14. فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُم بِذَنۢبِهِمْ فَسَوَّىٰهَا
fa każżabụhu fa ‘aqarụhā fa damdama ‘alaihim rabbuhum biżambihim fa sawwāhā
Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah).
Tafsir:
Allah mengatakan bahwa Allah membinasakan mereka akibat dosa yang mereka perbuat. Karena tidak mungkin Allah menimpakan suatu musibah kepada seorang pun jika bukan karena dosa. Karenanya Allah berfirman:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS Asy-Syura : 30)
Apa saja musibah yang menimpa kita, baik itu kesedihan, rasa sakit, atau dililit hutang, atau bahkan istri dan anak-anak yang nakal, itu karena maksiat yang kita lakukan. Oleh karena itu, para salaf dahulu mengatakan:
إِنِّي لَأَعْصِي اللَّهَ فَأَعْرِفُ ذَلِكَ فِي خُلُقِ خَادِمِي وَدَابَّتِي
“Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku pembantuku dan hewan tungganganku.” (Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam 1/468)
Bahkan Allah pernah menegur para sahabat akibat kesalahan mereka. Allah berfirman:
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُم مُّصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُم مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنفُسِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada perang badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali ‘Imran : 165)
Bagaimana pula dengan kita yang tidak ada apa-apanya dibanding keimanan para sahabat. Para sahabat yang luar biasa keimanannya saja terkena musibah gara-gara maksiat yang pernah mereka lakukan. Oleh karena itu, apabila seseorang tertimpa musibah dia harus segera menyadari bahwa mungkin saja itu adalah akibat maksiat yang pernah dia lakukan. Kemudian hendaknya dia bersabar atas musibah-musibah tersebut, agar dosa-dosanya menjadi terhapuskkan dan derajatnya diangkat oleh Allah.
As-Sam’aani berkata tentang makna فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ:
أَطْبَقَ عَلَيْهِم بِالْعَذَابِ يَعْنِي: عَمَّهُمْ وَلم يُبْقِ مِنْهُم أَحَدًا، وَيُقَال: الدَّمْدَمَةُ هُوَ الْهَلَاكُ بِاستِئْصَالٍ
“Yaitu Allah menjadikan adzab menimpa mereka secara keseluruhan sehingga tidak menyisakan seorangpun dari mereka. Dan dikatakan الدَّمْدَمَةُ adalah kebinasaan yang menyeluruh sampai pada akarnya” (Tafsir As-Sam’aani 6/235)