Kedudukan Sahabat Nabi Dalam Islam
(Khutbah Jumat)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، ومِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هدى مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عليهِ وَسلَّم، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، أُوْصِيْكُم وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله، فَقَد فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Para hadirin salat Jumat yang dirahmati oleh Allah ﷻ.
Di antara keimanan yang ditekankan di dalam syariat Islam adalah mencintai para sahabat Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karenanya, para ulama menulis di dalam buku akidah-akidah mereka tentang mencintai para sahabat Nabi Muhammad ﷺ. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
آيَةُ الإِيمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ
“Di antara tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar.”([1])
Bagaimana tidak? Kita mencintai para sahabat, sementara merekalah yang telah berjuang mengemban dakwah Nabi Muhammad ﷺ untuk menyebarkan Islam, hingga tersebar ke segala penjuru alam semesta ini. Para sahabat radhiallahu ‘anhum telah dipuji oleh Allah ﷻ di dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an. Dipuji dengan pujian yang sangat tinggi. Di antaranya Allah ﷻ berfirman,
﴿وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ﴾
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100)
Adapun kita yang datang setelah para sahabat, bagaimana kita bisa masuk surga? Allah ﷻ mensyaratkan agar kita mengikuti para sahabat dengan pengikutan yang baik. Sebagaimana firman Allah ﷻ,
﴿وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ﴾
“Dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.” (QS. At-Taubah: 100)
Mereka mengikuti para sahabat dengan pengikutan yang baik, maka mereka juga diridai oleh Allah ﷻ, mereka juga rida kepada Allah ﷻ, dan mereka juga masuk surga. Bayangkan bagaimana Allah ﷻ mensyaratkan kita untuk masuk surga hanya dengan harus mengikuti jalan para sahabat radhiallahu ‘anhum.
Di antara pujian Allah ﷻ kepada para sahabat adalah firman-Nya,
﴿لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ﴾
“Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon.” (QS. Al-Fath: 18)
Jumlah sahabat yang membaiat Rasulullah ﷺ kala itu adalah 1400 orang di bawah sebuah pohon.
﴿فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثابَهُمْ فَتْحاً قَرِيباً﴾
“Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al-Fath: 18)
Allah ﷻ tidak hanya merekomendasikan zahir para sahabat saja, bahkan Allah ﷻ merekomendasi isi hati para sahabat. Allah ﷻ juga berfirman,
﴿لِلْفُقَراءِ الْمُهاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوالِهِمْ﴾
“(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya.” (QS. Al-Hasyr: 8)
Allah ﷻ memuji keikhlasan kaum Muhajirin karena mereka telah meninggalkan kampung dan harta mereka. Siapa yang bisa memastikan keikhlasan amal kita? Tidak ada yang tahu. Akan tetapi, Allah ﷻ telah memastikan bahwa para Sahabat adalah orang-orang yang ikhlas. Tatkala mereka hijrah, tujuan mereka adalah mencari rida Allah ﷻ. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,
﴿يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْواناً﴾
“Demi mencari karunia dari Allah dan keridaan-Nya).” (QS. Al-Hasyr: 8)
Dan Allah ﷻ memberi pujian yang luar biasa,
﴿وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولئِكَ هُمُ الصَّادِقُون﴾
“Dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)
Inilah bentuk pujian Allah ﷻ kepada para sahabat. Bahkan, para sahabat bukan hanya dipuji di dalam Al-Qur’an. Allah ﷻ menyatakan bahwasanya para sahabat juga telah tersebutkan di dalam Taurat dan Injil. Allah ﷻ berfirman,
﴿مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَماءُ بَيْنَهُمْ تَراهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْواناً سِيماهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْراةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوى عَلى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيما﴾
“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 29)
Ternyata, para sahabat telah dipuji oleh Allah ﷻ di dalam kitab Taurat. Meskipun sekarang kita tidak mendapatkannya karena telah dirusak oleh kaum Yahudi, ternyata para sahabat pernah dipuji di dalam kitab Taurat.
