15. وَلَا يَخَافُ عُقْبَٰهَا
wa lā yakhāfu ‘uqbāhā
dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.
Tafsir:
Ada tiga pendapat dikalangan ahli tafsir tentang makna ayat ini (lihat Tafsir Al-Qurthubi 20/80).
Pertama, yaitu si pembunuh unta Nabi Shalih yang tidak takut akibat dari aksi pembunuhan yang dia lakukan. Dia sombong dan merasa dia akan selamat setelah membunuh unta tersebut. Padahal kepada Nabi Muhammad saja Allah memerintahkan agar beliau berkata takut akan adzab akibat maksiat, lalu bagaimana pula dengan manusia biasa yang derajatnya di bawah Nabi. Allah berfirman:
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Aku benar-benar takut akan adzab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku’.” (QS Al-An‘am : 15)
Kedua, yaitu Nabi Shalih yang tidak takut ketika unta tersebut dibunuh karena dia tahu dia akan selamat dari adzab Allah. Yang akan diadzab hanyalah orang yang membunuh dan yang sepakat dengan pembunuhan unta tersebut.
Ketiga, yaitu Allah yang tidak takut dengan akibat perbuatan Allah tersebut, dan inilah pendapat jumhur ahli tafsir. Artinya, setiap orang yang melakukan sesuatu, melakukan pembinasaan, atau melakukan kezhaliman, pasti dalam hatinya ada rasa takut, siapapun dia dan bagaimanapun kesombongan ataupun keberaniannya, kecuali Allah subhanahu wata’ala. Jika Allah ingin membinasakan suatu kaum, maka Allah tidak khawatir dengan perbuatan-Nya. Allah tahu bahwa mereka berhak untuk dibinasakan dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.