىٓ إِلَّا فِرَارًا
fa lam yazid-hum du’ā`ī illā firārā
6. maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).
7. وَإِنِّى كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوٓا۟ أَصَٰبِعَهُمْ فِىٓ ءَاذَانِهِمْ وَٱسْتَغْشَوْا۟ ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا۟ وَٱسْتَكْبَرُوا۟ ٱسْتِكْبَارًا
wa innī kullamā da’autuhum litagfira lahum ja’alū aṣābi’ahum fī āżānihim wastagsyau ṡiyābahum wa aṣarrụ wastakbarustikbārā
7. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.
8. ثُمَّ إِنِّى دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا
Tsumma innī da’autuhum jihārā
8. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan,
9. ثُمَّ إِنِّىٓ أَعْلَنتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا
Tsumma innī a’lantu lahum wa asrartu lahum isrārā
9. kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam,
10. فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا
fa qultustagfirụ rabbakum innahụ kāna gaffārā
10. maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-,
11. يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
yursilis-samā`a ‘alaikum midrārā
11. niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
12. وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَٰرًا
wa yumdidkum bi`amwāliw wa banīna wa yaj’al lakum jannātiw wa yaj’al lakum an-hārā
12. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.
13. مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا
mā lakum lā tarjụna lillāhi waqārā
13. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?
14. وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا
wa qad khalaqakum aṭwārā
14. Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.
15. أَلَمْ تَرَوْا۟ كَيْفَ خَلَقَ ٱللَّهُ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ طِبَاقًا
a lam tarau kaifa khalaqallāhu sab’a samāwātin ṭibāqā
15. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?
16. وَجَعَلَ ٱلْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ ٱلشَّمْسَ سِرَاجًا
wa ja’alal-qamara fīhinna nụraw wa ja’alasy-syamsa sirājā
16. Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?
17. وَٱللَّهُ أَنۢبَتَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ نَبَاتًا
wallāhu ambatakum minal-arḍi nabātā
17. Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,
18. ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا
Tsumma yu’īdukum fīhā wa yukhrijukum ikhrājā
18. kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.
19. وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ بِسَاطًا
wallāhu ja’ala lakumul-arḍa bisāṭā
19. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan,
20. لِّتَسْلُكُوا۟ مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا
litaslukụ min-hā subulan fijājā
20. supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu”.
21. قَالَ نُوحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِى وَٱتَّبَعُوا۟ مَن لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُۥ وَوَلَدُهُۥٓ إِلَّا خَسَارًا
qāla nụḥur rabbi innahum ‘aṣaunī wattaba’ụ mal lam yazid-hu māluhụ wa waladuhū illā khasārā
21. Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka,
22. وَمَكَرُوا۟ مَكْرًا كُبَّارًا
wa makarụ makrang kubbārā
22. dan melakukan tipu-daya yang amat besar”.
23. وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
wa qālụ lā tażarunna ālihatakum wa lā tażarunna waddaw wa lā suwā’aw wa lā yagụṡa wa ya’ụqa wa nasrā
23. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”.
24. وَقَدْ أَضَلُّوا۟ كَثِيرًا ۖ وَلَا تَزِدِ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا ضَلَٰلًا
wa qad aḍallụ kaṡīrā, wa lā tazidiẓ-ẓālimīna illā ḍalālā
24. Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan.
25. مِّمَّا خَطِيٓـَٰٔتِهِمْ أُغْرِقُوا۟ فَأُدْخِلُوا۟ نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا۟ لَهُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ أَنصَارًا
mimmā khaṭī`ātihim ugriqụ fa udkhilụ nāran fa lam yajidụ lahum min dụnillāhi anṣārā
25. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.
26. وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى ٱلْأَرْضِ مِنَ ٱلْكَٰفِرِينَ دَيَّارًا
wa qāla nụḥur rabbi lā tażar ‘alal-arḍi minal-kāfirīna dayyārā
26. Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.
27. إِنَّكَ إِن تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا۟ عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوٓا۟ إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا
innaka in tażar-hum yuḍillụ ‘ibādaka wa lā yalidū illā fājirang kaffārā
27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.
28. رَّبِّ ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِىَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَلَا تَزِدِ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا تَبَارًۢا
rabbigfir lī wa liwālidayya wa liman dakhala baitiya mu`minaw wa lil-mu`minīna wal-mu`mināt, wa lā tazidiẓ-ẓālimīna illā tabārā
28. Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”.