Begitu juga di dalam kitab Injil. Suatu kaum yang luar biasa. Allah ﷻ berfirman,
﴿كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ﴾
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS. Ali ‘Imran: 110)
Bagaimana mereka bukan umat yang terbaik, sementara guru mereka adalah Rasulullah ﷺ, Nabi terbaik? Maka, wajar dan sudah sepantasnya murid-muridnya adalah umat yang terbaik. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku (sahabat), kemudian setelahnya, dan kemudian setelahnya.” ([2])
Barang siapa yang membaca sejarah para sahabat, maka mereka akan mendapatkan kisah-kisah yang menakjubkan dan luar biasa, yang mana jika tidak diriwayatkan dengan riwayat-riwayat yang sahih, maka kita akan berkata itu hanyalah khayalan. Tetapi, kisah-kisah tersebut diriwayatkan dengan riwayat-riwayat yang sahih, yang menjelaskan bahwasanya itu pernah terjadi.
Lihatlah, bagaimana para sahabat radhiallahu ‘anhum berjuang bersama Nabi Muhammad ﷺ dengan perjuangan yang luar biasa. Ada satu perang yang disebut dengan perang Dzatur Riqa’, dimana para sahabat harus berjalan ratusan kilo meter. Mereka berjalan hanya untuk mengejar para musuh dengan melewati bebatuan dan kerikil, hingga membuat sepatu-sepatu mereka rusak. Akhirnya, mereka harus melilitkan kain di kaki-kaki mereka untuk berjalan ratusan kilo.
Lihatlah para sahabat radhiallahu ‘anhum, diriwayatkan tentang bagaimana mereka yang meskipun mereka berjihad, mereka juga berpuasa di jalan Allah ﷻ. Lihatlah, bagaimana di dalam perang Mu’tah. Para sahabat harus berjalan dari kota Madinah menuju kota Mu’tah 1100 kilo meter di zaman tersebut, untuk menghadapi pasukan Romawi yang jumlahnya tatkala itu 200.000 dan sementara jumlah sahabat kala itu 3.000 sahabat radhiallahu ‘anhum.
Jika kita melihat bagaimana salat mereka, lihatlah ‘Abbad bin Bisyr t. Suatu hari, Rasulullah ﷺ menugaskannya untuk berjaga di malam hari. Dan tatkala dia mendirikan salat, tiba-tiba ada anak panah dari orang-orang musyrikin yang mengenai tubuhnya. Lantas, darah pun mengalir dari tubuhnya, namun dia pun tetap melanjutkan salatnya, meskipun tubuhnya telah terkena anak panah. Kemudian, datang lagi anak panah yang kedua mengenai tubuhnya, lalu mengalirkan darah dan dia pun tetap melanjutkan salatnya. Kemudian, datang lagi anak panah yang ketiga yang mengenai tubuhnya, lalu darah terus mengalir. Setelah itu, ‘Ammar bin Yasir k merasa kasihan melihat ‘Abbad bin Bisyr radhialahu ‘anhu, ada apa gerangan yang terjadi terhadapnya. Maka ‘Abbad bin Bisyr radhialahu ‘anhu mengatakan bahwa dia tadi sedang membaca satu surat dan tidak ingin berhenti sebelum selesai membacanya. Meskipun dia telah terkena anak panah, dia masih menikmati dan berlezat-lezat membaca surat tersebut di dalam salat. Inilah para sahabat radhiallahu ‘anhum.
Apakah ada di antara kita yang bisa menginfakkan seluruh hartanya? Mustahil di zaman sekarang ini jika ada orang yang menginfakkan seluruh hartanya. Akan tetapi, di antara para sahabat ada yang bisa melakukan itu. Lihatlah Abu Bakar radhialahu ‘anhu yang menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah ﷻ, sampai-sampai Nabi Muhammad ﷺ bertanya kepadanya,
مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ
“Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu.”
