Pintu-pintu Rezeki
(Khutbah Jumat)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، ومِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هدى مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عليهِ وَسلَّم، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، أُوْصِيْكُم وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله، فَقَد فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Sesungguhnya di antara nama-nama Allah yang terindah adalah الرَّزَّاقُ (ar-Razzaq), yaitu Yang Maha Pemberi Rezeki. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada seluruh makhluknya. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ﴾
“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 60)
﴿وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ﴾
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (lauhul mahfuzh).” (QS. Hud: 6)
Maka jika binatang melata yang bukan mukalaf (yang dibebankan hukum syar’i) Allah telah menanggung rezekinya, maka bagaimana lagi dengan manusia? Tentunya manusia pun telah dijamin rezekinya oleh Allah ﷻ. Maka dari itu, meskipun Allah ﷻ telah menjamin rezeki kita sebagaimana juga Allah telah menentukan ajal kita, akan tetapi kita harus tetap berusaha mencari rezeki tersebut sebagaimana kita berusaha mengaja kehidupan kita.
Seseorang bisa memperoleh rezeki dengan cara-cara duniawi dan cara-cara ukhrawi. Di antara sebab-sebab datangnya rezeki dengan cara-cara duniawi adalah bekerja menjadi pegawai, dokter, pedagang, bercocok tanam, atau dengan profesi lainnya. Sebab-sebab seperti ini telah diketahui oleh semua orang. Akan tetapi perlu diketahui bahwa sesungguhnya dalam memperoleh rezeki juga terdapat sebab-sebab ukhrawi yang banyak orang lalai dan tidak mengetahuinya. Padahal mungkin sebab tersebut justru lebih kuat untuk mendatangkan rezeki.
Di antara datangnya rezeki dengan sebab-sebab ukhrawi adalah,
- Berdoa kepada Allah ﷻ
Allah ﷻ berfirman,
﴿إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾
“Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah hanyalah berhala-berhala, dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-‘Ankabut: 17)
Doa adalah senjata seorang mukmin yang paling utama dan bukan menjadi senjata yang terakhir. Betapa banyak orang menjadikan doa sebagai senjata terakhirnya, padahal itu adalah sebuah kesalahan. Imama Syafi’i ﷺ pernah berkata,
أَتَهْزَأُ بِالدُّعَاءِ وَتَزْدَرِيهِ، وَمَا تَدْرِي بِما صَنَعَ الدُّعَاءُ
“Apakah engkau mengejek sebuah doa dan menyepelekannya? Tidakkah engkau tahu apa yang bisa dihasilkan oleh doa?”([1])
Maka janganlah seseorang memandang sebelah mata sebuah doa, karena betapa banyak orang yang setelah berdoa Allah bukankan pintu-pintu rezeki baginya
- Bertakwa kepada Allah ﷻ
Allah ﷻ berfirman,
﴿وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ﴾
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Ketahuilah bahwa ketakwaan benar-benar akan mendatangkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, tidak terpikirkan sebelumnya, dan datang tanpa adanya keletihan dan susah payah. Ketakwaan yang dimaksud adalah menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhkan dirinya dari larangan-larangan Allah ﷻ. Sebagian ulama bahkan mengatakan bahwa jika seseorang meraih rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka, maka ketahuilah bahwa itu adalah tanda bahwa dia adalah orang yang bertakwa kepada Allah ﷻ.
- Bertawakal kepada Allah ﷻ
Allah ﷻ berfirman,
﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا﴾
“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Nabi ﷺ juga bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ، لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberikan rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia telah memberikan rezeki kepada burung yang berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.”([2])
Maka yang perlu kita perbaiki adalah tawakal kita kepada Allah ﷻ. Karena pada zaman sekarang ini betapa banyak orang mencari rezeki dengan bertawakal kepada pimpinannya, kepada direkturnya, atau kepada pekerjaannya. Mereka seakan-akan dia menganggap bahwa jika bukan dari pekerjaannya yang mendatangkan rezeki, maka dia tidak akan mendapatkan rezeki. Ketahuilah bahwa anggapan seperti ini adalah sebuah kesalahan. Karena sesungguhnya tawakal itu harus kepada Allah, karena rezeki itu datangnya dari Allah ﷻ, sedangkan direktur dan pekerjaan hanyalah sarana.
Lihatlah bahwa betapa banyak orang yang di PHK dari pekerjaannya atau berhenti dari pekerjaannya, lantas Allah membukankan baginya pintu-pintu rezeki yang lain. Bahkan jika Allah menutup salah satu pintu rezeki-Nya, maka Allah bisa membuka pintu-pintu rezeki-Nya yang lain bagi hambanya yang bertawakal. Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami’ al-‘Ulum Wa al-Hikam mengatakan bahwa jika seseorang bertawakal kepada Allah dalam mencari rezeki, maka Allah akan mudahkan rezeki baginya jika tawakalnya kepada Allah itu benar.([3])
Maka dari itu gantungkanlah hati Anda hanya kepada Allah. Dialah yang Maha Pemberi Rezeki, dan rezeki bukan berasal dari direktur atau pekerjaan Anda.
