Kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam #9
Bani Israel Mulai Membangkang Menyembah Anak Sapi Setelah Kedatangan Samiri
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Ketika nabi Musa ‘Alaihissalam meninggalkan kaumnya untuk bertemu Allahﷻ, kaum nabi Musa ‘Alaihissalam kembali membuat ulah. Allahﷻ berfirman:
۞وَمَآ أَعۡجَلَكَ عَن قَوۡمِكَ يَٰمُوسَىٰ، قَالَ هُمۡ أُوْلَآءِ عَلَىٰٓ أَثَرِي وَعَجِلۡتُ إِلَيۡكَ رَبِّ لِتَرۡضَىٰ، قَالَ فَإِنَّا قَدۡ فَتَنَّا قَوۡمَكَ مِنۢ بَعۡدِكَ وَأَضَلَّهُمُ ٱلسَّامِرِيُّ، فَرَجَعَ مُوسَىٰٓ إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ غَضۡبَٰنَ أَسِفٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ أَلَمۡ يَعِدۡكُمۡ رَبُّكُمۡ وَعۡدًا حَسَنًاۚ أَفَطَالَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡعَهۡدُ أَمۡ أَرَدتُّمۡ أَن يَحِلَّ عَلَيۡكُمۡ غَضَبٞ مِّن رَّبِّكُمۡ فَأَخۡلَفۡتُم مَّوۡعِدِي، قَالُواْ مَآ أَخۡلَفۡنَا مَوۡعِدَكَ بِمَلۡكِنَا وَلَٰكِنَّا حُمِّلۡنَآ أَوۡزَارٗا مِّن زِينَةِ ٱلۡقَوۡمِ فَقَذَفۡنَٰهَا فَكَذَٰلِكَ أَلۡقَى ٱلسَّامِرِيُّ، فَأَخۡرَجَ لَهُمۡ عِجۡلٗا جَسَدٗا لَّهُۥ خُوَارٞ فَقَالُواْ هَٰذَآ إِلَٰهُكُمۡ وَإِلَٰهُ مُوسَىٰ فَنَسِيَ، أَفَلَا يَرَوۡنَ أَلَّا يَرۡجِعُ إِلَيۡهِمۡ قَوۡلٗا وَلَا يَمۡلِكُ لَهُمۡ ضَرّٗا وَلَا نَفۡعٗا، وَلَقَدۡ قَالَ لَهُمۡ هَٰرُونُ مِن قَبۡلُ يَٰقَوۡمِ إِنَّمَا فُتِنتُم بِهِۦۖ وَإِنَّ رَبَّكُمُ ٱلرَّحۡمَٰنُ فَٱتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوٓاْ أَمۡرِي، قَالُواْ لَن نَّبۡرَحَ عَلَيۡهِ عَٰكِفِينَ حَتَّىٰ يَرۡجِعَ إِلَيۡنَا مُوسَىٰ، قَالَ يَٰهَٰرُونُ مَا مَنَعَكَ إِذۡ رَأَيۡتَهُمۡ ضَلُّوٓاْ أَلَّا تَتَّبِعَنِۖ أَفَعَصَيۡتَ أَمۡرِي، قَالَ يَبۡنَؤُمَّ لَا تَأۡخُذۡ بِلِحۡيَتِي وَلَا بِرَأۡسِيٓۖ إِنِّي خَشِيتُ أَن تَقُولَ فَرَّقۡتَ بَيۡنَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ وَلَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِي، قَالَ فَمَا خَطۡبُكَ يَٰسَٰمِرِيُّ، قَالَ بَصُرۡتُ بِمَا لَمۡ يَبۡصُرُواْ بِهِۦ فَقَبَضۡتُ قَبۡضَةٗ مِّنۡ أَثَرِ ٱلرَّسُولِ فَنَبَذۡتُهَا وَكَذَٰلِكَ سَوَّلَتۡ لِي نَفۡسِي، قَالَ فَٱذۡهَبۡ فَإِنَّ لَكَ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ أَن تَقُولَ لَا مِسَاسَۖ وَإِنَّ لَكَ مَوۡعِدٗا لَّن تُخۡلَفَهُۥۖ وَٱنظُرۡ إِلَىٰٓ إِلَٰهِكَ ٱلَّذِي ظَلۡتَ عَلَيۡهِ عَاكِفٗاۖ لَّنُحَرِّقَنَّهُۥ ثُمَّ لَنَنسِفَنَّهُۥ فِي ٱلۡيَمِّ نَسۡفًا، إِنَّمَآ إِلَٰهُكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ وَسِعَ كُلَّ شَيۡءٍ عِلۡمٗا،
“‘Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?’