Abu Bakar radhialahu ‘anhu berkata,
أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan rasul-Nya.” ([3])
Para hadirin yang dirahmati oleh Allah ﷻ.
Oleh karenanya, sungguh jika kita melihat bagaimana perjuangan, ibadah dan keimanan para sahabat, maka seakan-akan itu hanyalah khayalan. Akan tetapi, sejatinya itu adalah kenyataan, karena diriwayatkan dengan hadis-hadis yang sahih.
Kenapa kita tidak merasa heran? Karena guru mereka adalah Rasulullah ﷺ. Di antara para sahabat yang paling mulia, yang paling senior adalah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, yang mana Nabi Muhammad ﷺ bersabda tentangnya,
خَيْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ
“Sebaik-baik orang dalam umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar t.”([4])
Rasulullah ﷺ telah menjamin Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dalam surga. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّة
“Abu Bakar t di surga.” ([5])
Bahkan, turun ayat-ayat Al-Qur’an memuji Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Di antaranya firman Allah ﷻ,
﴿وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى، الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى، وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى، إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى، وَلَسَوْفَ يَرْضَى﴾
“Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya), dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).” (QS. Al-Lail: 17-21)
Para ulama berijmak bahwa ayat-ayat ini turun kepada Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Tatkala di fase Makkah. Pada awal dakwah Nabi Muhammad ﷺ, banyak budak yang disiksa, di antaranya adalah Bilal bin Rabah radhiallahu ‘anhu. Dia disiksa oleh tuannya, yaitu Umayyah bin Khalaf. Batu diletakkan di atas dadanya, dijemur di bawah terik matahari, dihinakan, anak-anak mengaraknya di atas pasir mengelilingi kota Makkah. Maka Rasulullah ﷺ mendatangi Abu Bakar radhiallahu’anhu dan berkata,
كَانَ يُعَذَّبُ فِي اللَّهِ
“(Bilal) disiksa karena Allah ﷻ.” ([6])
Abu Bakar radhiallahu’anhu paham bahwa Rasulullah ﷺ ingin agar dia membebaskan Bilal radhiallahu’anhu, namun Rasulullah ﷺ tidak mampu untuk membebaskan Bilal radhiallahu ‘anhuatkala itu. Sementara, Abu Bakar radhiallahu’anhu adalah saudagar yang kaya raya. Maka, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu pun datang lalu membebaskan Bilal dengan harga yang mahal. Dan ada tujuh sahabat yang dahulu merupakan budak yang dibebaskan oleh Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Sampai-sampai ayahnya mengatakan, “Wahai Abu Bakar, jika kau ingin membebaskan budak, bebaskanlah budak yang kuat dan bukan budak-budak yang lemah”. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku mencari wajah Allah ﷻ”. Maka, saat itu turunlah ayat yang menjelaskan bahwasanya Abu Bakar radhiallahu ‘anhu membebaskan Bilal radhiallahu ‘anhu bukan karena ada hutang budi sama sekali, tapi semata-mata karena mencari rida Allah ﷻ. Ayat tersebut adalah yang telah kita sebutkan,
﴿إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى﴾
“Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.” (QS. Al-Lail: 20)
Maka, apa balasan yang Allah ﷻ berikan kepada Abu Bakar radhiallahu ‘anhu? Allah ﷻ berfirman,
﴿وَلَسَوْفَ يَرْضَى﴾
“Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).” (QS. Al-Lail: 21)
Artinya, dia akan rida dan puas dengan surga Allah ﷻ di hari kiamat kelak.
