4. لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
laqad khalaqnaa al-insaana fii ahsani taqwiimin
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
Tafsir Surat At-Tiin Ayat-4
Allah bersumpah dengan empat perkara pada ayat-ayat sebelumnya untuk menekankan bahwasanya Allah menciptakan manusia di atas bentuknya yang paling baik. Para salaf mengatakan, diantara bukti manusia diciptakan dalam bentuk yang paling indah adalah manusia diciptakan dalam bentuk tegak apabila berdiri. Berbeda dengan hewan, yang pada umumnya mereka berjalan bungkuk atau seakan-akan merunduk. Baik itu hewan berkaki dua ataupun berkaki empat. Ini sekaligus bantahan terhadap teori evolusi Darwin yang meyakini bahwasanya manusia itu asalnya hasil perubahan dari monyet. Karena seandainya teori evolusi itu benar niscaya monyet sekarang bentuknya berbeda dari monyet yang dahulu. Kenyataannya tidak ada perbedaan antara monyet ratusan atau ribuan tahun yang lalu dengan monyet yang sekarang. Oleh karena itu, pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang bathil, karena sesungguhnya manusia sejak awalnya diciptakan yaitu Nabi Adam sudah dalam bentuk yang terbaik.
Diantara bukti lain kata para salaf yaitu manusia makan dengan tangan. Berbeda dengan kebanyakan hewan, apabila mereka makan maka langsung dengan mulutnya. Tangan manusia bisa difungsikan untuk berbagai hal yang tidak bisa dilakukan oleh hewan. Diantaranya pula yaitu Allah menjadikan manusia memiliki akal yang cerdas. Berbeda dengan hewan yang tidak ada satu pun dari mereka yang bisa secerdas manusia. Demikian juga manusia memiliki lisan yang menakjubkan bisa mengungkapkan berbagai macam hal, lain halnya dengan manusia. Selain itu, tidak ada hewan yang memiliki wajah rupawan dan tubuh yang indah seperti manusia. Ini menunjukkan akan sempurnanya penciptaan manusia.
Bahkan sebagian ulama -seperti Ibnul ‘Arobi- menjelaskan sisi lain dari kesempurnaan manusia, yaitu bukan hanya dari sisi bentuk anggota tubuh, bahkan juga dari sisi akhlak dan sifat. Ibnul ‘Arobi rahimahullah berkata :
لَيْسَ لِلَّهِ تَعَالَى خَلْقٌ هُوَ أَحْسَنُ مِنْ الْإِنْسَانِ، فَإِنَّ اللَّهَ خَلَقَهُ حَيًّا عَالِمًا، قَادِرًا، مُرِيدًا، مُتَكَلِّمًا، سَمِيعًا، بَصِيرًا، مُدَبِّرًا، حَكِيمًا، وَهَذِهِ صِفَاتُ الرَّبِّ، وَعَنْهَا عَبَّرَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ، وَوَقَعَ الْبَيَانُ بِقَوْلِهِ: «إنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ عَلَى صُورَتِهِ»، يَعْنِي عَلَى صِفَاتِهِ الَّتِي قَدَّمْنَا ذِكْرَهَا
“Tidak ada ciptaan Allah yang lebih indah daripada manusia. Sesungguhnya Allah menciptakannya hidup, berilmu, berkehendak, berbicara, mendengar, melihat, mengatur, bijak, dan ini semua adalah sifat-sifat Rabb. Dan inilah yang sebagian ulama mengungkapkannya dengan perkataannya : “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas bentukNya” yaitu atas sifat-sifatNya yang telah lalu penyebutannya” (Ahkaamul Qur’aan 4/415)
Ibnul ‘Arobi dalam tafsirnya juga menyebutkan suatu kisah tentang seorang yang bernama ‘Isa bin Musa Al-Hasyim. Dia adalah seorang lelaki yang sangat cinta kepada istrinya, diantaranya karena kecantikan yang dimiliki oleh istrinya tersebut, dia pernah mengungkapkan satu ungkapan yang sangat berbahaya, dia berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, jika kamu tidak lebih indah daripada rembulan maka kamu aku cerai talak tiga.” Seketika istrinya langsung bangkit dan segera berhijab dari suaminya ketika mendengar kalimat itu. Karena dia menganggap bahwasanya dirinya telah jatuh talak tiga. Hal ini karena orang Arab dahulu jika ingin