Musa berkata: ‘Itulah mereka sedang menyusulku. Sedangkan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku).’
Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sepeninggalmu, dan kini mereka telah disesatkan oleh Samiri.’
Musa pun kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkatalah Musa: ‘Hai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada kalian suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagi kalian, atau kah kalian ingin kemurkaan Tuhan menimpa kalian, sehingga kalian melanggar perjanjian kalian denganku?!’
Mereka menjawab: ‘Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri. Tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya.’
Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) patung anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Mereka pun berkata: ‘Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa (yang sebenarnya), namun Musa telah lupa!’
Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat menjawab ucapan mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?!
Padahal Harun telah menasehati mereka sebelumnya: ‘Hai kaumku! Sesungguhnya patung anak lembu tersebut adalah cobaan bagi kalian! Dan sesungguhnya Tuhan kalian ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku!’
Mereka malah menjawab: ‘Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami!’
Berkata Musa: ‘Hai Harun! Apa yang menghalangimu untuk melaksanakan wasiatku ketika kamu melihat mereka telah sesat?! Apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?!’
Harun menjawab: ‘Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku! Aku hanya khawatir kamu akan berkata (kepadaku): Kamu telah memecah belah Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.’
Berkata Musa: ‘Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian), hai Samiri?’
Samiri menjawab: ‘Aku mengetahui sesuatu yang tidak mereka ketahui, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya. Demikianlah nafsuku membujukku.’
Berkata Musa: ‘Pergilah kamu! Maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: ‘Janganlah menyentuh (aku).’ Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya. Dan lihatlah tuhan yang masih kamu sembah dengan khusyuk itu, sungguh kami akan membakarnya, lalu sungguh kami akan menghamburkan abunya ke dalam laut!
Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.’” (QS. Thaha 83-98)
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa Samiri tidak termasuk bani Israil, namun dia selalu mengikuti Bani Israil.
Dan yang dimaksud dengan perhiasan kaum, adalah emas milik suku Qibthi yang dibawa oleh Bani Israil ketika pergi melarikan diri dari Mesir. Setelah mereka selamat, Nabi Harun AS memerintahkan mereka untuk mengumpulkan semua emas bawaan tersebut dalam satu lubang, untuk kemudian diserahkan penindaklanjutannya kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam.
Samiri pun mengambil emas tersebut, lalu membuat patung anak sapi darinya, sembari mencampurkan padanya bekas pijakan kuda Malaikat Jibril yang ia ambil pada peristiwa penenggelaman Fir’aun([1]). Patung anak sapi tersebut dapat mengeluarkan suara, namun tidak jelas dan bukan berupa perkataan yang dimengerti, melainkan hanya semacam bunyi yang ditimbulkan oleh aliran angin yang masuk dari arah duburnya, lalu keluar melalui mulutnya, semacam siulan.([2])
Alangkah naifnya akal Bani Israil! Bagaimana mungkin mereka tertipu dan terpalingkan dari Allah Tuhan semesta alam, oleh patung anak sapi yang bersuara tak jelas tersebut?! Bahkan mereka mengatakan bahwa Musa ‘Alaihissalam telah salah dalam menuhankan Allah ﷻ?!
Yang dimaksud dengan perjanjian Musa ‘Alaihissalam yang mereka ingkari, adalah janji mereka untuk tetap bertauhid kepada Allah ﷻ, serta mengikuti Musa ‘Alaihissalam menuju tempat pertemuannya dengan Allah ﷻ. Alih-alih mengikuti Musa ‘Alaihissalam, mereka malah berdiam di tempat sembari berbuat kesyirikan, dan malah menuduh Nabi Musa ‘Alaihissalam telah melupakan Tuhannya yang sebenarnya.
Nasehat Nabi Harun AS sama sekali tidak mereka indahkan, dan malah terang-terangan menegaskan akan terus menyembah patung anak sapi tersebut, sampai Musa ‘Alaihissalam pulang dan menjelaskan kebenaran yang sebenarnya.
