Kisah Nabi Musa álaihis salam #5
Kisah Nabi Musa dengan Tukang Sihir Fir’aun
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Fir’aun memberi kesempatan kepada Musa ‘Alaihissalam untuk menentukan waktu dan tempat duel tersebut. Nabi Musa ‘Alaihissalam pun mengatakan dengan tegas:
مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ وَأَنْ يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى
“Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah rakyat seluruhnya dikumpulkan pada waktu dhuha”. (QS. Taha: 59)
Dikisahkan bahwa jumlah penyihir yang dikumpulkan oleh Fir’aun mencapai ribuan. Yang pasti, jumlah penyihir yang ikut berduel dengan Nabi Musa ‘Alaihissalam seorang diri saat itu amatlah banyak. ([1])
Allah ﷻ kemudian berfirman:
فَلَمَّا جَاءَ السَّحَرَةُ قَالُوا لِفِرْعَوْنَ أَئِنَّ لَنَا لَأَجْرًا إِنْ كُنَّا نَحْنُ الْغَالِبِينَ، قَالَ نَعَمْ وَإِنَّكُمْ إِذًا لَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ
“Maka ketika para penyihir datang, mereka berkata kepada Fir‘aun, ‘Apakah kami benar-benar akan mendapat imbalan yang besar jika kami menang?’
Dia (Fir‘aun) menjawab, ‘Ya, dan bahkan kalian pasti akan mendapat kedudukan yang dekat (di sisiku).’” (QS. Asy-Syu’ara: 41-42)
Sebelum memulai duel, Nabi Musa ‘Alaihissalam terlebih dahulu mendakwahi para penyihir tersebut. Nabi Musa ‘Alaihissalam berkata:
وَيْلَكُمْ لَا تَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَيُسْحِتَكُمْ بِعَذَابٍ وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى
“Celakalah kalian! Janganlah kalian mengada-adakan kedustaan terhadap Allah sehingga Dia membinasakan kamu dengan siksa. Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.” (QS. Taha: 61)
Mendengar ucapan Nabi Musa ‘Alaihissalam, mereka pun saling berbisik di antara mereka, lantas mereka pun berkata kepada Fir’aun:
إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ يُرِيدَانِ أَنْ يُخْرِجَاكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ الْمُثْلَى
“Sesungguhnya dua orang ini memang benar-benar penyihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihirnya, dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.” (QS. Taha: 63)
Fir’aun pun menjawab:
فَأَجْمِعُوا كَيْدَكُمْ ثُمَّ ائْتُوا صَفًّا وَقَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنِ اسْتَعْلَى
“Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kalian, kemudian majulah dengan berbaris! Sungguh bberuntunglah orang yang menang pada hari ini.” (QS. Taha: 64)
Duel akbar ini disaksikan oleh seluruh rakyat Mesir([2]). Para penyihir pun memulai duel dengan mengatakan:
يَا مُوسَى إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَلْقَى
“Hai Musa (pilihlah), siapa kah yang melemparkan (dahulu), kami atau kamu?” (QS. Taha: 65)
Nabi Musa ‘Alaihissalam pun menjawab:
أَلْقُوا مَا أَنْتُمْ مُلْقُونَ
“Lemparkanlah (dahulu) apa pun yang hendak kalian lemparkan.” (QS. Asy-Syu’ara: 43)
Mereka pun melemparkan tongkat-tongkat dan tali-tali mereka, dan…
فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
“… tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayangkan oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” (QS. Taha: 66)
Dalam ayat lain Allah ﷻ menjelaskan tentang sihir mereka,
سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ
“mereka menyihir mata para hadirin dan menakut-nakuti mereka. Mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).” (QS Al-A’raf: 116)
Ya, sihir mereka saat itu memang sangatlah sakti dan menakjubkan. Mereka berhasil menyihir seluruh hadirin yang amat banyak ketika itu, bahkan Nabi Musa ‘Alaihissalam pun ikut tersihir oleh mereka. Nabi Musa ‘Alaihissalam pun sempat gentar melihat banyaknya ular yang merayap cepat ke arahnya.