Di antara ayat yang turun kepada Abu Bakar radhiallahu ‘anhuadalah tatkala terjadi fitnah yang dituduhkan kepada Sayyidah ‘Aisyah i sebagai pezina. Di antara yang menuduhnya sebagai pezina adalah Misythah, kerabat Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, yang mana selama itu Abu Bakar radhiallahu ‘anhulah yang selalu memberi infak kepadanya untuk makan dan minumnya. Namun ternyata Misythah membalas kebaikan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dengan keburukan, yaitu menuduh putrinya sebagai pezina. Maka, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu pun marah tatkala itu. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku tidak akan memberi infak lagi kepada Misythah”. Maka, Allah ﷻ menurunkan ayat untuk menegur Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)
Setelah itu, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku memaafkannya”. Dari sini telah jelas bahwa Allah ﷻ mengampuni dosa-dosa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu karena dia telah memaafkan Misythah.
Di antara ayat yang agung yang memuji Abu Bakar radhiallahu ‘anhu adalah firman Allah ﷻ,
﴿إِلاَّ تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُما فِي الْغارِ إِذْ يَقُولُ لِصاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنا﴾
“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40)
Allah ﷻ menjadikan orang yang menemani Rasulullah ﷺ berhijrah adalah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Di dalam hadis disebutkan bahwa tatkala Abu Bakar radhiallahu ‘anhu ketakutan, Rasulullah ﷺ bersabda,
يَا أَبَا بَكْرٍ مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا
“Wahai Abu Bakar, bagaimana menurutmu tentang dua orang sedangkan Allah ketiga bersama mereka.”([7])
Ini menjadi dalil bahwasanya Allah ﷻ bersama Nabi Muhammad ﷺ dan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Adapun hadis-hadis yang menceritakan tentang keutamaan-keutamaan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sangatlah banyak. Dialah lelaki pertama yang masuk Islam. Sehingga, Ibnu Hajar mengatakan bahwa seluruh orang (dewasa) yang masuk Islam setelah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, maka seluruh pahalanya mengalir kepada Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Kenapa? Karena dia telah memberi contoh yang baik dan diikuti oleh orang-orang, dan semua orang mencontohnya dan mengikutinya, maka pahala mereka mengalir kepada Abu Bakar radhiallahu ‘anhu.
Begitu juga, ketika Abu Bakar radhiallahu ‘anhu masuk Islam, beliau berdakwah dengan luar biasa, seakan-akan dia berdakwah seperti Nabi Muhammad ﷺ, sehingga orang-orang yang sangat mulia, yang dijamin masuk surga, masuk Islam di tangan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Seperti Abdurrahman bin ‘Auf, Zubair bin ‘Awwam, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Sa’d bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhum. Mereka adalah di antara sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah ﷺ, dan ternyata mereka masuk Islam melalui Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Maka, bagaimana dengan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sendiri?
Abu Bakar radhiallahu ‘anhu diberi gelar ash-Shiddiq, yang senantiasa membenarkan. Suatu hari Rasulullah ﷺ naik ke atas gunung Uhud bersama Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman radhiallahu ‘anhum. Tiba-tiba gunung Uhud bergetar, maka Rasulullah ﷺ bersabda,
اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ، وَصِدِّيقٌ، وَشَهِيدَانِ
“Tenanglah engkau wahai Uhud, sesungguhnya di atasmu ada seorang Nabi, ash-Shiddiq (Abu Bakar) dan dua orang yang mati syahid (‘Umar dan ‘Utsman).” ([8])
Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا دَعَوْتُ أَحَدًا إِلَى الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ عِنْدَهُ كَبْوَةً وَنَظْرَةً إِلَّا مَا كَانَ مِنْ أَبِيْ بَكْرٍ بْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ
“Tidaklah Aku memaparkan agama ini kepada seorang pun kecuali ada timbul keraguan (tidak langsung menerima), kecuali Abu Bakar bin Abu Quhafah (dia langsung menerimanya).”([9])
Kecuali Abu Bakar radhiallahu ‘anhuyang menerima dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Kenapa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu langsung menerima dakwah Nabi Muhammad ﷺ? Karena Abu Bakar radhiallahu ‘anhu adalah sahabat Nabi Muhammad ﷺ. Sebelum beliau diangkat menjadi nabi, dia adalah teman karib Rasulullah ﷺ. Dia tahu betul siapa saja sahabat karib Rasulullah ﷺ. Maka, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu adalah sahabat Nabi Muhammad ﷺ, apalagi setelah beliau menjadi nabi.