Nabi Musa ‘Alaihissalam mendatangi bani Israil dengan membawa lembaran-lembaran Taurat. Dan ketika melihat wujud patung sapi tersebut, serta apa yang Bani Israil lakukan di sekelilingnya, beliau ‘Alaihissalam tak kuasa menaham amarah, hingga melemparkan lembaran-lembaran Taurat tersebut. Kemudian beliau memegang kepala Harun AS, menariknya ke arahnya, lalu menanyainya akan fenomena menyedihkan yang terjadi pada Bani Israil ini. Nabi Harun AS pun menjelaskan hakekat yang terjadi, dan bahwa ia telah berusaha memperingatkan Bani Israil, namun mereka mengabaikan peringatannya tersebut.
Bani Israil pun ditegur oleh Nabi Musa ‘Alaihissalam, dan Samiri pun diusir. Lalu Nabi Musa ‘Alaihissalam membakar patung anak sapi tersebut, lalu membuang abunya ke dalam lautan. Setelah itu, Nabi Musa ‘Alaihissalam memerintahkan Bani Israil yang bersalah untuk bertaubat kepada Allahﷻ([3]), sebagaimana yang Allahﷻ sebutkan di dalam Al-Quran:
وَإِذْ قالَ مُوسى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلى بارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بارِئِكُمْ فَتابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Wahai kaumku! Kaliana benar-benar telah menzalimi diri sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan). Karena itu, bertaubatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Itu lebih baik bagimu di sisi Penciptamu maka Dia pun akan menerima tobatmu. Sungguh, Dialah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.’” (QS. Al-Baqarah: 54)
Cara bertaubat Bani Israil adalah dengan membunuh diri mereka sendiri. Golongan yang tidak menyembah patung diberikan pedang untuk membunuh orang-orang yang telah menyembah patung. Mereka pun tak tega untuk melakukan itu kepada sesama mereka.
Akhirnya, Allah ﷻ meliputi mereka dengan kabut atau semacam kegelapan, sehingga mereka dapat membunuh sebagian yang lain tanpa melihat siapa yang ia bunuh.
Prosesi taubat itu terus berlanjut, hingga dikisahkan bahwa sekitar 70.000 orang dari Bani Israil wafat ketika itu. Tidak semua yang berbuat kesyirikan mati terbunuh, melainkan ada sebagian dari mereka yang masih hidup saat prosesi taubat telah usai([4]).
Setelah itu, Nabi Musa ‘Alaihissalam ingin bertaubat lagi kepada Allahﷻ. Beliau ‘Alaihissalam pun memilih tujuh puluh orang terbaik Bani Israil untuk bertemu dengan Allah ﷻ bersamanya. Namun, ketika mereka mendengar percakapan antara Allah ﷻ dengan Musa ‘Alaihissalam, mereka malah mengatakan:
يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً
“Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas!”(QS. Al-Baqarah: 55)
Mereka ini orang-orang salih terbaik dari Bani Israil, namun sedemikian lancangnya sikap mereka terhadap Allah ﷻ dan nabi mereka. Maka Allah ﷻ pun mengirimkan halilintar yang menyambar mereka semua hingga tewas. Dan akhirnya mereka kembali dihidupkan, berkat permohonan Nabi Musa ‘Alaihissalam kepada Allah ﷻ. Allahﷻ berfirman:
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Kemudian, Kami membangkitkan kamu setelah kamu mati, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 56)
Disebutkan pula bahwa Bani Israil gemar bernegosiasi seputar kandungan Taurat. Mereka hanya ingin melakukan syari’at yang ringan-ringan saja, dam meninggalkan aturan-aturan yang berat menurut mereka([5]).
Sampai-sampai dikisahkan bahwa Allah ﷻ mengancam mereka untuk berpegang teguh dengan kandungan Taurat. Allahﷻ berfirman:
وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ واقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَا آتَيْناكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat gunung ke atas mereka, seakan-akan (gunung) itu naungan awan dan mereka yakin bahwa (gunung) itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami firmankan kepada mereka), “Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya agar kamu menjadi orang-orang bertakwa.” (QS. Al-A’raf: 171)
Subhanallah, bani Israil melihat mukjizat nabi Musa ‘Alaihissalam yang begitu banyak.
Karena mereka tidak mau menjalankan Taurat. Allahﷻ mengangkat gunung berada tepat di atas mereka. Apabila mereka tidak mau menjalankan Taurat, maka Allahﷻ akan jatuhkan gunung tersebut kepada mereka dan mereka akan mati tertimpa gunung itu. Namun akhirnya, mereka ketakutan dan taat kepada perintah Allahﷻ([6]).