Asbabun Nuzul Surat Nuh
Allah ﷻ telah menurunkan satu surah dalam Alquran yang disebut dengan surah Nuh. Surah Nuh hanya memiliki satu nama yaitu surah Nuh saja. Tidak sebagaimana surah-surah lain yang kebanyakannya memiliki lebih dari satu nama. Surah Nuh ini secara khusus membahas salah satu rangkaian kisah hidup Nabi Nuh ‘alaihissalam, dan tidak disebutkan kisah Nabi-Nabi yang lain di dalamnya. Dan ini sebagaimana halnya dengan surah Yusuf yang juga secara khusus membahas kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam dari awal surah hingga akhir. Adapun surah-surah lain yang menyebutkan kisah para Nabi, kebanyakan menyebutkan lebih dari satu kisah nabi, seperti surah Al-A’raf, surah Hud, dan surah-surah yang lainnya. ([1])
Nabi Nuh ‘alaihissalam adalah Rasul pertama yang diutus oleh Allah ﷻ kepada penduduk bumi, sebagaimana dalam hadits syafaat bahwa kelak manusia akan mendatangi Nabi Nuh ‘alaihissalam untuk meminta syafaat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ: يَا نُوحُ، إِنَّكَ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ، وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلاَ تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيهِ؟ فَيَقُولُ: إِنَّ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ قَدْ غَضِبَ اليَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبَ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنَّهُ قَدْ كَانَتْ لِي دَعْوَةٌ دَعَوْتُهَا عَلَى قَوْمِي، نَفْسِي، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي
“Mereka mendatangi Nuh lalu berkata: ‘Wahai Nuh, engkau adalah rasul pertama untuk penduduk bumi, Allah menyebutmu hamba yang sangat bersyukur, berilah kami syafaat kepada Rabbmu, apa kau tidak lihat kondisi kami, apa kau tidak melihat yang menimpa kami?’ Nuh berkata kepada mereka: ‘Rabbku saat ini benar-benar marah, Ia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya, dahulu aku pernah berdoa keburukan untuk kaumku, diriku, diriku, oh diriku. Pergilah kepada selainku’.”([2])
Antara Nabi Adam dan Nabi Nuh ‘alaihimassalam ada 10 generasi, sehingga sebagian Ahli Tafsir memperkirakan bahwa jumlah manusia di zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam berkisar pada angka ribuan. Karena antara keduanya hanya terpaut sepuluh generasi, dan tidak ada kaum di belahan bumi lain selain kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam([3]). Oleh karenanya Nabi Nuh ‘alaihissalam juga digelari dengan Abul Basyar Ats-Tsani (nenek moyang kedua) Hal ini karena semua manusia tatkala datang banjir besar, maka semua manusia meninggal kecuali yang selamat di atas bahtera Nabi Nuh ‘alaihissalam. Kemudian yang memiliki keturunan setelah itu hanyalah anak-anak Nabi Nuh ‘alaihissalam, dan yang lainnya keturunannya berhenti([4]). Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,
وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (QS Ash-Shaffat : 77)
Oleh karenanya kita semua ini adalah keturunan Nabi Nuh dan Nabi Adam ‘alaihimassalam.
Nabi Nuh ‘alaihissalam diutus oleh Allah ﷻ kepada kaumnya dan berdakwah kepada kaumnya selama kurang lebih 950 tahun([5]). Allah ﷻ berfirman,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS Al-‘Ankabut : 14)
Adapun usia Nabi Nuh ‘alaihissalam maka para ulama berselisih pendapat. Karena para ulama berbeda pendapat Nabi Nuh diangkat menjadi Nabi pada usia berapa tahun, sebagian mengatakan 40 tahun, sebagian mengatakan 300 tahun, dan pendapat lainnya([6]). Kemudian sebagian ulama juga khilaf dalam menyebutkan berapa sisa usia Nabi Nuh setelah banjir menimpa kaumnya hingga dia meninggal. Intinya ada sebagian mengatakan bahwa umur Nabi Nuh ‘alaihissalam jika ditotal dengan usia sebelum diutus menjadi Rasul dan setelah terjadinya banjir besar, sebagian ada yang menyebutkan bahwa usianya hingga 1500 tahun lebih, dan yang lain menyebutkan sampai 1700 tahun lebih. Akan tetapi ini hanyalah pendapat, yang jelas lama dakwah beliau adalah 950 tahun, dan angka tersebut belum dijumlahkan dengan usia beliau sebelum diutus menjadi rasul, dan sisa hidup beliau setelah kaumnya ditenggelamkan.