Disebutkan di dalam Shahih Bukhari bahwa suatu hari Abu Darda’ t berkata,
كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ آخِذًا بِطَرَفِ ثَوْبِهِ حَتَّى أَبْدَى عَنْ رُكْبَتِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَّا صَاحِبُكُمْ فَقَدْ غَامَرَ، فَسَلَّمَ وَقَالَ: إِنِّي كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَ ابْنِ الخَطَّابِ شَيْءٌ، فَأَسْرَعْتُ إِلَيْهِ ثُمَّ نَدِمْتُ، فَسَأَلْتُهُ أَنْ يَغْفِرَ لِي فَأَبَى عَلَيَّ، فَأَقْبَلْتُ إِلَيْكَ، فَقَالَ: يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ، ثَلاَثًا، ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ نَدِمَ، فَأَتَى مَنْزِلَ أَبِي بَكْرٍ، فَسَأَلَ: أَثَّمَ أَبُو بَكْرٍ؟ فَقَالُوا: لاَ، فَأَتَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمَ، فَجَعَلَ وَجْهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَمَعَّرُ، حَتَّى أَشْفَقَ أَبُو بَكْرٍ، فَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَاللَّهِ أَنَا كُنْتُ أَظْلَمَ، مَرَّتَيْنِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي إِلَيْكُمْ فَقُلْتُمْ كَذَبْتَ، وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ صَدَقَ، وَوَاسَانِي بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَهَلْ أَنْتُمْ تَارِكُوا لِي صَاحِبِي، مَرَّتَيْنِ، فَمَا أُوذِيَ بَعْدَهَا
“Saya sedang duduk bersama Nabi Muhammad ﷺ. Tiba-tiba Abu Bakar t datang terburu-buru sambil memegang ujung bajunya hingga kedua lututnya kelihatan. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya teman kalian dalam kondisi yang berat’. Kemudian, Abu Bakar t mengucapkan salam dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, tadi ada masalah antara aku dengan ‘Umar, maka aku bersegera mengucapkan kata-kata yang kasar kepada ‘Umar, lalu aku menyesal (karena telah mengucapkan kata yang kasar kepadanya). Maka, aku datang kepadanya agar memaafkanku (karena telah berkata kasar), namun dia enggan memaafkanku. Maka, aku datang kepadamu, wahai Rasulullah.’ Maka, Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah mengampunimu, wahai Abu Bakar (tiga kali).” Kemudian Umar menyesal (karena tidak memaafkan Abu Bakar). Kemudian, dia mendatangi rumah Abu Bakar. Kemudian, dia bertanya kepada keluarga Abu Bakar: ‘Apakah Abu Bakar di rumah?’. Maka mereka menjawab: ‘Dia tidak ada.’ Kemudian dia pun mendatangi Nabi Muhammad ﷺ, kemudian mengucapkan salam. (Perawi hadis mengatakan): “Maka, kelihatan dari wajah Nabi Muhammad ﷺ jengkel kepada ‘Umar.” (Karena ‘Umar tidak memaafkan sahabatnya, yaitu Abu Bakar k). Sehingga Abu Bakar merasa kasihan, lalu meletakkan kedua lututnya di tanah. Lalu, dia berkata kedua kalinya: “Wahai Rasulullah, Aku yang bersalah, bukan ‘Umar. Namun, Rasulullah ﷺ tetap membela Abu Bakar. Beliau ﷺ bersabda: “Allah ﷻ mengutusku kepada kalian dan kalian berkata Muhammad pendusta. Adapun Abu Bakar mengatakan Muhammad benar”. Waktu kalian mendustakan Aku, yang membenarkan adalah Abu Bakar. “Dia telah membelaku dengan jiwanya dan hartanya. Bisakah kalian tidak mengganggu sahabatku (Abu Bakar) Demi Aku. (dua kali beliau mengucapkannya). Setelah itu tidak ada yang berani mengganggu Abu Bakar. ([10])
Tatkala ‘Umar enggan memaafkan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Dia menjadi gelisah. Akhirnya, dia melaporkan hal ini kepada Rasulullah ﷺ. Maka, Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah mengampunimu, wahai Abu Bakar”. Nabi Muhammad ﷺ mengulanginya tiga kali. Seakan-akan Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Meskipun ‘Umar tidak memaafkan engkau wahai Abu Bakar, Allah memaafkanmu dan janganlah khawatir.”