- Memerintahkan istri dan anak untuk salat
Allah ﷻ berfirman,
﴿وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى﴾
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Taha: 132)
Para ulama mengatakan bahwa ini adalah dalil bahwa barang siapa yang menjaga salat, kemudian memerintahkan anak dan istrinya untuk salat, maka akan dimudahkan rezekinya oleh Allah ﷻ.
Betapa banyak orang-orang yang sibuk mencari rezeki siang dan malam, akan tetapi dia lupa untuk memerintahkan kepada istri dan anaknya untuk salat. Padahal di antara pintu-pintu rezeki adalah memerintahkan keluarga untuk melaksanakan salat dan bersabar atasnya.
- Menyambung silaturahmi
Pintu silaturahmi adalah salah satu pintu yang besar untuk memperoleh rezeki dari Allah ﷻ. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa ingin lapangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi.”([4])
Sungguh, silaturahmi ini adalah sebab yang luar biasa, karena jika seseorang menyambung silaturahmi kepada keluarganya, berbakti dan menyenangkan hati kedua orang tuanya, menyenangkan hati bibi dan pamannya, perhatian kepada kakak dan adiknya, maka Allah akan bukakan pintu-pintu rezeki baginya. Hanya saja, persoalannya adalah apakah seseorang mau beriman dengan hadis ini atau tidak.
- Bersedekah dengan niat ikhlas karena Allah ﷻ
Allah ﷻ berfirman,
﴿قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ﴾
“Katakanlah, ‘Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik’.” (QS. Saba’: 39)
Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta.”([5])
Ketika seseorang memiliki uang satu juta rupiah, kemudian dia infakkan seratus ribu rupiah, maka secara zahir uangnya akan berkurang. Akan tetapi dalam hadis ini Nabi Muhammad ﷺ mengatakan bahwa sesungguhnya harta tersebut tidak akan berkurang. Mengapa demikian? Itu adalah urusan Allah, dan yakinlah bahwa harta itu memang benar-benar tidak berkurang, dan Allah akan ganti harta tersebut di dunia atau dengan ganjaran yang Allah siapkan di akhirat kelak.
Tidakkah kita tahu bahwa Allah menamakan orang-orang yang bersedekah itu seperti orang yang memberikan utang yang baik kepada Allah ﷻ? Allah ﷻ berfirman,
﴿وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ﴾
“Sungguh, jika kamu melaksanakan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu, dan pasti akan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tetapi barang siapa kafir di antaramu setelah itu, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Maidah: 12)
Di ayat yang lain Allah ﷻ juga berfirman,
﴿مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾
“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
Tatkala Allah ﷻ menamakan sedekah dengan utang, maka berarti Allah menjamin akan mengembalikan utang tersebut. Bukankah ketika ada orang kaya yang datang kepada kita untuk meminjam uang, kita pasti akan berikan karena kita yakin bahwa dia akan mengembalikannya? Maka bagaimana lagi jika yang meminta utang adalah Dzat Yang Maha Kaya? Pasti Allah akan jamin penggantian utang tersebut. Bahkan Allah tidak hanya mengembalikan utang tersebut dengan pas, melainkan Allah melipatgandakan pengembaliannya dengan berlipat-lipat ganda. Oleh karenanya, di antara hal yang bisa menambah rezeki seseorang adalah bersedekah dengan syarat ikhlas karena Allah ﷻ.
أَقٌولُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيئَةٍ فَأَسْتَغْفِرُهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشْهَدُ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ، أَللَّهُمَّ صَلِى عَلَيهِ وعَلَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ
Hadirin, sidang salat Jumat yang dirahmati oleh Allah ﷻ.
Seseorang tatkala mencari rezeki dengan berdoa kepada Allah ﷻ, hendaknya dia berhusnuzan kepada Allah ﷻ. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ
“Sesungguhnya Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, jika ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkannya, dan jika ia berprasangka buruk maka ia akan mendapatkannya.”([6])
Maka dari itu, hendaknya kita senantiasa berprasangka baik kepada Allah, karena dia adalah الرَّزَّاقُ (Ar-Razzaq), Yang Maha Pemberi Rezeki.
Ingatlah, ketika kita masih berada dalam kandung ibu kita, ketika itu kita tidak bisa berbuat apa-apa, Allah memberikan rezeki bagi kita. Kemudian ketika kita telah lahir, kita tidak bisa berbuat apa-apa, belum bisa bekerja, Allah juga memberikan rezeki kepada kita. Lantas, ketika kita telah dewasa dan telah memiliki keahlian untuk mencari nafkah, apakah kita harus suuzan kepada Allah ﷻ? Ingatlah bahwa betapa banyak rezeki yang Allah berikan kepada kita tanpa diminta. Maka bagaimana lagi jika kita meminta rezeki tersebut kepada Allah ﷻ.