Pernyataan Al-Qur’an ini adalah dalil bahwa sekelas nabi pun mungkin saja terkena sihir([3]). Ini juga merupakan dalil yang membantah para penolak hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah tersihir. Meskipun demikian, Allah ﷻ melindungi para nabi-Nya, sehingga seandainya ada di antara mereka yang tersihir, itu sama sekali tidaklah akan berpengaruh terhadap wahyu yang ia emban.
Sihir hanyalah berefek pada indera seseorang. Ia tidak dapat merubah suatu unsur menjadi hakikat unsur yang lain. Ia tidak bisa merubah tongkat menjadi ular, manusia menjadi batu, daun menjadi uang, kerikil menjadi emas, dan yang semisalnya. Sihir hanya mempermainkan khayalan dan penglihatan korbannya. Seandainya para penyihir Fir’aun mampu merubah suatu unsur menjadi unsur yang lain, tentu mereka lah yang seharusnya dengan mudahnya memimpin Mesir, dan tidak perlu tunduk di bawah kekuasaan Fir’aun.
Ketika Nabi Musa ‘Alaihissalam merasa gentar, Allah ﷻ berfirman:
لَا تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الْأَعْلَى * وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
“Janganlah kamu takut! Sungguh kamulah yang paling unggul (menang). Lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan sihir tidak akan menang, dari mana pun ia datang.” (QS. Taha: 68-69)
Ibnu Taimiyyah([4]) menjelaskan bahwasanya jin hanya mampu membuat khayalan pada penglihatan manusia. Ia tidaklah mampu menjelma menjadi bentuk lainnya, atau meruban suatu zat menjadi zat lainnya. Yang ia mampui hanya mengkhayalkan rupa dan bentuk yang ia inginkan kepada manusia, sehingga manusia mengira seakan jin tersebut menjelma atau merubah hakikat sesuatu menjadi hakikat lainnya. Demikian pula yang dilakukan oleh para penyihir Mesir saat itu, mereka mengkhayalkan bentuk ular-ular kecil pada para hadirin, termasuk Musa ‘Alaihissalam, padahal hakikat semua itu hanyalah tali-tali dan tongkat-tongkat kecil biasa. Dan ini berbeda dengan mukjizat yang Allah ﷻ anugerahkan kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam, yang benar-benar merubah wujud tongkat beliau ‘Alaihissalam menjadi wujud ular yang amat besar. Ular besar tersebut pun melalap semua tongkat dan tali yang dilemparkan oleh para penyihir. Subhaanallah!
Para penyihir tahu pasti, bahwa sihir paling sakti pun tidak akan mampu merubah hakikat suatu benda. Tidak mungkin kemampuan Musa ‘Alaihissalam merubah wujud tongkatnya menjadi wujud ular besar adalah perbuatan sihir. Mereka tahu bahwa hanya Tuhan semesta alam lah yang mampu berbuat demikian. Terlebih ular Nabi Musa ‘Alaihissalam dapat dengan mudahnya melahap tongkat-tongkat dan tali-tali mereka. Seketika mereka pun tersungkur sujud, dan beriman kepada agama Nabi Musa ‘Alaihissalam. Allah ﷻ berfirman:
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ (46) قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ (47) رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ (48)
“Maka menyungkurlah para pesihir itu, bersujud. Mereka berkata, ‘Kami beriman kepada Tuhan seluruh alam, (yaitu) Tuhannya Musa dan Harun.’” (QS. Asy-Syuara’: 46-48)
Ini adalah hal yang amat memalukan bagi Fir’aun. Ia terkejut melihat para penyihir yang ia andalkan untuk menaklukkan Musa ‘Alaihissalam, justru tidak hanya kalah telak, mereka malah beramai-ramai beriman kepada Musa ‘Alaihissalam di hadapan khalayak rakyat Mesir. Namun Fir’aun tidak panik. Dengan cerdasnya ia menyelamatkan mukanya di hadapan rakyatnya dengan mengatakan:
آمَنْتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ عَذَابًا وَأَبْقَى
“(Berani sekali) kalian beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepada kalian! Sesungguhnya Musa ini sebenarnya adalah guru besar yang mengajarkan sihir kepada kalian! Sungguh aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang, dan sungguh aku akan menyalib kalian semua pada pangkal pohon kurma! Kalian akan tahu siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya!” (QS. Taha: 71)
Fir’aun menuduh bahwa duel tersebut hanyalah konspirasi belaka, antara Musa ‘Alaihissalam sang guru besar sihir dengan para murid-muridnya, untuk merebut kekuasaan Mesir menjadi milik mereka. Kemudian Fir’aun pun mengakhiri tuduhan tersebut dengan ancaman keras, yang menggentarkan rakyat Mesir saat itu. Para ulama menyebutkan bahwa penyiksaan dengan pemotongan anggota tubuh secara menyilang pertama kali dilakukan oleh Fir’aun([5]).