‘Umar adalah sahabat yang dijamin masuk surga. Setan takut bertemu dengan ‘Umar. Namun, tatkala ‘Umar dihadapkan dengan Abu Bakar dan tidak memaafkan kesalahannya, membuat Rasulullah ﷺ marah. Rasulullah ﷺ tetap membela Abu Bakar. Setelah itu tidak ada yang berani mengganggu Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, karena dibela oleh Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا نَفَعَنِي مَالٌ قَطُّ، مَا نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ
“Tidak ada harta yang bermanfaat, seperti manfaatnya harta Abu Bakar.” ([11])
Kenapa Rasulullah ﷺ mengatakan demikian? Karena Abu Bakar radhiallahu ‘anhu berinfak di awal Islam, yang tatkala zaman itu infak diperlukan. Infak tersebut menjamin berlangsungnya Islam. Itulah infak para sahabat. Maka dari itu, hendaknya kita mengetahui sabda Nabi Muhammad ﷺ,
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ، ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ، وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela para sahabatku, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan (hartanya) sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai infak mereka, (meskipun) sebesar satu genggam atau setengahnya.” ([12])
Meskipun para sahabat mempunyai kesalahan, akan tetapi kebaikan mereka tidak dapat disamakan dengan kebaikan seseorang. Meskipun kesalahan mereka sedikit, janganlah menjadikan kesalahan mereka sebagai bahan untuk mencaci maki mereka. Karena infak mereka di awal Islam berkaitan dengan berlanjutnya Islam atau tidak.
Para hadirin yang dirahmati Allah ﷻ.
Ini merupakan sedikit gambaran dari keutamaan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, bagaimana infak dan ibadahnya. Suatu hari Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ صَائِمًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ جَنَازَةً؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مِسْكِينًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ عَادَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مَرِيضًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ، إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa di antara kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Aku (wahai Rasulullah)”. Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini ikut mengiringi jenazah?” Abu Bakar berkata: “Aku (wahai Rasulullah)”. Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini memberi makan kepada seorang miskin?” Abu Bakar berkata: “Aku (wahai Rasulullah)”. Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar berkata: “Aku (wahai Rasulullah)”. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidaklah sifat-sifat ini berkumpul kepada seseorang kecuali dia masuk surga.” ([13])
Subhanallah, seluruh hidupnya penuh dengan ibadah
‘Umar bin Khatthab t pernah berkata,
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ، فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي، فَقُلْتُ: الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا، فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟»، قُلْتُ: مِثْلَهُ، قَالَ: وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟» قَالَ: أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، قُلْتُ: لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا
“Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk bersedekah. Dan saat itu Aku memiliki harta, maka aku berkata: “Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar, jika aku bisa mengalahkan Abu Bakar (dalam masalah ibadah) pada hari ini”. Maka, aku membawa setengah hartaku (kepada Rasulullah ﷺ). Lalu, Rasulullah ﷺ bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Aku berkata, “setengah hartaku”. Tiba-tiba Abu Bakar datang dengan membawa seluruh hartanya. Lalu, Rasulullah ﷺ bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”. Abu Bakar berkata, “Aku sisakan untuk mereka Allah dan rasul-Nya.” Aku berkata, “Aku tak mampu mengalahkanmu selamanya.” ([14])
