9. فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
fa-ammaa alyatiima falaa taqhar
“Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang”
Tafsir Surat Adh-Dhuha Ayat-9
Yaitu “sebagaimana dahulu engkau yatim lalu Allah mengayomimu maka janganlah engkau berlaku buruk kepada anak yatim”.
Ayat ini merupakan ayat yang paling dimengerti oleh Nabi. Beliau benar-benar mengetahui bagaimana kondisi seorang anak yatim karena Nabi pada masa kecilnya hidup dalam keadaan yatim. Dan yatimnya Nabi adalah yatim yang sempurna. Beliau sama sekali tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah, bahkan ditinggal mati pula oleh ibunya ketika beliau berumur 6 tahun, di saat dia mulai merasakan kasih sayang seorang ibu. Sehingga dia sangat mengetahui bagaimana perasaan seorang yang kehilangan ibu. Sehingga Nabi tidak mungkin mencela seorang yatim. Tidak mungkin Nabi akan bersikap sewenang-wenang terhadap anak yatim karena beliau pernah merasakan hidup dalam keyatiman. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
“Aku dan orang yang mengurus anak yatim berada di surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan kedua jarinya yaitu telunjuk dan jari tengah. (HR Al-Bukhari no. 6005)