Kemudian, dikisahkan pula bahwa suatu ketika Bani Israil mengungkapkan kerinduan mereka akan kampung halaman, yaitu Palestina, kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam. Mereka ingin kembali menempati Palestina, layaknya nenek moyang mereka dahulu bersama Nabi Ya’qub AS. Kisah ini pun menampakkan keburukan akhlak Bani Israil berikutnya. Allah ﷻ berfirman:
وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوۡمِهِۦ يَٰقَوۡمِ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ جَعَلَ فِيكُمۡ أَنۢبِيَآءَ وَجَعَلَكُم مُّلُوكٗا وَءَاتَىٰكُم مَّا لَمۡ يُؤۡتِ أَحَدٗا مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ، يَٰقَوۡمِ ٱدۡخُلُواْ ٱلۡأَرۡضَ ٱلۡمُقَدَّسَةَ ٱلَّتِي كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمۡ وَلَا تَرۡتَدُّواْ عَلَىٰٓ أَدۡبَارِكُمۡ فَتَنقَلِبُواْ خَٰسِرِينَ، قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّ فِيهَا قَوۡمٗا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَن نَّدۡخُلَهَا حَتَّىٰ يَخۡرُجُواْ مِنۡهَا فَإِن يَخۡرُجُواْ مِنۡهَا فَإِنَّا دَٰخِلُونَ، قَالَ رَجُلَانِ مِنَ ٱلَّذِينَ يَخَافُونَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمَا ٱدۡخُلُواْ عَلَيۡهِمُ ٱلۡبَابَ فَإِذَا دَخَلۡتُمُوهُ فَإِنَّكُمۡ غَٰلِبُونَۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ، قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّا لَن نَّدۡخُلَهَآ أَبَدٗا مَّا دَامُواْ فِيهَا فَٱذۡهَبۡ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَٰتِلَآ إِنَّا هَٰهُنَا قَٰعِدُونَ، قَالَ رَبِّ إِنِّي لَآ أَمۡلِكُ إِلَّا نَفۡسِي وَأَخِيۖ فَٱفۡرُقۡ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡفَٰسِقِينَ، قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيۡهِمۡۛ أَرۡبَعِينَ سَنَةٗۛ يَتِيهُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ فَلَا تَأۡسَ عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡفَٰسِقِينَ،
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: ‘Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain.
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.’
Mereka berkata: ‘Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya.’
Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: ‘Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kalian memasukinya niscaya kalian akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar beriman.’
Mereka berkata: ‘Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja.’
Berkata Musa: ‘Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.’
Allah berfirman: ‘(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.’” (QS. Al-Ma’idah 20-26)
bahwasanya mereka rindu ingin kembali ke negeri Palestina, kampung halaman nenek moyang mereka, nabi Ya’qub AS. Kemudian, nabi Musa ‘Alaihissalam pergi bersama bani israil menuju negeri Palestina. Allahﷻ menyebutkan di dalam Al-Quran,
اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِياءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكاً وَآتاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَداً مِنَ الْعالَمِينَ
“Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorang pun di antara umat yang lain.” (QS. Al-Maidah: 20)
Bani Israil diperintahkan untuk berjihad membebaskan tanah air mereka, Palestina, dari cengkraman orang-orang zalim yang menguasainya ketika itu. ([7])
Mereka sendiri yang awalnya meminta untuk kembali, namun ketika mengetahui pengorbanan yang harus dilakukan, dengan tanpa rasa malu mereka mengutarakan ketakutan dan sifat pengecut mereka. Mereka lupa bahwa Allah ﷻ Yang memerintahkan mereka berjihad kali ini, adalah Dzat Mahakuasa yang dahulu menyelamatkan mereka dari kaum yang jauh lebih kuat nan zalim, yaitu kaum Fir’aun, dan dalam kondisi mereka yang lebih lemah dari saat ini. Seakan semua pertolongan Allah ﷻ tersebut tak menjejakkan seberkas keimanan pun pada hati mereka.
Lalu bangkitlah dua lelaki salih di antara mereka, yaitu Yusya’ bin Nun dan Kalib bin Yufana([8]), yang menasehati dan meyakinkan mereka akan pertolongan Allah ﷻ dan nikmat-nikmat Allah ﷻ yang selama ini telah mereka peroleh, yang seharusnya membuat mereka senantiasa tanpa ragu bertawakal kepadaNya.