Hendaknya bagi kita harus selalu cinta kepada Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Bagaimana kita tidak mencintai Abu Bakar? Orang yang paling dicintai oleh Rasulullah ﷺ dari kalangan laki-laki adalah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. ‘Amr bin Al-‘Ash t berkata,
أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: عَائِشَةُ قُلْتُ: مِنَ الرِّجَالِ؟ قَالَ: أَبُوهَا
“Siapakah orang yang paling engkau cintai?” Rasulullah ﷺ bersabda: “Aisyah”. Aku berkata, “Dari kalangan laki-laki?”. Beliau bersabda, “Ayahnya (Abu Bakar)”. ([15])
Maka dari itu, mencintai Abu Bakar radhiallahu ‘anhu adalah ibadah, keimanan dan kebanggaan. Sebagaimana Anas bin Malik t berkata,
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Aku mencintai Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, ‘Umar. Dan aku berharap dikumpulkan dengan mereka pada hari kiamat kelak, karena aku cinta kepada mereka, meskipun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” ([16])
Oleh karenanya, para ulama s berkata,
كَانَ السَّلَفُ يُعَلِّمُونَ أَوْلَادَهُمْ حُبَّ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ كَمَا يُعَلِّمُونَ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ
“Para salaf dahulu mengajarkan anak-anak mereka untuk cinta kepada Abu Bakar dan ‘Umar sebagaimana mereka mengajarkan anak-anak mereka surah-surah dalam Al-Qur’an.” ([17])
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الأيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْم أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشْهَدُ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ، أَللَّهُمَّ صَلِى عَلَيهِ وعَلَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ
Hadirin yang dirahmati Allah ﷻ.
Kelompok sesat Syiah, mereka ingin menjauhkan manusia dari para pahlawan umat ini, yaitu para sahabat. Padahal, para sahabatlah yang telah berjuang dan mengemban dakwah Nabi Muhammad ﷺ, sehingga Islam tersebar di penjuru alam dunia ini.
Orang-orang Syiah ingin menjauhkan generasi kita dengan generasi pahlawan, yaitu para sahabat radhiallahu ‘anhum. Para sahabat adalah orang yang paling dibenci oleh mereka. Padahal, Allah ﷻ telah berfirman tentang para sahabat,
﴿كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ﴾
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,” (QS. Ali ‘Imran: 110)
Maksudnya adalah para sahabat radhiallahu ‘anhum. Namun, orang-orang Syiah mengatakan bahwa para sahabat adalah umat yang terburuk. Jika kita mengatakan bahwa orang yang paling dicintai oleh Nabi Muhammad ﷺ adalah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu di surga, adapun mereka mengatakan bahwa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu berada di neraka Jahanam yang paling bawah.
Oleh karenanya, di antara doa mereka dikenal dengan doa “Shanamai Quraisy”, maksudnya doa dua berhala Quraisy. Yaitu doa yang afdal menurut mereka. Barang siapa yang membaca doa ini, maka seakan-akan dia berjihad bersama Nabi Muhammad ﷺ, dalam perang Badr, Uhud dan Hunain, dan dia telah melepas satu juta anak panah. Hanya cukup dengan membaca doa ini,
اللهُمَّ الْعَنْ صَنَمَي قُرَيْشٍ والْعَنْ أتْبَعَهُمَا وَمُحِبِّهِمَا
“Ya Allah, laknatlah dua berhala Quraisy (Abu Bakar dan ‘Umar) dan laknatlah orang-orang yang mengikuti mereka dan orang-orang yang cinta kepada mereka dan kekalkanlah mereka di neraka Jahanam.”