Surah Nuh ‘alaihissalam adalah surah Makkiyah berdasarkan kesepakatan para ulama([7]), yaitu turun tatkala Nabi masih berdakwah di kota makkah. Dan kita tahu bahwa pada fase dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu, beliau sangat membutuhkan arahan dari Allah ﷻ. Maka di antara hal yang menghibur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar bersabar atas tindakan kaumnya, maka Allah kisahkan kepada Nabi Muhammad tentang kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam untuk menghibur Nabi dan agar bersabar dengan amanah dakwah yang sedang diembannya([8]). Sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS Hud : 120)
Dan dari kisah-kisah tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga diperintahkan untuk mencontoh kesabaran para Ulul Azmi dimana salah satunya adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Allah ﷻ berfirman,
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (QS Al-Ahqaf : 35)
Surah Nuh khusus bercerita tentang bagaimana dakwah Nabi Nuh, yaitu dakwah kepada tauhid. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa di zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam belum ada syariat khusus lain selain untuk mengesakan dan mentauhidkan Allah ﷻ semata([9]). Selama 950 tahun Nabi Nuh ‘alaihissalam hanya fokus untuk berdakwah kepada kaumnya dalam masalah tauhid. Dan sebagian ulama mengatakan bahwa ini merupakan ujian yang diberikan Allah ﷻ kepada Nabi Nuh, ujian kesabaran dalam dakwah. Karena Allah ﷻ juga menyebutkan kisah dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam dalam surah Al-‘Ankabut. Di awal surah Allah ﷻ berfirman,
الم، أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ، وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Alif Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-‘Ankabut : 1-3)
Setelah Allah ﷻ menyebutkan firman-Nya ini, Allah kemudian menyebutkan kisah-kisah orang-orang yang diuji. Dan di antara yang disebutkan oleh Allah ﷻ adalah kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam yang diuji dengan dakwah selama 950 tahun. Adapun yang beriman kepada beliau dengan kurun waktu selama itu hanyalah sedikit. Allah ﷻ berfirman,
وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
“Dan orang yang beriman bersama dengan Nuh hanya sedikit.” (QS. Hud : 40)
Dari sekian banyak pendapat ulama, pendapat yang paling kuat adalah pendapat bahwasanya yang beriman kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam hanya 80-an orang saja. Dari sini kita sadar bahwa sungguh Nabi Nuh ‘alaihissalam adalah orang yang sangat penyabar. Dan kisah tentang lamanya dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam ini tidak disebutkan dalam surah Nuh, melainkan hanya dalam surah Al-‘Ankabut. Adapun surah Al-‘Ankabut turun diakhir-akhir fase dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di Mekkah. Artinya ini adalah hiburan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa dakwahnya di Mekkah selama tiga belas tahun tersebut tidak ada apa-apanya dengan dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam selama 950 tahun. Dan dengan dakwah selama itu ternyata yang beriman tidak banyak, bahkan anak dan istri beliau sendiri tidak beriman.
Surah ini turun turun di Mekkah juga sebagai pelajaran bagi para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang jumlah mereka juga sedikit tatkala itu, agar mereka bersabar dan tidak terperdaya melihat banyaknya pengikut Abu Jahal dan kawan-kawannya. Karena telah berlalu juga seorang Nabi yang berdakwah selama 950 tahun, namun yang beriman kepadanya hanya sedikit. Surah ini juga diturunkan sebagai peringatan kepada kaum musyrikin Arab, yaitu jika mereka tidak beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka mereka akan ditimpa azab sebagaimana yang menimpa kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Inilah tujuan diturunkannya surah Nuh di fase dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di Mekkah, yaitu sebagai pelajaran bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, serta sebagai peringatan bagi Abu Jahal dan kawan-kawannya. ([10])
______________
Footnote:
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 13/332.
([3]) At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibn ‘Asyur 29/187.
([4]) At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibn ‘Asyur 29/187.
([5]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 13/332.
([6]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 18/298.
([7]) Tafsir Ibnu ‘Athiyyah 5/372
([8]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 13/332