11. كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَىٰهَآ
każżabaṡ ṡamụdu biṭagwāhā
(Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas.
Tafsir Surat Asy-Syams Ayat-11
Kisah Kaum Tsamud
Kisah kaum Tsamud dan juga kaum ‘Ad tidak terdapat di dalam Injil dan Taurat. Melainkan hanya terdapat di dalam Al-Quranul Karim. Kaum Tsamud adalah kaum Arab yang datang setelah kaum ‘Ad yang juga berasal dari bangsa Arab. Oleh karena itu, berita tentang dibinasakannya kaum ‘Ad telah diketahui oleh kaum Tsamud. Allah berfirman tentang kaum Tsamud:
وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ
“Dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Shalih. Dia berkata, ‘Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sesembahan yang berhak sembah) bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat dan memperkenankan (doa hamba-Nya)’.” (QS Hud : 61)
Rupanya kaum Tsamud terjerumus dalam kesyirikan. Bahkan sampai sekarang bekas-bekas perkampungan mereka masih ada, disana bisa dijumpai ada sisa-sisa pahatan kepala manusia dan patung-patung, yang mungkin saja itu adalah bekas-bekas sesembahan mereka.
Nabi Shalih telah mengingatkan mereka bahwasannya sudah berlalu kaum ‘Ad yang habis dibinasakan oleh Allah. Sehingga didatangkanlah mereka sebagai pengganti kaum ‘Ad. Allah berfirman:
وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِن بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِن سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا ۖ فَاذْكُرُوا آلَاءَ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
“Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah setelah kaum ‘Ad dan menempatkan kamu di bumi. Di tempat yang datar kamu dirikan istana-istana dan di bukit-bukit kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi.” (QS Al-A’raf : 74)
Dikisahkan dalam sejarah tentang mukjizat Nabi Shalih. Para ahli tafsir menyebutkan, pada suatu hari kaum Tsamud berkumpul di tempat perkumpulan mereka. Lalu Nabi Shalih datang menghampiri mereka, lantas menyeru mereka kepada Allah, memperingati, mengingatkan, serta menasehati mereka. Mereka berkata kepada Shalih, “Sanggupkah engkau mengeluarkan untuk kami seekor unta betina dari batu ini -seraya menunjukkan sebongkah batu- dengan ciri-ciri seperti ini dan seperti itu?” Kemudian mereka menyebutkan ciri-ciri unta yang mereka inginkan, di samping itu unta tersebut mesti dalam keadaan bunting (sepuluh bulan) lagi berbadan panjang. (lihat Fathul Baari 6/379)
Sebenarnya permintaan mereka ini bukan dalam rangka membenarkan Nabi Shalih akan tetapi untuk menolak Nabi Shalih, karena menurut persangkaan mereka pengabulan permintaan mereka merupakan suatu kemustahilan. Jika unta keluar dari hutan, atau dari laut, atau dari gunung, masih lebih memungkinkan. Akan tetapi unta keluar dari batu -yang tidak ada sumber kehidupan sama sekali-?
Akan tetapi Nabi Shalih menjawab, “Beritahukan kepadaku, jika aku sanggup memenuhi permintaan kalian sesuai dengan yang kalian inginkan, apakah kalian akan beriman dengan apa yang aku bawa dan membenarkan apa-apa yang dengannya aku diutus?” Mereka menjawab, “Ya.” Nabi Shalih pun mengambil sumpah dan janji mereka atas hal itu, lalu ia beranjak menuju tempat shalatnya dan shalat disana dengan ikhlash karena Allah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan baginya, kemudian berdoa kepada Rabbnya agar Dia mengabulkan permintaan mereka. Maka Allah memerintahkan batu besar tersebut untuk terbelah dan mengeluarkan seekor unta betina yang besar lagi bunting, sesuai dengan permintaan mereka.
Tatkala mereka melihatnya, mereka menyaksikan perkara yang agung, pemandangan yang mengagumkan, kemampuan yang luar biasa, bukti yang nyata, dan penjelasan yang terang. Maka banyak dari mereka yang beriman, namun lebih banyak lagi yang tetap dalam kekafiran, kesesatan, dan pembangkangannya. Allah berfirman:
قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِن قَوْمِهِ لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِمَنْ آمَنَ مِنْهُمْ أَتَعْلَمُونَ أَنَّ صَالِحًا مُّرْسَلٌ مِّن رَّبِّهِ ۚ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلَ بِهِ مُؤْمِنُونَ (75) قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا بِالَّذِي آمَنتُم بِهِ كَافِرُونَ (76)
“(75) Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah, yaitu orang-orang yang telah beriman diantara kaumnya, ‘Tahukah kamu bahwa Shalih adalah seorang rasul dari Tuhannya?’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami percaya kepada apa yang disampaikannya’; (76) Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, ‘Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu percayai’.” (QS Al-A’raf : 75-76)
Disebutkan bahwasanya setelah unta tersebut keluar, Nabi Shalih memerintahkan agar tidak ada yang mengganggu unta tersebut dan membiarkannya hidup tenang. Allah berfirman tentang perkataan Nabi Shalih:
هَٰذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ لَكُمْ آيَةً ۖ فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي أَرْضِ اللَّهِ ۖ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Ini (seekor) unta betina dari Allah sebagai tanda untukmu. Biarkanlah ia makan di bumi Allah, janganlah disakiti, nanti akibatnya kamu akan mendapatkan siksaan yang pedih.” (QS Al-A’raf : 73)
Nabi Shalih juga memerintahkan kepada mereka agar memberi waktu khusus kepada unta tersebut minum dari sumur. Allah berfirman:
قَالَ هَٰذِهِ نَاقَةٌ لَّهَا شِرْبٌ وَلَكُمْ شِرْبُ يَوْمٍ مَّعْلُومٍ
“Dia (Shalih) menjawab, ‘Ini seekor unta betina, yang berhak mendapatkan (giliran) minum, dan kamu juga berhak mendapatkan minum pada hari yang ditentukan’.” (QS Asy-Syu’ara : 155)
Kaum Tsamud mendapat banyak manfaat dari keberadaan unta tersebut, mereka bisa meminum susu yang sangat lezat dari unta tersebut. Jika tiba hari jatah minum sang unta maka mereka tidak boleh mengambil air dari sumur itu sama sekali. Maka sang unta minum dari sumur di pagi hari sementara di sore hari mereka memerah susu yang banyak dari unta tersebut. Mereka baru boleh mengambil air dari sumur tersebut keesokan harinya yaitu pada jatah giliran mereka (Lihat Tafsir al-Qurthubi 13/131). Semua ini dilakukan agar mereka mau meninggalkan kesyirikan mereka. Namun kemudian mereka jengkel, dan mulai membantah Nabi Shalih. Allah berfirman:
قَالُوا يَا صَالِحُ قَدْ كُنتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَٰذَا ۖ أَتَنْهَانَا أَن نَّعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِّمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ
“Mereka (kaum Tsamud) berkata, “Wahai Shalih! Sungguh engkau sebelum ini berada di tengah-tengah kami merupakan orang yang diharapkan, mengapa engkau melarang kami menyembah apa yang disembah oleh nenek moyang kami? Sungguh kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap apa (agama) yang engkau serukan kepada kami.” (QS Hud : 62)