Inilah doa dan kebencian mereka kepada Abu Bakar dan ‘Umar i. Di antara perkataan mereka terhadap Abu Bakar dan ‘Umar i, adalah, “Abu Bakar memang salat di belakang Nabi Muhammad ﷺ, akan tetapi dia memakai kalung berhala. Sehingga jika dia sujud, bukan sujud kepada Allah ﷻ, tetapi sujud terhadap berhala.”
Kita telah mengatakan bahwa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu diberikan gelar oleh Nabi Muhammad ﷺ dengan ash-Shiddiq. Tatkala Rasulullah ﷺ isra’ Mikraj 1400 tahun yang lalu. Pada zaman itu beliau mengabarkan bahwa beliau pergi dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa, lalu naik hingga langit ke tujuh dan pulang, kurang dari satu malam. Semua orang meragukannya, orang-orang Quraisy datang kepada Abu Bakar radhiallahu ‘anhudan mengatakan: “Wahai Abu Bakar, sahabatmu (Muhammad) mengatakan demikian dan demikian.” Abu Bakar menjawab: “Jika dia mengabarkan demikian atau lebih dari pada itu, maka akan aku benarkan.” Sejak itulah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu diberikan gelar ash-Shiddiq (Yang senantiasa membenarkan). Namun, apa kata orang-orang Syiah terkait gelar Abu Bakar radhiallahu ‘anhu? Menurut orang-orang Syiah, ash-Shiddiq artinya orang yang selalu membenarkan nabi Muhammad ﷺ sebagai penyihir.
Kita mengatakan bahwa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu adalah orang yang paling banyak menginfakkan hartanya. Akan tetapi, orang-orang Syiah mengatakan bahwa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sedang masuk dalam politik, karena dia harus berkorban mengeluarkan hartanya, sehingga ketika Nabi Muhammad ﷺ meninggal dunia, dia yang akan menjadi pemimpin setelahnya.
Ini semua adalah tuduhan dusta yang dilancarkan oleh orang-orang Syiah yang ingin merusak agama Islam. Mereka ingin merusak Islam dari dalam, di saat orang-orang kafir tidak mampu menghancurkan Islam, namun sejatinya orang-orang Syiah sedang menghancurkan Islam dari dalam.
Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berlindung dari akidah yang rusak, dan kita berlindung kepada Allah agar anak-anak kita dijaga oleh Allah ﷻ. Jangan sampai akidah mereka rusak karena ulah orang-orang Syiah.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
اللهُمَّ اكْفِنَا بِحَلالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Footnote:
_________
([2]) HR. Bukhari No. 2652, 3651, 6429 dan Muslim No. 2533.
([3]) HR. Abu Daud No. 1678 dan Tirmidzi No.3675 dan dihasankan oleh al-Albani.
([5]) HR. Ahmad No. 1675, Abu Daud No. 4650, Tirmidzi No. 3747 dan disahihkan oleh al-Albani.
([6]) HR. Al-Hakim No. 5241 di dalam al-Mustadrak.
([9]) Al-Ibanah al-Kubra Li Ibnu Batthah No. 120 (9/499).
([11]) HR. Ahmad No. 7446 dan Ibnu Majah No. 94 dan disahihkan oleh al-Albani.
([12]) HR. Bukhari No. 3673 dan Muslim No. 2540.
([14]) HR. Abu Daud No. 1678 dan Tirmidzi No. 3675 dan dihasankan oleh al-Albani.
([17]) Dikatakan oleh Malik bin Anas radhiallahu ‘anhu, [lihat: Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah Wa al-Jama’ah (7/1313)].
Juga dinukilkan oleh Ibnu Jauzi rahimahullah, [lihat: Manaqib Amir al-Mukminin ‘Umar bin al-Khatthab (hlm. 42)].