Oleh karenanya, tatkala Nabi Musa u diutus untuk pergi kepada Firaun, beliau berdoa kepada Allah ﷻ dengan doa yang masyhur. Allah sebutkan doa beliau di dalam Al-Qur’an,
﴿قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي، وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي، يَفْقَهُواْ قَوْلِي، وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي، هَارُونَ أَخِي، اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي، وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي، كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا، وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا، إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا﴾
“Dia (Musa) berkata, ‘Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku. Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku. teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami’.” (QS. Taha: 25-35)
Maka setelah itu Allah membalas doa Nabi Musa u dengan berfirman,
﴿ قَالَ قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَامُوسَى، وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً أُخْرَى، إِذْ أَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّكَ مَا يُوحَى، أَنِ اقْذِفِيهِ فِي التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي، إِذ إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلَى قَدَرٍ يَامُوسَى، وَاصْطَنَعْتُكَ لِنَفْسِي﴾
“Dia (Allah) berfirman: Sungguh, telah diperkenankan permintaanmu, wahai Musa! Dan sungguh, Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kesempatan yang lain (sebelum ini), (yaitu) ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu sesuatu yang diilhamkan, Yaitu: ‘Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku, (yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir’aun): Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya? Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan wahai Musa, Aku telah memilihmu untuk diri-Ku.” (QS. Taha: 36-41)
Lihatlah, bagaimana Allah ﷻ menyebutkan bahwa Allah telah menyelamatkan Nabi Musa u waktu kecil yang hendak dibunuh oleh Firaun, padahal waktu itu beliau belum bisa melakukan apa-apa.
Maka coba renungkan pada diri kita, betapa banyak karunia dan nikmat yang Allah ﷻ berikan tanpa kita minta. Tentunya ini menunjukkan kasih sayang Allah ﷻ kepada kita. Maka apakah ketika kita meminta kepada-Nya lantas Allah ﷻ tidak akan berikan kepada kita apa yang kita minta?
Hendaknya kita husnuzan kepada Allah dan jangan berprasangka buruk kepada Allah, karena sebagaimana telah kita sebutkan bahwa dalam hadis qudsi Allah berfirman,
إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ
“Jika ia (hamba-Ku) berprasangka baik maka ia akan mendapatkannya, dan jika ia berprasangka buruk maka ia akan mendapatkannya.”([7])
Yang terakhir, yang perlu kita ingat adalah banyaknya harta bukan menjadi tolak ukur banyaknya rezeki. Akan tetapi, yang menjadi perhatian kita adalah keberkahan dari rezeki tersebut. Betapa banyak orang yang memiliki harta yang sedikit, dia telah berusaha mencari cara agar mendapatkan harta yang halal namun tidak banyak yang dia bisa dapatkan. Namun Allah berikan keberkahan dari rezeki yang dia dapat. Akhirnya, dengan harta yang sedikit dia masih bisa beribadah, masih bisa berbakti kepada orang tuanya, masih menyambung silaturahmi.
Ada sebagian orang yang memiliki harta yang banyak, yang menempuh berbagai macam cara untuk mendapatkan harta dan dia dapatkan, namun Allah tidak berikan keberkahan atas hartanya dengan cara hartanya habis sia-sia, Allah berikan musibah, memiliki banyak problematik dalam rumah tangganya. Ini semua karena ketidakberkahan sebuah harta.
Maka dari itu, hendaknya seseorang berusaha mencari rezeki yang berkah. Yang lebih indah lagi jika seseorang diberi rezeki harta yang banyak, namun dia belanjakan di jalan Allah ﷻ, maka akan semakin berkahlah hartanya. Orang yang seperti ini kelak di padang Mahsyar dia akan dinaungi dengan naungan Allah ﷻ. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ
“Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya hingga perkara di antara manusia diputuskan.”([8])
Semakin seseorang banyak bersedekah, maka akan semakin besar naungan yang dia dapatkan pada hari kiamat.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
يَارَزَّاق، أُرْزُقْنَا خَيْرًا الرَّازِقِيْنَ، يَارَزَّاق أُرْزُقْنَا رِزْقًا حَسَنًا، وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
اللَّهُمَّ ارْحَمْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
اَللَّهُمَّ إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينِنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ فِيهِ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Footnote:
______________
([1]) Mujamma’ al-Hukmi Wa al-Amtsal Fi asy-Syi’r al-‘Arabiy (6/358).
([3]) Lihat: Jami’ al-‘Ulum Wa al-Hikam, karya Ibnu Raja (2/496-297).