mengungkapkan ketampanan/kecantikan yang paling puncak maka mereka akan menjadikan rembulan sebagai perumpamaan. Sehingga istrinya tidak merasa lebih indah dari rembulan. Suaminya pun menyesal atas perkataannya. Dia lalu pergi ke Abu Ja’far Al-Manshur menyampaikan kegundah-gulanaannya. Abu Ja’far al-Manshur pun mengumpulkan seluruh fuqaha (ahli fiqih) untuk menyelesaikan masalah ini, apakah telah jatuh talak tiga pada istrinya. Maka seluruh ahli fiqih mengatakan bahwa telah jatuh talak tiga. Kecuali satu orang dari sahabat Imam Abu Hanifah. Dia tidak setuju dengan kesimpulan mereka dan menganggap bahwasanya talak tiga belum jatuh. Ketika dia ditanya, dia menjawab bahwa bagaimanapun manusia lebih indah daripada rembulan. Kemudian beliau menyitir ayat ini, “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Akhirnya sang istri kembali kepada suaminya karena tidak jadi jatuh talak tiga. (lihat Ahkaamul Qur’aan 4/415-416 dan dinukil juga oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya 20/114)
Ini hanyalah sekedar kisah yang menunjukkan bahwasanya manusia dibuat dengan bentuk yang sangat menakjubkan. Andai saja Allah manciptakan manusia dengan paru-paru yang ditempatkan di posisi jantung sekarang, jantung diletakkan di luar tubuh, hidung yang diletakkan di perut, dan organ-organ tubuh lainnya tidak sebagaimana sekarang, niscaya akan menghasilkan tubuh yang aneh. Maka sepatutnya manusia itu bersyukur atas kesempurnaan yang diberikan oleh Allah terhadap bentuk tubuhnya. Allah berfirman:
وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memerhatikan?” (QS Adz-Dzariyat : 21)
Tidak usah jauh-jauh cukup dengan melihat dan mengamati organ-organ tubuh kita maka kita akan mengetahui betapa sempurnanya tubuh manusia telah diciptakan oleh Allah. Dan yang lebih paham akan hal ini adalah para dokter.
Kita renungkan saja tentang jumlah saraf mata menuju ke otak. Saraf mata itu ibarat kabel-kebel kecil yang mengantarkan informasi dari kamera (mata) menuju komputer otak. Sebagian dokter menyatakan bahwa jumlah kabel saraf mata tersebut hingga 20 juta, yang setiap saraf itu memiliki fungsi tersendiri yang membantu penglihatan sehingga menjadikan pandangan menjadi tajam dan detail. Ada saraf yang menangkap warna tertentu, ada saraf yang menangkap bentuk tertentu, panjang, lebar, gelap, terang, dan lain-lain. Kalau ada kekurangan pada sebagian saraf mata maka akan mempengaruhi penglihatan. Oleh karenanya ada sebagian orang yang buta warna, hal itu karena sebagian sarafnya bermasalah.
Namun meskipun demikian Allah tidak memasang kabel saraf pada mata munusia untuk melihat jin dan malaikat, tentu hal ini karena ada maslahat bagi manusia dan ketenangan hidup mereka. Namun Allah meletakan kabel saraf tersebut pada ayam yang bisa melihat malaikat dan kabel saraf pada anjing yang bisa melihat jin.
Jika kabel-kabel saraf tersebut putus maka tidak ada yang bisa menyambungnya kecuali Allah, siapa yang bisa menyambung 20 juta kabel tersebut?
Ada seorang hafiz al-Qur’an mengalami kecelakaan sehingga saraf penglihatannya terputus maka iapun tidak bisa melihat lagi. Bahkan ada seseorang yang dia sebelum tidur Bersama kawan-kawannya dalam kondisi sehat wal afiyat, tatkala terjaga ia tidak bisa melihat apa-apa. Lalu ia bertanya kepada kawan-kawannya, “kenapa lampu mati?”. Mereka menjawab, “Lampu tidak ada yang mati?”. Ia berkata, “Apakah kalian serius?, jangan bercanda?”. Ternyata ia tidak bisa lagi melihat karena saraf matanya telah putus. Ini menunjukan kita selalu membutuhkan Allah dalam segala kondisi, kita selalu membutuhkan Allah dalam segala hal.