Namun, para mantan penyihir tidaklah gentar. Keimanan mereka yang kokoh bak gunung tak kan runtuh dengan sekedar ancaman siksa atau pun kematian. Mereka pun berkata:
لَا ضَيْرَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ (50) إِنَّا نَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا خَطَايَانَا أَنْ كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ (51)
“Tidak ada yang kami takutkan, karena kami akan kembali kepada Tuhan kami. Sesungguhnya kami sangat menginginkan sekiranya Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami menjadi orang yang pertama-tama beriman.” (QS. Asy-Syuara’: 50-51)
Dalam ayat yang lain dihikayatkan ucapan mereka:
لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا خَطَايَانَا وَمَا أَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنَ السِّحْرِ وَاللَّهُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami! Putuskanlah sekehendakmu! Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksa kamu untuk melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya).” (QS. Taha: 72-73)
Dalam ayat lain mereka berkata dan berdoa,
وَمَا تَنْقِمُ مِنَّا إِلَّا أَنْ آمَنَّا بِآيَاتِ رَبِّنَا لَمَّا جَاءَتْنَا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
“Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami”. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raf: 126)
Demikianlah seharusnya setiap mukmin. Semakin terjal jalur yang ia lalui, semakin berat batu ujian yang menimpanya, dan semakin genting suasana yang ia hadapi, maka semakin gencar pula doa dan permohonannya kepada Tuhannya yang Mahakuasa.
Fir’aun pun akhirnya menrealisasikan ancamannya kepada para mantan penyihir tersebut, dan mereka akhirnya diampuni oleh Allah ﷻ dan dimasukkan ke dalam surga-Nya.
Momen ini menggambarkan betapa luasnya rahmat Allah ﷻ. Bertahun-tahun para penyihir itu melakoni profesi yang merupakan dosa besar, salah satu bentuk kesyirikan terparah, dosa yang hukumannya dalam Islam adalah pemenggalan kepala([6]) dan lebih besar dosanya daripada zina, membunuh atau durhaka kepada orang tua. Bahkan tidak hanya itu, mereka telah menggunakan profesi penuh dosa itu untuk menantang utusan-Nya berduel, dan bahkan mengharapkan balasan upah dari manusia paling kafir sepanjang masa. Namun, ketika cahaya hidayah menyeruak di hati mereka dan mereka bertaubat dengan tulus, Allah ﷻ pun seketika menghapuskan semua dosa mereka yang telah lalu, dan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya, walau mereka hanya berislam sesaat dari masa hidup mereka.
Kemudian Allah ﷻ berfirman:
قَالُوا أُوذِينَا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَأْتِيَنَا وَمِنْ بَعْدِ مَا جِئْتَنَا قَالَ عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ
“Mereka (kaum Musa) berkata, ‘Kami telah ditindas (oleh Fir‘aun) sebelum engkau datang kepada kami dan setelah engkau datang.’
(Musa) menjawab, ‘Mudah-mudahan Tuhan kalian membinasakan musuh kalian dan menjadikan kalian khalifah di bumi; lalu Dia akan melihat bagaimana perbuatanmu.’” (QS. Al-A’raf: 129)
Footnote:
_____________
([1]) Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 6/ 140.
([2]) Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 5/ 300.
([3]) Lihat Tafsir Al-Qurthubiy: 11/ 222 dan Fathul-Qadir: 3/ 443.
([4]) Lihat: Majmu’ al-Fataawa, Ibnu Taimiyyah 13/92
([5]) Lihat: Tafsir Ibnu At-Thobari 13/34
([6]) Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Asy-Syafi’i, berdasarkan hadis riwayat At-Tirmidzi. Asy-Syafi’i RH berkata: “Sesungguhnya penyihir dihukum mati jika sihirnya sudah sampai tingkat kekufuran. Adapun jika tidak demikian, maka ia tidak dihukum mati.”