Bukannya sadar dan bertaubat, Bani Israil malah semakin bersikap kurang ajar kepada Allah ﷻ dan nabi-Nya dengan mengatakan:
يا مُوسى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَها أَبَداً ما دامُوا فِيها فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقاتِلا إِنَّا هاهُنا قاعِدُونَ
“Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya. Karena itu pergilah dan berperanglah kalian berdua, engkau bersama Tuhanmu! Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.” (QS. Al-Ma’idah: 24)
Perhatikan bagaimana mereka mengatakan “pergilah engkau, wahai Musa dan Tuhanmu!”. Mereka tidak mengucapkan “Tuhan kita”. Ini merupakan sikap yang amat buruk terhadap Nabi Musa ‘Alaihissalam. Ucapan yang tidak pantas diucapkan oleh seorang yang beriman kepada Allah dan nabi-Nya. Nabi Musa ‘Alaihissalam benar-benar dibuat kesal oleh kaumnya.
Ahli Kitab kemudian mengarang cerita-cerita untuk membenarkan tindakan pengecut bersejarah mereka ini kepada audiens. Mereka mengatakan bahwa penghuni Palestina ketika itu adalah para raksasa yang luar biasa besar. Salah satu dari mereka bernama ‘Auj bin ‘Unuq yang tingginya sekitar 2 km. Akhirnya Nabi Musa ‘Alaihissalam -yang tingginya tidak mencapai mata kaki ‘Auj- pun berduel dengan ‘Auj dan akhirnya membunuhnya.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa semua kisah di atas hanyalah dongeng fiktif belaka([9]), dan sejatinya orang-orang zalim yang menguasai Palestina saat itu adalah manusia biasa. Hanya saja nyali Bani Israil yang terlalu kecil untuk maju berjihad melawan mereka.
Akibat dari pengingkaran mereka yang keterlaluan ini, Palestina pun diharamkan bagi mereka selama 40 tahun, dan selama itu pula mereka terombang-ambing nan tersesat di muka bumi, tak memiliki tujuan yang pasti, hingga akhirnya Allah ﷻ kembali memberikan kesempatan kepada mereka untuk menaklukkan Palestina di bawah kepemimpinan Yusya’ bin Nun dan Kalib bin Yufana.
Pada masa 40 tahun itu, keluhan mereka terhadap Musa ‘Alaihissalam tidak terhenti, dan Allah ﷻ terus menganugerahi mereka dengan berbagai nikmat yang luar biasa. Salah satunya adalah yang termaktub dalam firman-Nya:
وَظَلَّلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡغَمَامَ وَأَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَنَّ وَٱلسَّلۡوَىٰۖ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡۚ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ
“Dan Kami naungi kalian dengan awan, dan Kami turunkan kepada kalian manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Mereka tidaklah menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Baqarah: 57)
Mann adalah makanan yang siap dimakan berupa tumbuh-tumbuhan dan biji-bijian lezat yang turun dari langit dan tersangkut di pepohonan. Mereka tidak bersusah payah mengambil dan memakannya. Dan salwa adalah burung yang mudah untuk ditangkap dan mudah bagi mereka untuk memasaknya dan memakannya([10]). Mereka diberikan kenikmatan berupa makanan yang tidak biasa dan merupakan makanan terlezat di dunia.
Namun, setelah berjalannya waktu, mereka merasa bosan akan dua makanan yang amat lezat dan mudah tersebut. Mereka kembali bersikap zalim dan tak tahu diri kepada Allah ﷻ dan nabi-Nya. Allah ﷻ berfirman:
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ
“Dan ingatlah ketika kalian mengatakan: ‘Wahai Musa! Kami tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan saja. Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti: sayur-mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah.’
Dia (Musa) menjawab, ‘Apakah kalian meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik? Pergilah ke kota mana pun, pasti kalian akan memperoleh apa yang kalian minta itu!’” (QS. Al-Baqarah: 61)
Mereka tidak pernah puas dan selalu menuntut kepada nabi Musa ‘Alaihissalam. Mereka tidak mau taat dan patuh kepada Allahﷻ, padahal sekian banyak mukjizat yang telah mereka saksikan, dan sekian banyak anugerah yang telah mereka terima.
Allah ﷻ juga mengisahkan:
وَإِذِ اسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ ۖ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ ۖ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah: 60)
Footnote:
____________
([1]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 5/291 dan 3/475
([2]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 5/291
([3]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/263
([4]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/262
([5]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 1/437
([6]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 3/499
([7]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 3/74